55. Langkah Awal Part 2

26.6K 1.3K 546
                                    

"Gue nggak tahu harus cerita dari mana," imbuh Aldian.

Kafi mengerti kegelisahan Aldian. Wajah sahabatnya itu tampak pucat, bibirnya menggigil, sementara tangannya gemetar.

"Kalau lo belum siap cerita, nggak apa-apa, Al. Nyantai aja." Kafi menepuk pundak Aldian dua kali.

Kafi kemudian beranjak. Dia menuju dapur, memanaskan air, lalu membuat tiga gelas teh hangat. Tak lama, dia kembali dan menyuguhkan teh yang ia buat pada Aldian dan Redi. Satu lagi untuk ia minum sendiri.

Aldian menyeruput teh buatan Kafi. Rasa dingin ditubuhnya seketika berkurang walau tak banyak. Namun itu sudah cukup membuatnya merasa sedikit tenang setelah kejadian yang telah menimpanya.

Hening. Ruang tamu saat itu benar-benar terasa hening. Aldian terdiam memandangi permukaan teh. Sementara Kafi tak berani berujar. Dia yakin, sahabatnya itu akan bercerita.

"Benar kata lo, Kaf," ucap Aldian setelah cukup lama bungkam.

Kafi tidak menyahut. Dia hanya diam dan menyimak.

"Asrama Mahasiswa benar-benar berhantu," sambung Aldian.

"Apa? Yang benar?" kedua alis Kafi terangkat kaget. Dia pikir, kabar tentang asrama Mahasiswa hanya sekadar kabar burung belaka.

Aldian mengangguk. "Asrama itu benar-benar berhantu. Gue sampai nggak tahu lagi harus mulai dari mana buat cerita ke elo."

"Berhantu gimana maksud lo?" tanya Kafi penasaran.

"Di asrama itu ... ada tempat terlarang yang nggak boleh dimasuki oleh siapapun."

"Tempat terlarang?"

"Di sana ada dua penjaga asrama. Salah satunya sudah mengingatkan kami agar tidak memasuki tempat-tempat terlarang. Tapi ... Redi ...." Aldian tak sanggup melanjutkan ceritanya. Kejadian-kejadian yang ia alami di asrama cukup membuatnya trauma bila diceritakan kembali.

"Redi kenapa?"

"Redi melanggar imbauan penjaga asrama, Kaf. Dia melanggar peraturan asrama hanya demi membuat konten youtube."

"Apa?" Kafi terlonjak. "Bentar-bentar. Gue masih belum paham apa yang lo bicarain."

"Dia gila kayak gini karena masuk ke ruangan berhantu!" jelas Aldian frustrasi.

"Apa? Ini benar-benar nggak bisa dipercaya, Al."

"Gue juga masih belum percaya dengan apa yang gue alamin, Kaf. Gue juga masih bingung."

"Oke oke. Sekarang kita tenang dulu. Kalau kita nggak tenang, kita bakalan nggak bisa berpikir dengan jernih untuk menyelesaikan masalah ini."

"Gue nggak bisa berpikir dengan jernih lagi, Kaf. Semua kejadian yang menimpa gue ... benar-benar nggak masuk akal."

"Nggak masuk akal gimana?"

"Ya nggak bisa dipikir pake logika, Kaf."

"Yang namanya berhubungan dengan kata hantu, ya sudah pasti keluar dari logika, Al."

"Sekarang gue harus gimana, Kaf? Redi sudah gila kayak gini. Gue cuma mau nolong dia. Gue nggak bisa bayangin gimana reaksi keluarganya kalau sampai mereka tahu anak mereka jadi gila kayak gini."

"Sumpah, Al. Gue masih nggak paham apa yang lo bicarain."

"Berulang kali Pak Darto, si penjaga asrama mengimbau kami agar nggak memasuki tempat terlarang. Tapi Redi ngotot mau bikin konten youtube di tempat terlarang itu."

"Sumpah? Wah, gila nih, anak."

"Dia merekan ruang terlarang hingga membuat penghuni asrama marah, Kaf. Para penghuni asrama telah membuat Redi menjadi seperti sekarang ini."

"Terus?"

"Teman sekamar gue, sekarang terbujur kaku di atas ranjang kamar mayat. Dia-" Aldian tercekat. Dia masih tak tega membahas prihal Rafka yang mati mengenaskan karena ulah iblis yang mengendalikan Stephani.

"Dia mati?" tebak Kafi.

Aldian mengangguk lemas. Dia menutup mukanya dengan kedua tangan lalu menyandarkan punggungnya ke sofa.

"Kenapa teman sekamar lo bisa mati?" tanya Kafi.

"Itu karena dia dibunuh oleh penghuni asrama," jawab Aldian.

"Ini nggak masuk akal, Al!"

"Gue tadi juga bilang gitu ke elo. Ini nggak masuk akal. Makanya gue stress kayak gini. Gue kasihan sama Redi. Ya meskipun ini salahnya sendiri. Tapi tetap aja kita harus tolongin dia."

"Kita?" Lagi, Kafi terlonjak. Dia perlahan berjalan menjauhi Aldian sambil menggeleng ketakutan.

"Kenapa lo ngejauh gitu?"

"Gue nggak mau ikut-ikutan, Al. Apalagi ini soal hantu. Gue nonton film horor aja pernah sampai kencing di celana. Apalagi lihat secara real. Bisa-bisa ... gue mati jantungan." Kafi bergidik takut.

"Terus gue harus minta tolong siapa lagi, Kaf. Cuma elo yang bisa gue percaya buat tolongin gue. Ini soal nyawa."

"Enggak, enggak." Kafi menggeleng. "Gue takut hantu. Sebaiknya lo cari orang lain aja buat tolongin elo."

"Lo jangan gitu, Kaf. Tempat-tempat terlarang itu sudah memakan banyak korban. Kalau nggak segera dinetralisir, tempat-tempat terlarang itu bakalan memakan korban lebih banyak lagi."

"Bodo amat."

"Bayangkan kalau keluarga elo yang jadi korban."

"Idiiih amit-amit. Amit-amit." Kafi mengetok-ngetok kepalanya sendiri.

❤❤❤❤❤
Zaimatul Hurriyyah
13 Maret 2020

Apakah kafi mau menolong Aldian?

Penghuni AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang