4. Welas Hang Ilang (Cinta Yang Hilang)

23 1 0
                                    

By: Ayu Anggraini

*Desa Aliyan, Kabupaten Banyuwangi*

Hari ini langkah kakiku kembali berpijak di bumi Blambangan. Aku menghirup dalam-dalam udara asri nan sejuk khas daerah pedesaan untuk melepas rinduku pada tanah kelahiranku. 'The Sunrise of Java' begitulah orang-orang menyebut tanah kelahiranku ini. Selain itu, kota seribu gandrung juga merupakan istilah populer yang disematkan untuk kota beragam budaya ini.

Pagi ini, aku baru saja pulang dari perantauanku di ibukota. Selain rasa rinduku pada ibu, ada hal lain yang membuatku kembali pulang ke kampung halamanku. Sesuatu hal yang sudah kunanti selama empat tahun lamanya.

Waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Aku pun memilih beristirahat untuk melepas rasa penat sehabis perjalan jauh. Sebelum tidur aku sempatkan untuk mengingat kenangan masa laluku dengan dia.

_¹"Sing biso tah riko ring kene baen ambi isun?"_

_²"Sepurane, sun sing biso. Ono angen hang kudu sun gayuh. Sun jaluk sabaro ngenteni isun bali maneh nyanding riko."_

Meski berat dia tetap tersenyum sambil memegang kedua tanganku.

³"Sun janji bakal tetep ngenteni tekan riko ring kene."_

Aku tersenyum saat mengingat janji yang dia ucapkan empat tahun yang lalu. Kuambil sebuah bingkai foto dari dalam laci mejaku. Aku tersenyum dan memeluk bingkai foto itu hingga alam mimpi membawaku berkelana bebas.

Siang harinya aku memutuskan untuk pergi berjalan-jalan ke tempat wisata De Djawatan bersama kawan sekampungku, Ridho. Kami berangkat dari Desa Aliyan pukul setengah satu siang. Perjalanan kami hanya membutuhkan waktu sekitar 30-40 menit.

Sesampainya di Djawatan, kami disuguhi pemandangan hutan hijau yang sangat indah untuk dipandang. Di sini banyak pohon-pohon besar yang tumbuh. Selain itu, terdapat pula beberapa tanaman yang tumbuh di sepanjang batang pohon besar. Suasana yang sejuk dan tenang membuatku merasa nyaman berada di sini. Tempat ini benar-benar memanjakan mata pengunjung dengan keindahan alamnya yang memukau.

Ridho mengajakku untuk singgah di sebuah tempat duduk khusus pengunjung sambil menikmati secangkir kopi hitam.

_4"Kelendi rasane urip nyang Jakarta? Kepenak ta, Kang?"_

_5"Podo baen lah. Malah isun luwih seneng urip nyang kene."_ Lalu, kami pun terlibat obrolan santai.

Saat hari menjelang sore, kami memutuskan untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah aku segera mandi dan bersiap untuk sesuatu hal yang sangat berharga malam ini.

_6"Riko arep nyang endi? Kok macak apik temen iku,"_ tanya ibuku saat aku sedang menata rambutku di depan cermin.

_7"Arep ndeleng festival budaya nong Kemiren, Bu. Ambi arep nagih janji nyang Arin."_

_8"Sing usah mekso nduweni paran hang gudu duwen riko, Le,"_ seru ibuku yang membuatku terdiam seketika.

Namun, belum sempat aku bertanya apa maksud perkataannya tiba-tiba suara klakson motor sudah terdengar dari arah teras. Aku pun bergegas pamit kepada ibu dan pergi ke luar rumah.

Di teras terlihat Ridho sedang duduk di atas motornya. Aku pun menghampirinya lalu duduk di jok belakang. Setelah itu, Ridho mulai melajukan sepedanya dengan kecepatan sedang.

Malam ini aku akan pergi ke desa Kemiren untuk melihat festival budaya dan tentu saja untuk menagih janjiku pada dia. Aku tahu bahwa dia akan ikut tampil pada acara seperti ini. Di tengah perjalanan aku tersenyum sambil membayangkan bagaimana reaksinya ketika dia tahu bahwa aku sudah pulang.

Short StoryWhere stories live. Discover now