• Phases 1/?

658 99 85
                                    

Pagi itu sangat mendesak. Pikiranku berserakan di seluruh tempat. Aku bahkan belum sempat mengecek notifikasi handphone-ku yang sedari tadi berbunyi, atau berdandan di depan cermin vanity.

Yang aku tahu, aku harus memakai seragam dan membawa pensil secepatnya aku keluar dari kamar mandi. Tidak peduli atributku sudah lengkap apa belum.

Hentakan lagu dari Rico Nasty yang diputar melalui speaker diatas nakas juga tidak membantu. Aku tidak sempat mematikannya. Lagu itu bertempo cepat dan memperkeruh suasana.

Kini, saking paniknya aku, seluruh kamarku berantakan. Kumpulan rangkuman biologi terinjak-injak di lantai, bantal dan selimut yang diatas kasur kini berjatuhan, dan dasi berwarna abu-abu yang seharusnya aku pakai, dibiarkan tertinggal.

Sambil berjalan menuju pintu, aku juga memakai kaus kaki dengan cara melompat-lompat. Aku benar-benar kehabisan waktu!

Tapi baru saja aku menyentuh gagang pintu, seseorang sudah mendorongnya ke dalam dari luar. Kakiku yang satunya melayang di udara kehilangan keseimbangan, membuatku hampir ambruk--yang tentu ditahan oleh ibu paruh baya di depanku.

"Aubrey," Kedua tangan Mama menyentuh ujung bahuku--lebih tepatnya mencengkeramnya. Tatapan Mama menajam, membuat seluruh tubuhku merinding seketika. "Kenapa kayak dikejar setan?" Tanyanya, berusaha kalem.

"Mama bilang udah jam tujuh kurang sembilan. Kalo Aubrey telat dikunciin di luar enggak bisa ikut UKK!"

Mama menyingkirkan badanku dari depan pintu dengan menepis, lalu masuk ke dalam kamar. Ia menoleh ke arah jam dinding, menunggu aku untuk ikut menoleh. Seperti biasanya saat Mama lelah menghadapiku, ia menghela nafas.

Jam 6 lewat sepuluh.

Berikutnya, tanpa berbicara, Mama memungut barang-barangku yang berceceran di lantai. Situasi ini sangat menegangkan. Rasanya, Mama bisa meledak sekarang juga. "Sengaja biar kamu mau bangun pagi, sempet sarapan sama belajar."

Aku mengangguk pelan. Memang aku butuh belajar pagi sebelum UKK, walaupun tadi malam sudah menguras otakku sampai tengah malam.

Aku kira situasiku sudah aman, sampai aku teringat dengan benda yang terpatri di atas nakas.

"IN REAL LIFE I'M A SHARK YOU'RE A GOLDFISH!" Seru Rico Nasty. Aku lupa, aku belum sempat mematikan lagu yang menyala. Dan detik itu juga aku mendesis, tahu dengan lirik berikutnya yang bisa saja didengar Mama.

"..HERE'S MY DICK REAL QUICK CAN YOU HOLD IT?!"

Ah, sial. Mama memang pembicara bahasa Inggris yang fasih. Kini ia langsung mematikan speakerku dan balik badan. "Buru-buru mesih sempet aja nyalain musik. Sana ke meja makan!"

Sambil sarapan, aku tidak bisa tahan mendengarkan celotehan Mama. Mulai dari topik cara menjadi perempuan, pilihan musik yang aku dengarkan, bahkan hal sepelepun ia bicarakan.

Jadi yang aku lakukan adalah chatan dengan Gibran, pacarku yang nantinya akan menjemput. Tujuannya untuk mengabaikan Mama. Walaupun begitu, aku bisa rasakan hawa-hawa tidak enak mendekat.

Mama sudah duduk di depanku dengan senyum menyeramkan.

"Aubrey, i don't know what i do wrong, tapi kamu jadi enggak cewek banget sekarang." Mulainya.

"Oh, for god's sake! Cuman minggu ini karena aku mau UKK, janji!"

"Semenjak kamu pacaran sama si vokalis band, kamu jadi enggak jelas, tahu? Kasur berantakan, kamu hobi di kamar enggak keluar-keluar, sekarang musik kamu enggak jelas."

Mama berlebihan. Dari orok, aku memang suka mendekam di atas kasur.

"Gibran enggak ada pengaruhnya! I love rap right now theres nothing wrong with it."

FASE - prettymuch (DISCONTINUED)Where stories live. Discover now