Sambil mengusap air mata yang berjejak di pipi, Lila mengambil ponsel yang disimpan di saku celana. Ia tertegun melihat pemberitahuan yang muncul di layar. Ada banyak sekali nama Bastian di sana.

"Tuh kan, dia tuh udah gila atau gimana sih?!" Lila pusing lagi.

Segera Lila berlari dan tujuannya adalah mencari Langit. Dia harus memberi tau Langit bahwa Bastian sedang mencarinya.

Tapi, tiba-tiba Lila berhenti melangkah. Dia teringat ucapan Langit beberapa menit lalu yang mengatakan untuk tidak menyeretnya ke dalam masalah Lila dan Bastian.

"Bastian sialan!" umpat Lila.

Lila semakin bingung. Haruskah ia menemui Bastian? Atau Langit?

⚪️ ⚪️ ⚪️

"Kenapa Lila nangis?" Alaia bertanya.

"Ga tau," jawab Langit.

Dua insan itu jalan beriringan sambil sesekali berbincang ringan. Alaia masih belum mengerti kenapa tadi Lila menangis, dan kenapa Langit selalu terlihat tidak suka bila membahas soal ini.

"Udah mau pulang belom?" Kini giliran Langit yang bertanya.

Alaia ragu untuk menjawab. Ia suka sekali berada di pantai, rasanya begitu damai. Tapi ia juga harus kembali ke Dokter Abby.

"Apa aku boleh ke sini lagi nanti?" tanya Alaia.

"Boleh, kapan aja kalo lo mau, nanti gue temenin." Langit berucap.

"Beneran?" Pupil Alaia membesar.

Langit mengangguk singkat. "Bener atuh, masa boong."

Senyum manis Alaia membuat Langit gemas diam-diam. Rasanya greget banget ketika kita gemas pada sesuatu, tapi sulit untuk mengekspresikannya.

Sebulir air mendadak jatuh membasahi pipi Alaia. Ia menengadah, membuat buliran air yang lain menyerbu wajahnya.

"Apa itu—"

Ucapan Alaia terhenti karena Langit menariknya tanpa izin. Cowok itu membawa Alaia untuk cepat-cepat berpindah tempat, mencari perteduhan.

Hujan datang disertai gemuruh, juga langit semakin gelap. Posisi Alaia dan Langit jauh dari tempat-tempat untuk berteduh, yang paling dekat dari mereka hanyalah saung. Tanpa pikir panjang, Langit langsung mengarah ke sana.

Tiba di sana, Langit membantu Alaia naik dan ia menyusul

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tiba di sana, Langit membantu Alaia naik dan ia menyusul. Angin dingin menyergap, membuat Alaia memeluk dirinya sendiri.

"Di sini dulu ya, kalo ujannya redaan baru kita pindah." Langit berucap. "Soalnya kalo jalan sekarang, nanti lo basah kuyup."

Alaia mengangguk, ia menuruti apa yang Langit katakan. Yang terpenting mereka berdua aman, itu sudah lebih dari cukup.

"Sini, Al, jangan mojok. Anginnya gede," ujar Langit, meminta Alaia mendekat.

ALAÏA Where stories live. Discover now