Antis

2.1K 337 19
                                    

Haechan mengambil kertas-kertas yang berserakan. Ia memandang satu persatu kertas tersebut. Fans tersebut bahkan tahu Bianka bukan berasal dari Korea.

Koreksi, mereka bukan fans. Mereka adalah manusia yang terobsesi dengan dirinya.

"Jeno nggak sengaja dapat semua ini dari Bianka, chat sempat dihapus namun sudah keburu masuk kedalam camera roll nya Jeno," Jaemin berdiri disebelah Haechan yang kini terduduk di depan kamar miliknya dan Jeno.

"Sejak kapan?" tanya Haechan.

"Kami nggak yakin, tapi Bianka bilang belum lama ini, tapi itu semua yang ia dapat," Jaemin mengambil gelas keramik miliknya dan mengisinya dengan air hangat.

"Ini banyak banget...." Jisung ikut duduk disamping Haechan, Haechan mengusap ujung matanya yang berair.

"Bang..." Jisung memandang Haechan dengan khawatir.

"Kenapa Bianka nggak bilang?" tanya Haechan dengan suara bergetar. Katakan Haechan cengeng, tapi ini memang sudah kelewat batas, Haechan sudah kelewat rapuh.

"Haechan, Bianka pasti punya alasannya sendiri," Renjun memandang Haechan dari sofa.

Haechan menoleh, memandang Renjun yang kini berusaha menguatkan rekannya itu, namun sedetik kemudian pria bermarga Lee itu kembali memandang lembaran berisikan screenshoot pada gawai Bianka.

•••

"Cereal gue habis, ke aprilmart dulu ya?" Lisa menarik Bianka lalu memeluk lengannya sembari memandang sahabatnya itu dengan mata berbinar, Bianka tertawa lalu mengangguk.

Tiba-tiba Bianka merasakan ponselnya bergetar.

Haechan.

Bianka mengerutkan dahinya.

"Halo?"

"Bi?"

Bianka memandang Lisa yang kini sepertinya paham. Lisa mengangguk dan Bianka akhirnya berjalan meninggalkan sahabatnya menuju tower apartemen miliknya.

"Ada apa Hyuck? Aku baru selesai kelas!" suara Bianka terdengar ceria, membuat dada Haechan semakin sesak.

"Ah, senang dengernya," Haechan terkekeh kecil, Bianka tersenyum walaupun keduanya tau mereka tidak dapat saling melihat senyuman satu sama lain.

"Aku kangen,"

Bianka menghentikan langkah kakinya. Ia merasa ada yang aneh karena jarang sekali Haechan menelponnya diwaktu-waktu seperti ini, ditambah suara Haechan yang serak dan terdengar berbeda dari biasanya.

"Hyuck, kamu nggak apa-apa?"

Haechan memejamkan matanya. Harusnya dia yang bertanya seperti itu kepada Bianka.

"Kamu makannya tepat waktu kan? Maagh kamu kambuh nggak?" Bianka mendorong pintu menuju lobi apartemen dan berjalan kearah lantai dua lobi.

"Nggak, aku baik-baik aja, aku kangen aja, maaf hari ini nggak sempet kirim pesan.."

Bianka terkekeh, "apasih? biasanya juga gitu? nggak papa kali?"

Haechan tertawa, rasanya sakit mendengar suara Bianka. Rasa sakit itu menjalar lebih luas saat dirinya bahkan tidak dapat hadir ada disamping Bianka saat ini.

"Aku yang harusnya tanya ke kamu, kamu nggak apa-apa?" tanya Haechan perlahan.

Bianka terdiam, ia memekik terkejut saat seseorang memutar badannya dengan cukup kencang. Gadis itu memandang Arkan yang kini berdiri tepat didepan Bianka dengan napas tak teratur. Pria dengan tinggi lebih dari 180 cm itu berjalan kearah Bianka dan mengambil ponsel gadis itu.

"Why don't you ask your own manager now, mate?"

pip.

Bianka memandang Arkan dengan mata memerah miliknya, "Arkan kamu itu apa-apaan sih?!" Bianka mengambil kembali ponselnya namun Arkan menahannya.

