38. Pertemuan

2.3K 272 80
                                    



- - m e s s y - -

Kalau terlihatnya Kein sangat rela saat melepas Gale, itu sebuah kebohongan. Ia juga sangat terluka dengan perpisahan itu. Setelah semuanya, kenapa justru harus berakhir? Memang tidak pernah semembahagiakan itu di mata orang lain, tapi untuknya yang menjalani, bersama Gale adalah caranya untuk sembuh. Setiap luka yang dulu menganga lebar, pelan-pelan menutup.

Keduanya berjalan beriringan dengan duri yang masih menancap di diri masing-masing, dengan luka yang terlihat nyata, dengan rasa sakit yang datangnya bertubi-tubi. Terlihat tidak memberikan apapun, namun keduanya saling memayungi dalam hangat peluk ketika rasa sakit itu terasa. Menggenggam di gelapnya malam hanya karena tahu salah satunya baru saja baru terguncang.

Meskipun Kein selalu mengatakan pada dirinya sendiri untuk tidak menggantung harapan atas dirinya terhadap orang lain karena ia tahu akhirnya akan merasa kecewa, namun pada Gale ia bahkan menitipkan harap. Perihal harapan diantara embun pagi menjelang, setiap kecewa itu hanyut. Luruh dalam balut matahari yang tersenyum.

Bisakah memulai kembali? Ia adalah rumah yang didatangi untuk merasa hidup, figura luka itu menggantung disetiap sisinya. Kekecewaan itu tersimpan rapi dalam laci dekat ranjang tempatnya beristirahat. Kekuatan yang dibangun berdua dijadikan selimut kala dingin datang. Dalam kotak itu ditumpuk setiap perih, sesak, rasa sakit, juga hal-hal tak menyenangkan yang sudah keduanya lewati.

Keduanya sepakat saling menjadikan rumah paling nyaman di tubuh masing-masing. Meskipun disetiap rumah akan selalu ada ruang tersembunyi pemiliknya 'kan? Seolah singgah begitu lama, namun lupa ada yang terlewat. Karena pada akhirnya, kita memang tak pernah mengenal baik setiap sudut isi hati orang lain. Setiap rasa sakit itu masih disimpan sendiri.

Kalau bicara soal keegoisan, Kein tentu lebih banyak mengalah. Namun, jika bicara soal penerimaan, Gale lah yang lebih banyak memberi. Begitu banyak tutur baik yang Gale ucap padanya, meskipun hal itu beriringan dengan umpatan. Satu-satunya orang yang pernah melihatnya menangis dengan sangat menyedihkan.

Gale tidak pernah melakukan hal romantis yang membuatnya terbang tinggi, tidak pernah memujinya seolah dirinya manusia paling spesial. Gale tahu caranya menenangkan hanya dengan pelukan hangat dan kalimat magis; yang kuat atau baik-baik selalu. Cowok itu bahkan tidak pernah memberinya coklat, namun selalu tahu kalau dirinya belum makan. Ketimbang bunga, Gale lebih suka memberinya buku bacaan.

Kein melirik tumpukan buku di sudut kamarnya itu, matanya sudah berkaca-kaca sejak tadi. Tidak pernah ada tulisan lucu atau bahkan kalimat manis yang dilontarkan saat memberikan sesuatu. Gale hanya mengatakan ia membeli itu karena ingat kalau hal itu dekat dengan Kein.

"Nggak kuat, Le," lirihnya. Ia menekuk lututnya lalu membenamkan wajahnya di sana. Tanpa suara, ia menangis hanya karena mengingat semua.

Yang paling menyakitkan adalah ia tidak lagi bersama Gale untuk menghadapi masalahnya. Disaat keluarganya semakin tidak tahu harus dibawa kemana, di saat dirinya harus melepas rumah ini, dan di saat ia kembali hancur karena tahu Ayahnya tidak baik-baik saja.

Kein semakin menangis karena merasa bersalah pada Gale, harusnya ia menanyakan semua hal yang ingin ia tahu, bukan mengambil keputusan sendiri. Tentang Angki, Kein takut kalau itu memang benar darah daging Gale. Melihat Gale bersama Philove membuat dadanya sesak, bukan sekali dua kali, ia sudah lebih dari itu melihatnya. Selama ini diam, menunggu kejujuran Gale, namun cowok itu semakin menyembunyikan.

Messy (COMPLETE)Where stories live. Discover now