24. HIM

7 0 0
                                    

By: Rahmiyati .A. Hasan

“Arli!” Panggilan itu membuat Arli menghentikan langkahnya.  Dia berbalik sambil menatap dengan tanya sosok yang sedikit berlari untuk menghampirinya.

“Kok gak bareng sih? Padahal aku udah tunggu tau.” Gadis itu menggerutu, tidak terima karena ditinggalkan oleh Arli.
“Lupa ya kalau hari ini ada piket? Harus lebih awal dari biasanya.” Arli berucap, kembali melanjutkan langkahnya.

“Biasanya gak secepat ini. Ini mah kepagian banget,” omelnya tidak berhenti walau sudah berada dalam kelas.

Arli tidak meladeni. Dia meletakkan tas pundaknya pada kursi miliknya lalu pergi ke sudut ruangan untuk mengambil sapu, mulai membersihkan kelas.

“Arli, dengar gak sih?”

“Iya, dengar kok.”

“Kenapa diam aja? Jawab kek senggaknya.”

“Mendingan kamu bantu aku beres-beres deh. Kamu lupa, ini kan hari piket kamu juga.” Raya mendengus, Arli selalu saja bisa membuatnya sekesal ini.

Selesai membersihkan kelas, Raya menghampiri Arli yang duduk dengan sebotol air mineral didepanya.

“Malam ini sibuk gak?” tanya Raya selesai meneguk habis botol air mineral milik Arli.

“Gak, memang kenapa?”

“Temani aku ke acara amal kantor Ayah. Ayah ada meeting.” Raya memelas, dia tau kalau Arli akan menolak untuk kali ini.

“Gak ah, mau rebahan santuy di rumah. Sendiri aja, kalau gak bareng Tasya cs aja,” saran Arli sambil bersedekap dada.

“Gak mau. Kamu aja, oke ya?” Raya memperlihatkan mata kucingnya, Arli mendesah pasrah.

“Oke. Imbalannya?”
“Ye, gak asyik pake minta imbalan segala.”

“Harus dong. Dimana-mana semua butuh uang untuk satu hal yang menguras tenaga dan pikiran. Gak ada yang gratis mah.” Raya menyikut perut Arli, membuat Arli tergelak tawa.

Arli hanya main-main soal ucapannya dan Raya tau itu.

“Malam ya, awas aja gak datang. Kita bukan teman lagi.” Raya menunjukkan jari kelingkingnya lalu meniupnya di depan Arli. Tanda permusuhan.

“Iya-iya. Tapi gak janji kalau telat. Tau kan?” Raya mengangguk.

Sore ini Arli ada jadwal untuk kerja part time. Arli sendiri merupakan anak orang yang berkecukupan. Namun, dia memilih untuk bekerja paruh waktu ketimbang bersama teman laki-laki lainnya yang sibuk latihan basket atau bermain game.
Hal inilah yang membuat Raya menyimpan rasa suka pada Arli. Dia apa adanya. Tidak pernah malu sekali pun.

“Aku mau tanya.” Raya mendekatkan kursinya pada Arli, membuat Arli mengerutkan dahi.

“Apa? Jangan yang aneh-aneh. Soalnya otak kamu ini sudah terkontaminasi sama hal gak berfaedah.” Arli menyentil kening Raya, membuat Raya mencebik.

“Kenapa pilih kerja paruh waktu? Padahal kamu bisa main basket dan musik. Kamu juga bukan dari keluarga yang kurang mampu.”

Arli tersenyum. Dulu Raya juga suka menanyakan pertanyaan ini padanya. Tapi, Arli tidak pernah menjawabnya. Baiklah, sekarang dia akan menjawab pertanyaan Raya agar gadis itu tidak bertanya lagi nantinya.

“Alasannya karena aku ingin mandiri. Gak selamanya mesti minta sama orang tua. Meski pun aku berasal dari keluarga ada, tapi aku ingin merasakan bagaimana rasa lelah dan capeknya mencari uang. Dari hasil kerja keras yang aku lakukan, di situlah aku tau bagaimana selama ini orang tua aku merasakannya.”
Raya menopang dagunya, mencermati kalimat yang diucapkan Arli.

“Aku tidak ingin terlalu bergantung pada orang tuaku. Selama aku bisa bekerja, selama itu pula aku tidak akan meminta pada mereka. Jika mereka memberiku, itu akan kusimpan, kutabung.” Raya menatap Arli dengan kagum. Selain pintar, Arli juga memiliki sifat mandiri yang membuat Raya kagum pada sosoknya.

Arli berbeda dengan laki-laki lain. Arli tidak pernah sekali pun malu jika ada teman lainnya yang mengumbar pekerjaannya yang menjadi seorang kasir. Raya sangat salut padanya.

I am proud of you. Besides being smart, handsome, having the ability you are also an independent person. Very perfect.” Raya menghambur pada pelukan Arli, air matanya tidak dapat terbendung lagi. Sosok Arli bagaikan motivasi untuknya. Semangat dan sifat mandirinya membuat hati Raya tersentuh untuk menjadi sepertinya.

“Dih, kok nangis sih? Lebay tau gak.” Arli mengelus rambut Raya sebelum mencubit gemas pipi gadis itu.

“Aku terharu tau, gak lebay.” Raya meregangkan pelukannya untuk menatap wajah Arli.

“Kok ganteng kalau kayak gini sih? Kan jadi makin... Ups.” Raya keceplosan, membuat tangan Arli yang menghapus air matanya terhenti.

Arli memicingkan matanya, membuat Raya salah tingkah.  “Makin apa? Coba lanjut in kata-katanya.” Raya memalingkan wajahnya, membuat Arli terkekeh geli melihat rona merah yang terdapat di pipi gadis itu.

“Lanjutin, Raya.” Arli menarik dagu Raya agar kembali menatapnya.
Ish, apaan sih? Gak mau, aku malu tau.” Raya menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Arli, membuat Arli terkekeh renyah.
Kedua tangan Arli langsung bergerak untuk menggelitik pinggang Raya. Raya tidak bisa menahan tawanya.

“Arli, stop. Geli tau, hahahaha....”
Mereka tidak sadar kalau sedari beberapa menit lalu, siswa mau pun siswi sudah berdatangan ke sekolah dan memasuki kelas. Walau tidak banyak tapi, membuat mata mereka tertuju pada Arli dan Raya.

“Lanjutin gak? Kalau gak mau, aku gak bakal teman in kamu ke acara amal. Pergi aja sendiri.” Raya beringsut menjauh dari Arli dengan nafas yang memburu.

“Oke. Tapi jangan marah.” Mata Raya tertuju pada seisi kelas yang memperhatikannya.

Oh my god! Malu banget, Arli. Ini kenapa pada rame sih?” Raya menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Sangat malu di perhatikan oleh teman kelasnya.
“Gak sadar sih. Gak apa, sini bisik aja kalau malu didengar mereka.” Raya mendekat pada Arli lalu mulai berbisik pada telinga Arli.
Selesai membisikkan kalimat tersebut, Raya langsung menjauhkan tubuhnya dari Arli. Perubahan wajah Arli membuat Raya dilanda rasa gugup dan cemas.
Tangan Arli terangkat untuk menyentuh pipi Raya.

Me too.” Mata Raya terbelalak kaget mendengar kata yang diucapkan Arli. Bolehkah dia senang dan merasa bahagia?

“Serius? Demi apa?” Histeris Raya sampai menutup mulutnya.

Arli hanya mengangguk lalu menarik Raya untuk masuk dalam pelukannya.

“Aku juga suka kamu, Raya.”

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang