• phases 17 / ?

157 27 174
                                    

Don't forget to read chapter 16 if you haven't!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Don't forget to read chapter 16 if you haven't!

Keluar dari toilet, Zion dan Austin berjalan beriringan. Sepeninggal obrolan yang terjadi di depan wastafel, kedua insan itu tak berucap lagi.

"Apapun yang gue kasih tau lo di sini, tinggalin di sini. Jangan kasih tau siapa-siapa, jangan dibahas." titah Zion dengan tegas. Austin mengangguk mengerti.

Kepala Austin terus mengiang-ngiang ke dua puluh menit yang lalu. Tak pernah ia bayangkan ia akan mendapati Zion dalam keadaan itu.

Zion meringkuk di dalam salah satu bilik toilet. Derus napasnya tak beraturan, matanya berair, wajahnya berkeringat. Austin yang tak bisa diam sajapun langsung memanggil-manggil nama cowok itu, hingga ia mendorong pintu bilik toilet satu persatu.

Bilik toilet Zion tidak terkunci. Tentunya Austin terlonjak kaget.

"Lo.."

Seperti orang kesusahan napas, Zion menarik kerah seragamnya kesana kemari. Ia berusaha menatap Austin, tapi lagi-lagi tatapannya teralih.

"Zai, l-lo kenapa?" tanya Austin panik. Suaranya sedikit getir. Zion tidak terlihat lemah di matanya. Bagi Austin, sesuatu yang parah terjadi pada cowok itu--sangat parah sampai ia berakhir begini.

Zion tidak merespon, deru napasnya makin berantakan. Keringatnya mulai menetes.

Sial. Bisa-bisa Zion mati di sini kalau Austin diam aja.

"Napas Zai, napas. Napas pelan-pelan!" tutur si cowok berman-bun, menyentuh bahu Zion dan jongkok di hadapannya. "Tarik napas yang dalem.. tenang, ya? tenang, tenang."

Setelah hening untuk beberapa detik, Zion mengangguk. Ia menarik napas dalam, lalu membuangnya dengan sangat pelan. Hal itu ia lakukan berkali-kali, sampai cengkraman pada kerahnya sendiri ia lepas.

Butuh waktu lima belas menit agar dentaman di dadanya mereda. Akhirnya kepala Zion terangkat. Ia sisihkan dreads yang sempat menutupi penglihatannya untuk menatap Austin.

Tanpa ia sangka, Austin rela 'mengurus'nya entah seberapa lama, memastikan ia baik-baik saja.

"Sorry you had to see that," maaf Zion, merasa malu. "I hate it when it happens too."

Austin menghela napas.

"Kenapa lo kesini nyari gue?"

"Lo dikhawatirin anak kelasan, terutama chairmate lo, tuh, Aubrey," mulainya. Setelah melihat wajah Zion rileks, Austin melanjutkan. "Gue benci toilet sekolah. Tapi gue yang dipercaya buat nyari lo, jadi gue maksain kesini. Lo dikira bolos, tahu?"

Zion mengiyakan ucapan Austin dengan mengangguk kecil. "Udah berapa lama gue disini?"

"Kalo diitung dari lo keluar kelas sih udah satu jam lebih. Bel pulang bunyi dari lima belas menit yang lalu."

FASE - prettymuch (DISCONTINUED)Where stories live. Discover now