"Jangan, buka, internet, malam ini, paham?" Arkan menunjuk Bianka, tepat diwajahnya.

"Arkan gue bilang jangan-"

Bianka memandang Lisa yang kini terlihat jauh lebih berantakan dari Arkan. Gadis itu terlihat tidak baik, wajahnya sembab, matanya merah, pipinya basah akibat air mata.

Bianka perlahan menurunkan lengannya, ia memandang kedua sahabatnya. Sesuatu tidak baik telah terjadi. Ia bisa rasakan itu.

"Ada apa...?" cicit Bianka, seketika ia merasakan ketakutan yang tidak pernah ia rasakan selama ini.

Lisa berjalan kearah Bianka dan langsung memeluk sahabatnya itu, ia mulai terisak.

"Bukan salah lo Bi... Bukan salah lo...."

Bianka mengalihkan pandanganbya pada Arkan, namun pria itu memilih untuk tidak menandang balik gadis didepannya itu.

"Jangan buka internet, okay? Sekarang balik ke kamar dan jangan buka internet..." Lisa menangkup kedua pipi Bianka.

"Kalian kenapa?" Tanya Bianka bingung, Lisa menggeleng. "Pokoknya malam ini lo tidur, jangan ngapa-ngapain selain tidur, nggak ada tugas juga kan besok? Tidur aja pokoknya malam ini.."

Bianka memandang Lisa dan Arkan secara bergantian dengan bingung.

•••

"Mereka tahu," Taeyong memandang Haechan yang baru saja memasuki ruangan.

Haechan memasuki ruang recording dengan langkah berat, Doyoung memandang Haechan dengan khawatir.

"Sudah kubilang," Yuta menunjuk iPad miliknya.

"Tapi aku sudah melakukan apa yang agensi minta?" Haechan duduk disebelah Mark dan memandang iPad milik Yuta dengan pandangan kosong.

"Tidak semua fans menyukainya," ucap Mark.

"Koreksi, antis tidak menyukainya," Mark mengganti kata yang ia gunakan barusan.

"Dia bilang dia bertemu dengan Bianka saat di airport beberapa bulan lalu, Bianka memakai baju dengan corak bunga," Johnny membaca artikel yang kini terbuka di salah satu tab safari.

"Tunggu," Jungwoo akhirnya angkat bicara.

"Itu saat kedatangan Bianka bukan? Saat kita pulang dari Amerika,"

Haechan mengerutkan dahinya. "Kau sedang tidak boleh kemana-mana saat itu, ingat kita membicarakan Bianka di grup chat!" Taeil akhirnya ikut bicara.

"Jadi?" Taeyong menurunkan iPad miliknya, pria dengan wajah tampan itu memandang Haechan, Haechan kembali beranjak, "aku harus bertemu dengan manager dulu," ucapnya.

"Haechan," Mark menghentikan upaya Haechan untuk bangkit.

"Jangan mati,"

Haechan memandang ponsel Mark yang kini tertera nama Lee Jeno dengan jelas.

••• [Next Chapter]

"Aku harus ketemu Haechan,"

Arkan menarik lengan Bianka, memutar badannya hingga gadis itu menghadap dirinya. "Lo bego ya?"

Bianka terisak.

"Dia sekarang disana, berusaha agar lo nggak kena masalah, dan lo dengan gegabahnya balik ke Korea?" Arkan memandang Bianka dengan kesal.

"Demi Tuhan Bi, gue mungkin nggak suka sama Haechan Haechan itu, tapi gue paham situasi yang ada disana sekarang," Arkan kembali membuka suara, Lisa memandang kedua orang sahabatnya dari meja pantry.

"Lo bahkan tau kan kemarin Haechan sama Jeno berantem hebat? Demi Tuhan Bi diam disini, sebelum semuanya reda DIAM disini,"

Bianka kembali terisak dengan hebat. Arkan perlahan menarik bianka kedalam pelukannya.

"I'm sorry i have to do what i had to do..."

Long Distance • Lee HaechanWhere stories live. Discover now