49. Stephani Part 4

18.7K 1K 16
                                    

Tuan Eleonora mendelik kaget di ambang pintu ruang bawah tanah. Mendapati putri kesayangannya terduduk dengan wajah ketakutan.

"Steph?"

Tuan Eleonora bergegas menghampiri putrinya, membantu berdiri, lalu memapahnya keluar.

"Astaga, Steph. Apa yang terjadi padamu?" Tuan Eleonora terlonjak kaget melihat bekas cekikan hitam di leher Stephani. "Steph? Kamu tidak apa-apa, kan?"

"Ayah, tadi itu apa?" Stephani bertanya-tanya, diiringi suara sesenggukan.

"Maksud kamu apa, Steph?"

"Tadi aku melihat ada seseorang di dalam sana, Ayah. Kulitnya pucat pasi dan matanya penuh darah," jelas Stephani dengan suara goyah.

"Steph, sayang. Tenanglah." Tuan Eleonora segera memeluk erat-erat putrinya. "Ayah akan menceritakan semuanya. Pertama-tama, kamu tenang dulu."

"Bawa aku pergi dari sini, Ayah. Aku takut. Aku benar-benar takut." Stephani membalas pelukan Ayahnya dan menangis sepuasnya dalam pelukan itu.

"Iya, sayang. Ayah akan membawamu pergi dari sini. Ayo kita obati lukamu terlebih dahulu."

Tuan Eleonora membawa Stephani ke kamar. Dia menyuruh pelayan menyiapkan air hangat, handuk bersih, dan juga obat oles. Dengan hati-hati, dia mengoleskan obat ke leher Stephani.

"Ayah, sebenarnya tadi itu siapa? Kenapa dia begitu mengerikan?" tanya Stephani yang masih belum bisa meredam ketakutannya.

"Sssttt kamu tenang dulu. Biar Ayah obati dulu lukamu," timpal Tuan Eleonora yang dengan cermat mengobati Stephani.

"Aku tidak bisa tenang, Ayah! Ceritakan semuanya!" tuntut Stephani. Dia menghempaskan tangan ayahnya.

"Baiklah, Steph. Ayah menyerah. Ayah akan cerita."

"Ayo ceritakan padaku, Ayah. Apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini?"

"Sebenarnya, ayah telah membunuh sejumlah warga pribumi di ruang bawah tanah itu," ungkap Tuan Eleonora.

"Hah?" mulut Stephani menganga kaget.

"Arwah mereka murka dan bergentayangan di dalam sana. Tapi kamu tenang saja, Steph. Ayah bisa mengatasi mereka."

"Aku tidak percaya ini, Ayah."

"Ayah sengaja membeli buku sihir untuk melindungi diri dari mereka, Steph. Dan berhasil. Mereka tidak bisa lagi mengganggu ayah."

Memori Stephani berputar. Ia teringat buku aneh berjudul Magie yang ia baca tadi malam. Di sana tertulis langkah-langkah memanggil arwah pelindung.

"Maksud Ayah? Buku berjudul Magie?" tanya Stephani memastikan.

"Iya, Sayang. Apa kamu sudah membacanya?"

Stephani hanya mengangguk pelan.

"Buku itu bisa memanggil arwah pelindung. Kalau kamu berhasil, hantu-hantu di ruang bawah tanah itu tidak akan bisa menyentuhmu lagi," papar Tuan Eleonora.

"Tidak, Ayah. Aku takut. Apa kita tidak bisa kembali ke Belanda saja? Atau... kita bisa mencari rumah baru," saran Stephani.

"Tidak bisa, Steph. Ayah masih banyak pekerjaan di sini. Ayahlah yang bertugas memperlancar sistem tanam paksa untuk mengisi kekosongan kas negara kita."

"Tapi aku tidak mau tinggal di sini, Ayah. Dan aku juga tidak mau mempraktikkan sihir dari buku itu."

"Steph!" bentak Tuan Eleonora. "Ini demi kebaikanmu. Kamu harus memanggil arwah pelindung itu."

"Kalau Ayah tidak mau kembali ke Belanda, izinkan aku saja yang pulang ke sana."

"Tidak bisa, Steph. Warga pribumi sudah banyak melakukan perlawanan. Uang pejabat Belanda terpaksa harus digelontorkan untuk menanggulangi perlawanan mereka. Ayah sekarang tidak mempunyai uang untuk mengirimmu kembali ke sana. Mengertilah, Steph. Ayah mohon."

Stephani tak tega melihat ayahnya yang terus memohon, juga mengiba. Terpaksa, dia menganggukkan kepala mengiyakan permintaan ayahnya.

👻👻👻👻👻
Zaimatul Hurriyyah
Sabtu, 1 Februari 2020

Jangan lupa vote dan komen yang banyak ya biar aku semangat ngetik.

Penghuni AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang