Ldr : 15. Kado terindah

3.1K 349 28
                                    

Iqbaal tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Jika saja ini dirumah, mungkin Iqbaal sudah memeluknya, membanjiri dengan kecupan manisnya, lalu membawanya ke udara. Ah, sayang sekali Iqbaal harus tahan semuanya.

Sekali lagi, Iqbaal benar-benar bahagia. Ia menyesal sudah berpikiran yang tidak-tidak tentang istrinya. Nyatanya, wanita itu ingat dengan hari spesialnya.

"Sayang, jadi kamu ngga lupa?"

(Namakamu) tersenyum, "Aku tuh fans kamu dari jaman kamu masih piyik-piyik, masa iya lupa." Kekehnya.

Piyik-piyik? Bahasa apa itu?

"Tapi maaf, ya. Kuenya seadanya, ngga ada tiup-tiupan lilin juga."

Iqbaal tersenyum haru, "Kamu selalu bikin aku seneng."

"Eleh, gembel kamu Mas."

"Serius ih." (Namakamu) hanya menanggapi dengan kekehan.

"Jadi kamu udah siapin semuanya?" Tanya Iqbaal, tidak mungkin juga kan, jika (Namakamu) tidak menyiapkannya terlebih dahulu, termasuk perihal kue ulang tahun.

(Namakamu) tersenyum, meraih sebelah tangan Iqbaal, membuat Iqbaal sedikit tersentak.

"Ini semuanya untuk kamu." Ucap (Namakamu) dengan lembut.

"Ha?"

"Sehari sebelum kamu pulang, aku udah ada planning buat ini semua. Ya-- meski cuma pesen kue sama booking Caffe doang si.. Ngga ada yang spesial yaa, ngga ada kado juga karena ngga sempet, hehe.."

"Kamu booking Caffe ini?" Tanya Iqbaal dengan wajah terkejutnya.

(Namakamu) mengangguk tersenyum. Pantas saja, ini Caffe sangat sepi. Bahkan saat dirinya mengatakan jika ini tutup, (Namakamu) malah terlihat biasa saja. Yaampun, kenapa Iqbaal tidak berpikir kesitu?

"Rencananya mau dari pagi Mas. Biar bisa quality time gitu sama kamu juga Echa. Tapi ya-- qadarullah aku ada acara seminar. Dan jadwalnya emang dadakan banget. Maaf, ya."

Iqbaal terkekeh, pria itu mengusap lembut pipi sang istri. "Sayang ih, kamu dari tadi minta maaf terus. Denger, ya.. Kamu inget ulang tahun aku aja udah seneng banget. Ngga perlu kado-kadoan atau apalah itu. Ini aja udah jadi kado terindah buat aku. Aku bener-bener ngga nyangka kamu nyiapin ini semua."

(Namakamu) tersenyum, "Sekali lagi, Barakallah fii umrik yaa mas Iqbaal suamiku.. Aku cuma bisa kasih ini seadanya. Tapi, doaku selalu panjatkan buat kamu. Sehat terus, jadi ayah dan suami yang baik, lancar usahanya, fokus kuliah, biar jadi sarjana. Ngga kayak aku, lulusan SMA, setahun di Pesantren, di ajak nikah, udah deh di rumah aja." Jelas (Namakamu) diakhir dengan kekehan.

Iqbaal tersenyum manis, tak lupa ia juga mengaminkan doa-doa dari istrinya.

"Kamu kalau mau kuliah, gapapa kok. Nanti aku yang biayain."

(Namakamu) tersentak, ia refleks menggeleng, "Ihh ngga apaan si!! Ngga usah Mas.. Aku udah betah di rumah. Lagian, kalau pun kuliah, siapa nanti yang jagain Echa. Kamu kuliah, aku kuliah, Echa gimana?" Sungguh, (Namakamu) tidak bermaksud kesitu. Kenapa jadi malah membahas kuliah?

"Kan ada Bunda."

(Namakamu) menggeleng, "Ngga, Mas. Aku ngga mau ngerepotin Bunda. Bunda juga punya kesibukan sendiri."

"Tapi--"

"Mas, gapapa.. Lagian aku ngga kepikiran buat kuliah juga. Cukup kamu yang kuliah, kejar cita-cita kamu. Buktiin sama semuanya, kalau kamu itu pasti bisa. Seenggaknya, kamu bisa bimbing anak-anak kita nanti kalau lagi belajar."

Iqbaal tersenyum menggoda. Apa katanya? Anak-anak? Itu artinya---

"Anak-anak?" Ulang Iqbaal.

(Namakamu) mengeryit, menatap Iqbaal yang tengah tersenyum manis bak gula.

Long Distance Relationship [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang