13. Mencari Tempat Persembunyian

6 0 0
                                    

By: Riza Al Nggazari

Melihat pemandangan yang indah walau hanya lewat perantara kaca jendela yang kecil tapi panjang berwarna putih langit terlihat cerah saat ku pandang. Datanglah Ibu guru tercinta membawa 5 paket soal, murid-murid pun mulai berhitung angka 1-5. Jadilah 5 kelompok, 1 kelompok dapat 1 paket dulu dikerjakan selama 5 menit dengan 5 soal pilihan ganda dan 2 esai. Lima menit telah berlalu paket itu pun di berikan ke kelompok lain, dan seterusnya.

"Saatnya jam ke 3 dimulai." Suara spiker sekolah. Jam Bu Anita habis.

Tiba-tiba Bu Margini sudah datang di kelas terus keluar lagi, karena beliau mau ngprint soal buat Ujian Kompetensi Keahlian. Muridnya pun disuruh melanjutkan tugas kemarin. Tugas yang paling sulit itu buat notula rapat, sampai berulang-ulang direvisi tetap saja tidak paham.

Bel istirahat pun berbunyi semua berlari biar tidak kehabisan cilok, es marimas, goreng, roti, nasi ati, dll. Di kelas hanya tinggal 3 orang yang sedang asyik main HP, sampai tidak tahu kalau sudah istirahat.

Habis istirahat pada ngerumpi, bahas apa tidak jelas tapi bisa ketawa. Ada yang tiduran juga, mainan HP habisin kuota, kalau aku sih baca materi Tes Potensi Akademik biar masuk Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntasi Negara sampai berjam-jam sambil nunggu kartu peserta ujian.

"Teman-teman ada razia sepatu," kata Tiwik yang datang tidak ngucap salam dulu malah ngasih kabar yang menakutkan.

Semua pada ribut cari persembunyian buat menyembunyikan sepatu mereka. Ada yang menyembunyikan di atas kamar mandi, di laci, ada juga yang ganti sepatu. Cuma ada satu orang yang tidak tegang, yaitu Yulia karena pakai sepatu adiknya. "Kalau diambil adiknya nangis, gurunya yang harus tanggung jawab," kata Yulia.

"Teman-teman Pak Mufidz tadi bawa karung," ucap Merdiana dengan tergesa-gesa.

"Paling juga isinya sampah... Haha," jawab Puji.

"Enggak ya. Orang Pak Mufidz dulu saja razia sepatu pakai karung. Awas ya yang sepatunya putih siap- siap dimasukin karung... Haha, kasian. Makanya jangan pakai sepatu putih, sudah kelas 12 itu yang tertib gitu," ucap Merdiana kayak bahagia di atas penderitaan teman-temannya.

Suasana pun jadi bising. Aku belajar pun jadi tidak masuk, ya sudah tiduran saja. Bangun-bangun belum ada gurunya, yang ada teman-teman yang sembunyi tadi balik ke kelas duduk di bawah papan tulis bersandar di tembok.

"Itu-itu bawa ke sini." Tiba-tiba ada yang berbicara dan mengagetkan semuanya
.
"Suaranya Pak Mufidz, Guys," ucap Dewi.

"Iya," jawab satu kelas.

Liana malah ketakutan sendiri dengar itu, sepatunya masih baru punya adiknya lagi kalau ketahuan dimasukin karung nanti... Haha. Di gudang aja penuh dengan sepatu kalau ditambah lagi mau ditaruh mana tuh sepatu... Wkwk.

"Bukan Pak Mufidz, Guys, padahal Pak Tukang... Haha," kata Retno yang mencari sumber suara tadi.

"Mirip banget soalnya... Cocok gantiin Pak Mufidz. Mungkin adiknya... Wkwk... Haha," kata Puji.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang