Bagian 2 (Tigor)

166 0 0
                                    

"yah galaww terosss, ngenes pula lagi" Ejek gilang setelah melihat gambar tanganku.

"hehe, Tadi pagi dia baris paling depan pas upacara.. hoki bener pagi-pagi liat yang ganteng" ucapku sambil senyum-senyum bahagia.
Gilang memutar bola mata tak perduli dan kembali tidur dengan tas sebagai bantalan diatas meja. Kali ini dia mungkin sudah bermain Dota dalam mimpinya.

Dota merupakan salah satu game yang sedang populer saat ini. Gilang memang hobi pergi kewarnet untuk bermain game bahkan mungkin bisa sampai larut. Badanya kurus dengan kulit sawo matang khas Indonesia. Perawakannya tegap dan tinggi. Dia memiliki mata yang cukup besar yang jika dilihat persis dengan mata unta dengan bulu mata Panjangnya. Tidak lupa kantung matanya yang berlapis menandakan ia sering begadang.

'wuiiiiuuuu! Wuiiiuuuu! Wuuiiiuuuu!' sirine tanda masuknya jam istirahat berbunyi. Sekolah ku menggunakan dua jenis peringatan pergantian jam yakni bel berbentuk segitiga yang biasanya dipukul menggunakan batu oleh guruku ketika listrik mati. Dan bel sirine yang dihidupkan sebanyak 3 kali. Karena sekolah ku tidak begitu luas jadi kedua nya masih efektif untuk digunakan.

"Jadikan sebagai tugas, minggu depan dikumpulkan.. silahkan istirahat, assalamualikum wr.wb", "walaikumussalam buk" jawab kami serentak membalas salam dari Buk yeni guru Agama yang mengajar pagi ini.
Buk Yeni adalah guru yang lembut dan santun, mungkin karena sikap beliau yang tidak pernah marah aku jadi berani menggambar dikelas beliau.

Walaupun begitu bukan berarti aku mengabaikan guruku. Selagi aku mengambar, aku tetap mendengarkan dan mengikuti instruksi guruku saat mengajar. Yah, meskipun sering juga aku tidak fokus karena lebih asik menggambar.

Aku tak melawan, hobi itu menyenangkan dan menjauhkan ku dari mengantuk. Karena menurutku tidur di kelas itu tidak sopan dan menjadi sasaran empuk untuk mendapat omelan sepanjang teks proklamasi tanpa diketik Sayuti Melik. Skip.

'Kriuuuk kriuuk' bunyi indah suara perutku.

"ah laparnyaaa. Ewii!!! Kantin pak uncup yook" sorak ku pada sahabatku.
Ewi yang sudah berada di dekat pintu keluar pun menoleh seraya menjawab "Ya ayok cepat bro! nanti nasgor pak uncup habis!" mendengar itu aku setengah berlari menghampirinya.
"yok yok cepat!" ucapku singkat tidak mau kalah bertarung mendapatkan nasi goreng pak uncup yang nikmat.

Sialnya kelas kami berada ditempat paling tinggi disekolah.. maka kami harus menuruni tangga yang sedikit memperlambat. Tapi entah bagaimana ewi bisa gesit sekali melangkah diantara murid yang bergerumun menuruni tangga.

Dia seperti bocah hiperaktif, ceria dan gesit sudah jadi sifatnya. Tapi itu yang membuatku suka berteman dengannya, sifatnya yang terbuka dan ceria membuatku dapat bebas berekspresi karena jujur kadang mulutku ini memang sedikit tajam sehingga mudah membuat orang lain tersinggung.

"ih dasar kura-kura! Lambaat!! Ayoo buruan" dengus Ewi padaku yang masih terhimpit diantara kerumunan. Seketika dia menarik tanganku, "huuuaah, akhirnya bebaaass!! sankyuu" ucapku ketika sudah berada ditempat terbuka. Sankyu(ucapan terimakasih ala ala wibu atau penggemar berat jejepangan seperti aku).

Belum lama lega, kami harus baku hantam lagi di kantin pak uncup, 'astagaa ini kantin atau pasar malam sih?!' batinku.
"Paaaak! Nasgornya 2 paaaak!" teriakku sambil mengacungkan 2 jari tanpa unsur politik ke pak uncup.skip

"yeaayy akhirnya makan uhuuuy" ucap Ewi bahagia.

"Bismillah jangan lupa" sahutku cepat. "ehehehe udah dong ,doa dalam hati" balasnya.
"lah yang nyuruh pake toa juga sapa?? Dasar kelinci oon" balasku bercanda. "enak aja oon, dasar kura-kura lemot" balasnya sengit. Dan berlanjutlah hinaan demi hinaan disetiap suapan nasi kami. "bro, aku kok ngerasa meja depan itu ngeliatin kita terus ya?" bisik Ewi kepadaku.

Seketika aku melihat arah yang dibicarakannya dan benar saja dugaanku. Mereka juniorku seangkatan dengan Dewi kelas 1, tapi beda dengan Dewi yang MIPA mereka anak IPS.
"oohh, biarin aja, anak kelas satu itu.. biasalah kalau artis pasti banyak fans"bisikku narsis yang membuahkan sebuah getokan sendok dari Ewi dengan wajah jijik.

Berbeda dari sebelumnya kurikulum yang tadinya KTSP berubah menjadi kurikulum 2013, yang membuat seluruh siswa kelas 1 wajib mengikuti pramuka. Dan apesnya pada saat itu aku menjabat sebagai pradani(ketua bagian putri) yang mana jabatanku baru akan copot di akhir semester ganjil ini. Peminat pramuka disekolahku tidaklah banyak karena kagiatannya yang melelahkan dan mengotori baju.

Sehingga membuat kami yang sedikit ini kerepotan untuk melatih siswa kelas 1 yang mungkin satu dari kami akan menghadapi 25 siswa. Semakin banyak pesertanya maka semakin banyak pula perangainya. Dan tentunya kami akan bertemu dengan yang sulit untuk diatur.

Sebagai pradani aku dituntut untuk tegas, mau tidak mau aku lah yang menjadi momok menakutkan bagi siswa kelas 1 ini. Dan sekali lagi tidak semua bisa diatur, yah selagi Pembina masih menjadi pelindungku mereka bisa apa? Mereka tidak takut padaku, itu sudah jelas.

"alhamdulillah kenyangnyaaa" Ewi berkata masih sambil menyeruput minuman kemasan ditangannya.
Kami pun berjalan santai menuju kelas hingga tiba-tiba seseorang yang sepertinya secara sengaja menyenggol bahuku dengan keras.

Aku dan dia bertemu pandang, dan lagi itu hanyalah anak kelas 1 yang aku lupa Mipa atu Ips. "kenapa hus? Kok berhenti? Hah? Liat siapa?" ucap Ewi celingukan mencari sumber perhatianku. "ada adek ganteng tadi hehehe" ucapku bohong. "hah manaaaa...!!! Ih rejeki kok gak bagi-bagi!!" sungut Ewi tidak terima. Aku hanya cengengesan saja sambil terus berjalan mendahuluinya.

Setiba kami dikelas, tidak lama kemudian sirine nyaring yang dapat membangunkan ultraman tidurpun berbunyi. Menandakan adanya bahaya, maaf menandakan istirahat telah berakhir.

Pelajaran berikutnya adalah Matematika sehingga membuatku tidak bisa menggambar. Bukan karena gurunya yang killer hanya saja susah bagiku untuk belajar otodidak menyangkut hitung menghitung, apalagi aku kaum miskin paket yang lebih memilih buka sosmed ketimbang belajar.
Dan begini juga aku pernah ikut olimpiade Matematika waktu SD walaupun belum menang, bukan kalah hanya belum menang.

Setelah mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh, tidak terasa sirine tanda pulang sekolah pun berbunyi. Tidak berapa lama pak hasdi guru matematika ku mengakhiri pelajaran setelah juga memberikan beberapa pengumuman mengenai kelas belajar sore khusus anak kelas 3.
'hmm minggu depan udah mulai lembur nih' batinku.

Seperti biasa setelah membangunkan gilang yang tertidur dan bersenda gurau dengan Ewi, akupun menuju parkiran menunggu Dewi dan Ola.

'Deg' tiba-tiba aku berpapasan dengan seseorang bernama Tigor yang aku sukai sejak dari kelas 1. Panik! Itu yang kurasakan, biasanya aku bisa langsung memutar arah untuk menghindari  berpapasan dengannya karena aku sangatlah gugup. Tapi jarak kami sekarang terlalu dekat aku tidak bisa memutar arah. 'astaga kok kamu ga liat ada dia sih husnaa begooo' ucapku dalam hati.

Aku hanya menunduk dan entah aku merasa diperhatikan olehnya atau hanya merasa ke PD an, kuberanikan untuk menatapnya. 'brak!' bunyi dari kaca helm yang beradu ketika kututup dengan cepat. 'bodoh!! Kamu ngapaiin begoo!!' umpatku dalam hati. Tiba-tiba saja helm yang tadinya aku pegang, aku pasang dengan cepat dan buru-buru menurunkan kaca nya dengan cepat seperti orang bodoh. Aku berfikir Seolah-olah bisa menyembunyikan diri hanya dengan memakai helm.

Jantungku berdegup kencang tak beraturan sambil tak hentinya aku berteriak dalam hati. 'Senyum! Tadi dia senyum ke aku?!!!!!' antara rasa senang dan tidak percaya aku masih berdebar-debar. Aku tidak salah liat! Tigor tersenyum kepadaku!!

Kertas Abu-AbuWhere stories live. Discover now