16. Siapa?

2.6K 285 31
                                    



- - m e s s y - -

Gale terdiam beberapa saat, ia kembali melihat layar dari mesin ATM di hadapannya itu. Terlihat sisa saldo yang ia miliki, tangannya sedikit ragu mengklik tombol itu.

"Duit tinggal satu juta, kalo diambil, gue mau jajan pake apa?" Tanyanya pada diri sendiri. Untunglah tidak ada orang yang mengantri untuk mengambil uang juga, karena kalau iya, sudah pasti Gale dimarahi karena terlalu lama di dalam.

Tidak mau membuang waktu, Gale mengambil keputusannya. Di klik tombol di sebelah kanan itu sekali lagi. Sampai kemudian beberapa lembar uang seratus ribuan itu keluar dari mesin. Tangannya dengan cepat mengambilnya, menghitungnya lagi, memastikan kalau ia tidak salah mengambil. Lima lembar yang artinya uang di ATM miliknya sudah berkurang, tersisa sebagian.

Sedangkan Kein yang sedari tadi berdiam diri di dalam mobil mengeryitkan alisnya. Matanya melihat Gale yang masih di dalam ruangan itu untuk mengambil uang di mesin ATM. Kein tidak bertanya untuk apa Gale mengambil uang malam ini. Itu hak Gale, Kein tidak pernah menuntut apapun.

Ketika mobil itu menepi, Gale hanya mengatakan ingin mengambil uang sebentar. Kein hanya mengangguk dan menunggu, tidak pernah ia bertanya hal-hal yang sifatnya pribadi. Karena terkadang Gale pun tidak menyukai ketika Kein terlalu ingin tahu.

Melihat telepon genggam Gale yang menyala itu, Kein hanya diam. Tidak pernah ada niat melihat apapun pesan yang masuk itu. Namun, tidak berapa lama, telepon genggam itu berbunyi, menandakan kalau ada panggilan masuk. Panggilan pertama tidak Kein pedulikan, sampai kemudian nada dari telepon itu berhenti. Lalu, deringnya kembali terdengar. Seolah seseorang di seberang sana tidak menyerah menghubungi Gale.

Entah mendapat keberanian darimana, tangan Kein terulur untuk mengambil telepon genggam keluaran terbaru itu. Sebuah nomor tanpa nama tertera di sana. Ia menggeser layar itu sampai kemudian panggilan tersambung. Kein menempelkan benda pipih itu ke telinganya. Ia membungkam dirinya sendiri ketika mendengar suara perempuan.

"Kamu nggak bales chat aku, Ar?" Kein semakin membisu.

Ar? Galear maksudnya? Oh nama kesayangan, bisik Kein dalam hatinya.

"Ar aku minta uang, please. Ngomong dong, Ar." Suara perempuan itu semakin pelan, ia seperti terisak pelan. "Kamu banyak berubah, Ar, kamu nyakitin aku. Kalo kamu nggak mau ngasih uang juga nggak apa-apa, Ar."

Kein tidak tahan, ia langsung mematikan sambungan telepon itu sepihak. Dirinya sampai tidak menyadari kalau Gale sudah akan membuka pintu. Di letakkannya dengan cepat benda pipih itu ke dashboard. Ketika Gale sudah duduk di tempatnya kembali dan menatapnya dengan tatapan aneh, Kein hanya tersenyum kikuk. Ia berusaha sebiasa mungkin, meski pasti terlihat mencurigakan di mata Gale.

Jantungnya berdegup, pikirannya melayang jauh. Pertanyaan demi pertanyaan mulai berputar di kepala cantiknya. Siapa perempuan itu? Ada hubungan apa dengan Gale? Kenapa dia memanggil Gale dengan nama Ar? Sedekat apa? Uang untuk apa? Kein hampir terlonjak ketika tangan Gale tiba-tiba berada di pundaknya.

"Kamu kenapa?" Tanya Gale menatap Kein bingung. Seingatnya, Kein masih baik-baik saja ketika dirinya meninggalkan Kein di mobil sendirian tadi. Namun, yang dilihatnya sekarang, Kein seperti sedang memikirkan sesuatu juga menyembunyikan sesuatu darinya. Wajahnya seperti menutupi satu dua hal dari dirinya.

Kein menggeleng cepat, ia berusaha mengontrol dirinya. Namun, sialnya tangannya justru gemetar pelan. "Eng—— enggak, aku.. nggak apa-apa kok."

Gale menyipitkan matanya. Ia benar-benar curiga dengan gelagat Kein. Yang ia tahu, Kein tidak pernah seperti ini, kegugupannya menunjukan kalau memang sesuatu terjadi padanya.

Messy (COMPLETE)Where stories live. Discover now