story by Zahra

5 1 0
                                    

Hari ini adala hari spesial untuk gadis bernama Freeya zabryna, pandangan nya tertuju pada figura pink dengan dua orang tertawa bahagia menatap kamera.

Freeya tersenyum melihat foto yg telah berusia 5 tahun itu, matanya berkaca-kaca, dia merindukan laki-laki nya. Devan.

Sudah 4 tahun Devan pergi meninggalkan Freeya tanpa alasan dan tidak pernah memberi kabar.

Gadis itu memejamkan matanya kala tak sengaja air matanya turun dengan lancangnya.

4 tahun bukan waktu yg singkat, namun Freeya mampu menjaga kesetiaannya untuk Devan.

Freeya berjalan ke arah figura yg ia letakkan di atas meja belajarnya, meraihnya dan memeluknya erat seolah laki-laki itu ada di sana.

"Devan, Freey kangen."

****
Freeya memutuskan untuk ke taman sudut kota, duduk di kursi yg mungkin umurnya lebih banyak dari Freeya.

Pandangannya lurus ke depan, menatap danau yg tenang dengan burung-burung berterbangan.

Ia ingat biasanya Devan slalu membawanya ke sini jika dia sedih dan kecewa, tapi sekarang dia harus kembali kesini sendiri.

Janji Devan hanya omong kosong.

Kini semuanya hanya menjadi kenangan manis, ia jadi teringat tentang panggilan yg Devan berikan untuknya. 'Freetai.'

Devan slalu menggodanya dengan panggilan tersebut, lalu di akhiri dengan Devan meminta maaf dan jangan lupakan es krim yg slalu Devan berikan jika Freeya marah.

Sungguh, Freeya merindukan Devan.

Tanpa Freeya sadari langit berubah menjadi gelap, sang surya sudah akan kembali ke tempatnya.

Ini adalah part favorit untuk Freeya saat berada di sini, biasanya ia akan menikmati sunset dengan bersandar di bahu Devan tapi sekarang-- ia hanya bersandar di bahu kursi.

Mati-matian Freeya menahan untuk tidak menangis tapi tetap saja, setiap mengingat laki-laki baik itu Freeya slalu menangis.

Bahkan air matanya tau jika Devan sangat berarti untuk Freeya.

Ternyata 4 tahun belum cukup untuk membuat Freeya lupa dengan Devan.

Saat Freeya tengah menunduk untuk mengusap air matanya, tiba-tiba uluran tangan dengan beberapa lembar tisu membuatnya terkejut.

"Gue nggak suka liat cewek nangis, usap air matanya." Ucap nya dengan ekspresi datar, matanya di tutupi oleh kacamata hitam.

Freeya mendongak menatap laki-laki itu, ia mengerjap berkali-kali. Kaget.

Gadis itu langsung berdiri dari duduknya, menatap sebentar laki-laki yg berada di hadapannya saat ini.

Detik berikutnya ia langsung memeluk erat laki-laki itu, masih dengan air mata yg mengalir deras.

"Ini beneran Devan, kan?" tanya nya di sela-sela tangisan.

Samar namun tampak jelas untuk Freeya, laki-laki itu mengangguk.

Devan melerai pelukan tersebut, menangkup pipi chubby milik freeya.

"Apa kabar?" tanya Devan dengan cubitan kecil di hidung Freeya.

Gadis itu menghentakkan kaki nya kesal, "Kamu ke mana aja? Pergi nggak pamitan."

"Aku capek tau nungguin kamu, aku udah kayak orang gila yg tiap hari berharap ini semua mimpi dan kamu samperin aku terus bilang kalo ini prank. Tapi masa prank sampai 4 tahun?" lanjutnya dengan kesal.

Devan terkikik geli mendengar penuturan Freeya yg masih sama seperti dulu. Menggemaskan.

"Yang penting kan sekarang aku udah ada di sini? Makasih ya udah sabar nunggu," tuturnya tulus.

Freeya mengangguk. "Sama-sama, Devan jangan tinggalin Freey lagi ya!"

Devan mengangguk dan kembali memeluk Freeya, "Iya Freetai."

Bukan Kepala Yang Kehilangan TubuhKde žijí příběhy. Začni objevovat