48. Stephani Part 3

19.3K 1K 18
                                    

Stephani terbangun saat sinar matahari pagi menerobos jendela kamarnya. Dia mengucek mata, dilihatnya buku berjudul Magie terbuka lagi di halaman yang sama. Stephani merasa ada sesuatu yang aneh.

"Aku yakin sudah menutup buku itu tadi malam. Kenapa bisa terbuka sendiri ya?" Stephani bertanya-tanya.

"Ah, mungkin hanya perasaanku saja." Stephani mengedikkan bahu, menampik rangkaian kejadian aneh yang terjadi padanya.

Stephani kemudian mengambil buku berjudul Magie itu. Dia berniat mengembalikan buku tersebut ke tempat asalnya. Gadis itu bergegas menuju perpustakaan pribadinya setelah selesai mandi dan sarapan.

"Maaf ya, Magie. Aku tidak tertarik mempraktikkan apa yang kamu katakan." Stephani membelah jajaran buku yang ada di rak perpustakaannya, lalu menyelipkan buku berjudul Magie itu.

"Hmm... hari ini aku mau baca buku apa ya?" Stephani melihat-lihat rentetan buku. Membelai satu per satu buku seraya membaca judulnya.

Tok tok tok

Suara ketukan dari dalam ruang bawah tanah terdengar. Stephani menoleh, berjalan perlahan menuju asal suara, lalu menunggui suara ketukan pintu itu datang lagi.

Tok tok tok

Stephani terperanjat. Suara ketukan itu ternyata bukanlah imajinasinya. Dengan tangan gemetar, gadis itu memberanikan diri membuka pintu ruang bawah tanah. Ia melongok ke dalam. Kosong, dan juga... gelap.

"Halo? Apa ada orang di sana?" deru jantung Stephani berdentum cukup cepat, mengamati ruangan di dalam sana yang sangat menyeramkan.

Aku yakin di dalam sana ada sesuatu, pikir Stephani.

Stephani bergegas mengambil lampu lilin dan menuruni beberapa anak tangga kayu yang lapuk. Tidak ada suara apa pun kecuali suara derap langkahnya.

"Halo? Apa ada orang?" Stephani mengarahkan lilinnya ke sekeliling. Ada deretan ruangan usang yang di dalamnya terdapat alat-alat penyiksaan. Stephani bergidik.

Ya Tuhan, tempat apa ini?

Stephani terus berjalan dengan langkah gemetar. Bulu kuduknya mulai berdiri. Semakin jauh ia melangkah, semakin jantungnya berderu tak karuan.

Sebenarnya, tempat ini tempat apa?

Ruang bawah tanah itu semakin gelap. Terlebih debu-debu halus membuat Stephani beberapa kali terbatuk, juga bersin.

"Halo? Apa ada orang?" tanya Stephani mengecek.

Derap langkah Stephani menggema di sepanjang lorong ruang bawah tanah. Di ujung sana, hanya ada jalan buntu. Tembok berlumut menjadi akhir dari perjalanan Stephani menjelajahi ruang gelap itu.

Tap tap tap

Stephani tidak melangkah. Dia hanya berdiam diri di dekat tembok berlumut itu. Spontan, dia membalikkan badan. Menyorot lorong panjang dengan cahaya lilin yang ia pegang.

"Siapa di sana?" Stephani memergoki ada seseorang yang berjalan menjauh, lalu menghilang di kegelapan.

"Ayah?" tebak Stephani. Dia mulai berjalan mengikuti arah seseorang yang entah siapa.

"I... ibu?"

Perlahan Stephani terus melangkah dengan napas berat. Tangannya masih gemetar, terlihat dari sorot cahaya lilin yang tidak stabil.

"Aku akan membunuhmu."

Suara bisikan terdengar jelas di telinga Stephani. Dia berbalik cepat. Namun seorang pria transparan langsung mencekik lehernya, membuatnya kesulitan bernapas.

Stephani tidak bisa berkata-kata. Sosok pria pucat dengan mata berdarah-darah kini mengangkat tinggi-tinggi lehernya. Kaki Stephani bahkan mencoba menggayuh-gayuh pijakan.

"Kamu... harus mati," kata pria pucat itu lalu berteriak kencang-kencang.

Saat Stephani sudah mulai kehabisan napas, dia mendengar suara Tuan Eleonora memasuki perpustakaannya.

"Steph? Kamu di mana?"

Perlahan cekikan hantu itu menghilang. Stephani seketika terhempas di atas lantai seraya terbatuk, cepat-cepat mengambil napas. Dia menangis ketakutan sembari menahan rasa sakit di sekitar lehernya yang mulai menghitam dan berbekas.

👻👻👻👻👻
Zaimatul Hurriyyah
Sabtu, 1 Februari 2020

Jangan lupa komen sebanyak-banyaknya biar aku rajin update ya

Penghuni AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang