EPILOGUE

656 58 11
                                    

Malam selalu kelam. Bahkan ketika bulan bersinar ditemani gemerlap cahaya bintang tanpa ada awan-awan gelap, terasa masih begitu sepi. Hampa, meski angin malam berhembus sepoi-sepoi, tak membantu menghilangkan rasa sepi yang begitu memeluk kalbu. Begitu dingin hingga api di perapian tak mampu memberikan selimut kehangatan. Kembali terlarut dalam jurang-jurang dangkal, dimana emosi mengendap dan rasa takut mencengkramkan kuku kuku tajamnya didalam relung jiwa.

Alissa berlutut dihadapan tiga buah nisan. Ia etakkan masing-masing satu bunga, dan dia panjatkan doa terbaik.

"Father, mother," panggilku. Alissa menunduk saat memanggil mereka. Alissa mampu menahan air mata hingga meneteslah bulir-bulir kecil membasahi sepatu bootnya.

Alissa tatap batu nisan adiknya. Di panggilah namanya, "Mischa....

"Maaf aku baru mengunjungi kalian. Pertempuran di China menimbulkan kekacauan besar dan aku harus menjalani persidangan dan konferensi pers yang panjang. Kalian tahu, sejak Optimus meninggalkan bumi, harus ada yang melindungi para Autobot. Ku pikir aku akan dibawa ke Pentagon dan mendekam disana. Tapi untungnya, tidak--belum. Aku beruntung. Masih banyak petisi yang mendukungku dan Cade."

Alissa menghela nafas. Merasa begitu pilu harus menceritakan itu dihadapan batu yang dingin. Tapi setidaknya dalam hatinya ia percaya, mereka sedang melihat Alissa dari sana. Alissa tak tahu apakah orang tuanya akan bangga, tapi setidaknya ia berusaha dan berjuang mati-matian mewujudkan harapan terakhir mereka; untuk melindungi Optimus Prime, sang Penyelamat Bumi.

"Aku telah bersumpah dengan jiwaku untuk berjuang. Namaku telah berada diatas meja taruhan. Bahkan jika aku gagal, aku siap mati.

Dengan perginya Optimus, keadaan Bumi tak semakin baik. Aku sendirian. Tapi sekarang, setidaknya aku tidak hampa. Drift, dan para Autobot ada disisiku. Bahkan paman Jojo dan Cade kini menjadi sekutu.

"Ini bukan akhir. Namun sebuah awal," katanya. Ia mengakhiri semua pidato dan ceritanya.

Alissa hanya bisa mengepalkan tangan dan meninju tanah. Alissa teringat malam itu. Malam dimana sebuah misil transformers menghancurkan rumah keluarganya di Chicago. Malam dimana Alissa melihat ayahnya  dibekap dengan kantong hitam, dan tembak. Malam dimana ia melihat ibunya pergi dan tak kembali. Malam dimana ia melihat adik kecilnya, Mischa, dibekap hingga kehabisan nafas.

Alissa benci kenyataan ini harus menimpanya.

"Optimus Prime...our hope.."

Alissa menyentuh nisan ayahnya. Dan ia berbisik, menunduk lalu menggelenhkan kepalanya disertai sebuah tawa kecil.

"Sekarang tak ada yang bisa menghentikanku... Father, Mother, Misch, aku bersumpah dengan jiwaku." Alissa menarik nafas dan ku cengkram erat nisan itu.

Seketika Alissa selesai bersumpah, awan-awan hitam menyelimuti langit. Hujan lebat tiba-tiba mengguyurnya dan membasahi jubah hitam yang ia pakai. Petir-petir menyambar tak beraturan sampai menyerupai badai. Alissa melepas kacamata hitamnya, lalu ia pandang langit.

Alissa merasa, sore itu seakan-akan alam ikut merasakan tekat didalam hatinya. Alissa merasa seakan-akan bukan hanya ia yang terbakar namun juga ribuan korban yang telah melayang akibat pertarungan ini; baik dari Autobot maupun manusia. Juga korban dari orang-orang yang dikambing hitamkan oleh komplotan yang menghancurkan keluarganya. Alissa merasa, mereka mengizinkan dirinya untuk mewakili perjuangan mereka.

Alissa berdiri. Ia membentangkan kedua tangannha. Ia rasakan semangat membakar dan bergelora. Mulai malam ini pula, Alissa akan menggali informasi tentang pemburu transformers dan tentang pekerjaan ayahnya. Apa dan siapa yang terlibat dan siapa saja Autobot yang terdata di NEST.

Transformers : Tears of the DragonWhere stories live. Discover now