LIMA

20 3 0
                                    

Matahari tenggelam adalah pemandangan yang sangat menakjubkan, cahayanya yang keemasan menyebar memberi warna yang indah pada air laut. Keindahan tersebut menjadi pemandangan yang tak pernah dilewatkan oleh Kayana. Setiap senja menjelang, gadis itu selalu duduk sendirian di pasir pantai yang dingin, membiarkan ombak menjilati kakinya, terkadang juga nakal membasahi pakaiannya, seolah ingin membelainya, memberinya kekuatan agar ia tidak terus-terusan dalam kesedihan. Di balik keindahan matahari terbenam yang memancing decak ketakjuban, ada sebongkah kepedihan yang terus ditekan kuat-kuat oleh penikmatnya agar tidak muncul ke permukaan.

Lautan menjadi saksi, bagaimana kepedihan Kayana yang tak pernah mampu diungkapkannya dalam bentuk kata-kata. Setiap hari di waktu senja, Kayana menangis dalam diam, air matanya luruh tanpa isakan, membiarkan ombak menemani dan mengasihaninya, hanya ombak. Menjadi satu-satunya alasan mengapa setiap senja ia selalu duduk seorang diri di pantai, menatap keindahan matahari tenggelam dengan linangan air mata, semata-mata agar ia tidak perlu melihat sosok yang dicintainya menjadi sosok ‘lain’ yang tak dikenalnya. Kayana tidak sanggup melihat Papi berangkat kerja. Hatinya teramat sakit setiap melihat tubuh kurusnya yang ringkih harus dibalut pakaian wanita, berdandan sangat cantik seperti wanita dan pekerja hanya untuk mendapat uang tak seberapa agar mereka tidak kelaparan dan tetap punya tempat untuk berteduh dari panas dan hujan.

Papi bekerja di sebuah bar yang terletak di sebuah hotel tidak jauh dari perbatasan Batang-Pekalongan sebagai peracik minuman—itu yang Papi katakan pada Kayana, selebihnya Kayana sama sekali tidak tahu apapun. Bukan masalah pekerjaanya sebagai peracik minuman yang membuatnya berurai air mata, tetapi melihat Papi yang sangat disayanginya berdandan seperti seorang perempuanlah yang membuat hatinya menjerit.

Dengan tubuh gemulai, paras ayu, dan tutur kata lemah lembut, jauh dari kesan laki-laki pada umumnya, orang menyebut Papi waria, banci, bencong, atau apapun sebutan lainnya. Namun, sejatinya Papi adalah seorang pria sesungguhnya yang dikaruniai fisik mirip perempuan. Seperti laki-laki pada umumnya, Papi juga jatuh cinta pada wanita dan menjadi seorang ayah yang sangat bertanggung jawab bagi putri tunggalnya. Kehidupan rumah tangga kedua orang tuanya sangat bahagia sebelum semuanya dirusak oleh wanita yang ia sebut Mami.

Kayana masih ingat, Papi mencuri sebuah ciuman di pipi Mami ketika mereka mangajak Kayana kecil ke pasar malam. Di bawah bianglala yang berputar, Mami tersipu-sipu malu tatakala Papi menatapnya penuh cinta. Kehidupan mereka terlihat sangat sempurna sebelum kemudian Mami membuang suami dan anaknya sehingga Papi harus bekerja ekstra keras untuk menghidupi Kayana.

Fisik Papi yang tidak sekuat laki-laki pada umumnya membuatnya kesulitan mendapat pekerjaan. Papi pernah mencoba bekerja di sebuah pabrik kayu, beliau sering sakit-sakitan hingga akhirnya dipecat karena terlalu sering absen. Dari situ Papi berpindah ikut proyek PLTU, tetapi hanya bertahan beberapa minggu, tenaganya tidak kuat untuk menjadi kuli bangunan. Segala jenis pekerjaan dicobanya sampai berjualan es tebu di pinggir jalan, tetapi akhirnya berhenti lantaran terkendala modal. Kebutuhan sehari-hari yang semakin mendesak, belum lagi uang sewa tempat tinggal mereka yang harus dibayar setiap bulannya membuat Papi tidak punya pilihan lain selain menerima pekerjaan di bar dengan syarat utama harus berdandan seperti perempuan setelah mempertimbangkan gajinya lumayan untuk menutup kebutuhan hidup.

Kayana tidak pernah berhenti menyalahkan diri sendiri setiap melihat Papi berangkat kerja dengan menjadi orang lain yang asing bagi Kayana, ia merasa menjadi anak yang tidak berguna ketika melihat Sang Papi pontang-panting sendirian mencari nafkah untuk dirinya. Bertahun-tahun Kayana menyimpan kepedihan tersebut rapat-rapat, tidak membiarkan Papi mengetahuinya. Ia lebih memilih menyingkir ke pantai setiap senja semata-mata agar tidak perlu melihat Papi berangkat kerja, hatinya teriris setiap melihat Papi dalam dandanan seorang perempuan. Kayana akan kembali ke rumah saat Papi sudah berangkat. Hal tersebut sudah berlangsung selama bertahun-tahun sejak Kayana masih remaja. Kini, Kayana sudah dewasa, harapan terbesarnya adalah lulus kuliah dengan nilai terbaik sehingga besar kemungkinan direkrut untuk bekerja di perusahaan Barawijaya.

Wanita Senja (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang