一 | Sore itu

5K 758 209
                                    

Senja sedang merekah di angkasa ketika angin sepoi-sepoi membelai rambutnya dengan lembut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Senja sedang merekah di angkasa ketika angin sepoi-sepoi membelai rambutnya dengan lembut. Keheningan berdiri di sampingnya, memandangnya yang sedang bersimpuh di depan makam berkeramik biru. Dua kuntum bunga lily putih menjadi saksi bagaimana lelaki itu tampak muram. Benar saja, ia muram melihat makam yang beirisi jasad orang terkasihnya.

Fabiano Farel, itu namanya. Ia bersimpuh di hadapan makam mantan istrinya sore ini. Sebagaimana rutinitasnya yang selama ini ia lakukan. Berkunjung ke makam mantan istrinya dan anaknya kemudian bermonolog tentang kehidupannya di sana sampai adzan maghrib berkumandang. Makam itu seolah-olah menjadi rumah Farel untuk pulang.

"Maaf aku baru berkunjung. Minggu kemarin aku sibuk. Ada beberapa operasi dan jadwal konsultasi pasien." ucap Farel sembari memandang sendu ukiran nama di batu nisan itu.

"Kamu sama adek lagi main ya? Kira-kira adek udah besar belum? Mungkin kalau dia masih hidup, dia udah gede. Jadi anak yang cantik kayak kamu," monolognya lagi. Kali ini ia melirik makam kecil di samping kiri makam mantan istrinya. Makam kecil itu adalah makam milik bayinya yang meninggal setelah dilahirkan.

Nafas Farel tercekat. Sekelebat ingatan tentang tangis anaknya yang lemah setelah berhasil keluar dari zona nyamannya, kemudian perlahan-lahan hilang seiring dengan detak jantungnya. Tidak hanya anaknya, istrinya pun demikian. Nafas keduanya hilang di saat yang bersamaan. Farel benar-benar terpuruk saat itu. Niat hati ingin menyambut kelahiran bayi perempuannya, tapi Tuhan malah menjemputnya. Jangankan bayinya, istrinya juga.

"Aku kangen kalian. Aku pengen ketemu kamu. Aku pengen ketemu adek juga. Tapi aku tidak bisa meninggalkan dunia karena tugasku. Lantas aku harus apa?" Farel mengerang. Entah karena sesak pada dadanya atau panas pada matanya mulai terasa.

"Aku capek menahan rindu yang gak pernah habis. Aku gak bisa."

Farel menangis, menumpahkan kesedihannya di depan makam itu. Ia tidak peduli orang-orang melihatnya atau menggunjinginya. Ia sudah terlalu sesak sampai opsi mati mungkin lebih baik daripada menangis.

Dokter berparas tampan itu (sekadar informasi) sudah menduda sejak umurnya baru dua puluh satu tahun. Waktu itu ia menikah muda dengan pacarnya sehabis lulus dari studi pendidikan kedokteran yang diambilnya. Farel memang terburu-buru dulunya karena ia pikir lebih cepat lebih baik. Ia menikahi pacarnya yang masih berkuliah semester akhir di jurusan yang berbeda, yaitu jurusan perencanaan wilayah kota. Awalnya niat Farel ditolak oleh kedua orang tua pacarnya. Tetapi karena suatu kondisi, mereka berdua langsung dinikahkan. Dua bulan setelah pernikahan mereka, istrinya mengandung buah hatinya.

Farel tentu saja bahagia meskipun terselip rasa tidak siap untuk menjadi ayah. Tetapi ia mencoba untuk menerima kehamilan istrinya dan merawatnya agar mereka berdua sehat. Beberapa waktu berlalu hingga mendekati bulan kelahiran, sang istri sering mengeluh tidak enak badan, kaki yang membengkak, sakit perut dan sebagainya. Setelah dikonsultasikan kepada dokter kandungan, istri Farel menderita preklampsia. Kondisi itu tentunya berbahaya untuk istri dan anaknya. Segala cara pun dilakukan agar mereka bisa sehat.

[S1] Enigma ft Hwang HyunjinWhere stories live. Discover now