Maaf

45 14 0
                                    

A story by : heronisa6

Langit berwarna jingga menebarkan suasana syahdu dan tentram kini ada di depan mata Irene. Ia menatap indahnya langit berwarna orange bercampur dengan biru dan sedikit warna pink di langit sore itu. Ia menghela nafasnya sejenak, dan kembali menatap jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima sore.

"Irene?!" teriak seseorang.

Irene lantas menoleh ke arah sumber suara. Ia lantas tersenyum, matanya, bibir dan semuanya seolah ikut tersenyum. Ia pun menunggu sosok laki- laki itu menuju ke arahnya.

"Maaf Ren, aku terlambat, tadi sedikit macet di jalanan dan lagi pekerjaanku banyak sekali di kantor," ucap pria itu.

Irene lantas tersenyum, "tidak apa Hans, aku juga baru saja keluar dari kantor kok, kau lelah ya, sebentar–" ucap Irene yang lantas merogoh tas kecilnya untuk mengambil sesuatu. "Nih, minum dulu, kau pasti haus kan? Hihihi ngapain juga pake lari-lari segala," kata Irene.

Hans lantas menyabet sekaleng minuman yang diberikan oleh Irene. Benar saja yang di ucapkan perempuan itu, ia memang benar-benar haus. Ia langsung menenggak sekaleng minuman itu dengan segera tanpa sisa.

"Ya, aku takut kau ngambek terus marah dan terjadi perang dunia ketiga," ucap Hans.

"Haha, apa sih Hans kok bilang gitu, emang aku ngambekan gitu?" tanya Irene.

Ia lantas melangkahkan kakinya menyusuri jalanan dimana di sisi kirinya terdapat sungai jernih yang mengalir indah. Apalagi sinar matahari terbenam memancar disana.

"Ya bukankah seperti itu biasanya kan?"

Irene hanya tersenyum tipis dan memukul lengan pria itu tanpa tenaga.

"Ren, sebenarnya ada apa kau mengajakku bertemu disini?"

"Hans, aku ingin seperti senja, dia begitu sangat indah dan pasti kehadirannya selalu ditunggu siapapun walau hanya sejenak. Iya kan?" ucap Irene yang masih menatap senja yang mulai berangsur menghilang.

Hans tampak mengerutkan alisnya, ia bingung atas ucapan Irene yang tak seperti biasanya. Namun, ia justru masih terdiam dan ingin mengetahui kelanjutan maksut ucapan Irene.

"Aku tidak tahu, apakah jika aku tidak ada, apa aku akan dikenang indah seperti senja?"

"Maksud kamu apa sih Ren, aku tidak mengerti, kau kenapa? Tidak biasanya kau seperti ini?" tanya Hans penasaran.

Irene kembali tersenyum, namun senyumnya sangat tipis dan nyaris tak terlihat. Ia tiba-tiba menghentikan langkahnya, menunduk dan menghela nafasnya.

"Ren, are you okay? Apa ada masalah? Apa aku bersalah? Katakan Ren."

Irene menggelengkan kepalanya. "Hans , tinggalkan aku."

"Hah?"

"Aku ingin kita mengakhiri hubungan ini Hans," ucap Irene.

Hans kembali mengernyitkan dahinya, ia mencerna kembali ucapan Irene. "T-tunggu, maksudmu apa?"

"Aku ingin kita putus," kata Irene.

Kini wanita itu berusaha menahan air matanya dan tak menatap Hans. Ia masih asik dengan pandangannya ke sepanjang sungai yang mengalir. Tiba- tiba Hans membalik tubuh Irene untuk menghadap ke arahnya. Ia tatap perempuan yang tak berani menatapnya itu.

"Lihat aku Ren!" ucap Hans dengan nada sedikit tinggi.

Irene tetap tak berani menatap wajah Hans. Hampir saja air matanya jatuh, namun ia tetap berusaha menahan semuanya.

Bukan Kepala Yang Kehilangan TubuhKde žijí příběhy. Začni objevovat