Vanilla tidak menjawab hingga terjadi keheningan diantara mereka. Tak lama Vino menghela napas, seolah menyerah untuk meyakinkan Vanilla.

Dengan ragu Vino mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya, lalu memberikannya kepada Vanilla. "Itu undangan pernikahan Vanessa dan Dava," ucapnya membuat Vanilla kembali mendongak dengan matanya yang kini berkaca-kaca. "Lo pasti ingat dengan rencana  perjodohan mereka bertahun-tahun yang lalu."

"Selama ini Dava nunggu Lo kembali, Nil. Tapi sayangnya Lo gak pernah kembali. Dava sudah gak punya harapan lagi, sampai akhirnya dia memilih untuk menerima perjodohan antara dia dan Vanessa."

Vanilla langsung mengusap air matanya yang tiba-tiba saja jatuh. "Itu udah jadi pilihan gue, Vin. Gue harus terima konsekuensinya. Lagi pula, gue dan Dava udah berpisah secara baik-baik." Vanilla langsung mengingat pertemuannya dengan Dava di bandara dua tahun yang lalu.

"Itu bukan pilihan, Nil, tapi egois. Lo hanya memikirkan diri Lo sendiri tanpa mikir perasaan orang yang gak ingin kehilangan Lo lagi. Jujur, gue kecewa sama sikap Lo!"

Vino berdiri dari kursi yang di dudukinya dan pergi begitu saja meninggalkan Vanilla yang masih bergeming di tempat.
Vanilla menatap nanar undangan yang tergeletak di atas meja. Ia melihat nama orang yang ia cintai akan bersanding dengan kakak kembarnya sendiri, jujur itu membuat hatinya seperti di tusuk ribuan jarum. Baru saja ia mengingat kenangan pahit yang sekarang berubah menjadi kenyataan.

Benar kata Vino, ia egois. Dan karena keegoisannya itu, Vanilla lagi-lagi harus merasa kehilangan. Vanilla terlalu takut, dan hanya memikirkan dirinya sendiri, hingga pada akhirnya rasa sakit itu tercipta karena harus menerima kenyataan bahwa orang yang di cintainya jatuh ke pelukan orang lain, yang tak lain tak bukan adalah kembarannya sendiri.

*****

Elang menyemburkan kopi yang baru saja masuk ke dalam mulutnya ketika ia mendapat pesan berisikan gambar yang di kirim Vino beberapa detik yang lalu. Segera ia beranjak dari sofa dan berteriak memanggil nama Jason yang sedang berkutat di dapur karena kelaparan.

"Omo, Omo!!!" teriaknya melempar ponselnya kearah Jason. Untung saja Jason sigap dan langsung menangkap ponsel tersebut.

"Apaan sih!?"

"Bang Nono beneran ketemu sama Vanilla!"

Mata Jason membulat, ia langsung mengecek ponsel Elang dan melihat foto berisikan seorang gadis yang sedang fokus menggambar. Mata Jason langsung berkaca-kaca dan tersenyum senang. Terakhir kali ia melihat Vanilla, rambut adiknya itu masih berwarna coklat, dan sekarang berganti menjadi hitam.

"Bang Nono pake jurus apaan ya? Kok bisa ketemu sama Vanilla? Sedangkan Lo yang udah keliling-keliling kayak gak punya rumah, gak ketemu-temu tuh."

Berarti orang yang waktu itu Jason lihat sekilas adalah Vanilla. Benar Vanilla.

Sebuah pesan kembali masuk ke ponsel Elang. Kali ini sebuah voicenote yang di kirimkan oleh Vino. Tanpa berlama-lama lagi, Jason langsung memutar voicenote yang berisikan percakapan antara Vino dan Vanilla. Detik itu juga Jason meneteskan air matanya. Suara itu masih sama, sama sekali tidak berubah.

"Wah gila!" respon Elang yang ikut mendengarkan rekaman percakapan tersebut. "Dapat ilmu dari mana tuh anak? Bisa kena tindak pidana pemalsuan tuh!"

Jason langsung mengarahkan tatapan membunuhnya pada Elang yang langsung membungkam mulutnya dan membuat gerakan seolah mengunci mulutnya sendiri.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now