Sekejap Mata

231 41 2
                                    

"Bunda mau ke mana?" tanya Talita.

Bunda Salsa berhenti dan menoleh pada putrinya.

"Bundaaa ...." Salsa nampak berpikir, tapi berterus terang adalah lebih baik, pikirnya. "Sejujurnya bunda mau ke pasar. Beberapa bahan dan peralatan habis. Bunda harus membelinya."

"Kalau begitu aku ikut."

"Talita, bukannya bunda tidak mau mengajakmu, tapi kan ...."

"Keselamatanku dan nyawaku lebih utama? Ayolah, Bunda. Tidak akan ada apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Percayalah itu."

Bunda Salsa terdiam. Hatinya berceletuk dalam peperangan sengit antara iya atau tidak. Ia ingin putrinya sama dengan putri lainnya yang bebas ke manapun, tapi di sisi lain, keselamatan jiwa sang putri jadi taruhannya.

"Bunda, semua akan baik-baik saja."

Jika sudah begitu, Bunda Salsa memilih mengiyakan saja. Kasihan juga melihat sang putri dalam sangkar emas terlalu lama.

Tanpa Talita sadari, beberapa pengawal sudah dikerahkan oleh Salsa secara sembunyi-sembunyi.

"Bunda jangan terlalu berlebihan. Tidak usah menyuruh pengawal. Ilmu mereka itu kasat mata, jadi percuma para pengawal itu," ucap Talita membuat bundanya tercekat heran.

"Dari mana kau tahu, Nak?"

"Dari tatapan Bunda," jawab Talita santai.

🌿🌿🌿

Siang itu lumayan terik. Setelah turun dari mobil, pertama kalinya Talita menjejakkan kakinya di hamparan tanah dengan banyak orang. Bukan lagi pohon menjulang dan pekikan rajawali hutan yang terdengar, tapi hiruk pikuk orang yang berlalu lalang. Terlihat sekali dari wajah cantik Talita bahwa ia sedang senang. Terlihat sekali dari senyumnya yang semringah.

"Ini menakjubkan, Bunda. Mereka sibuk dengan warna-warni makanan di keranjang mereka. Untuk apa makanan sebanyak itu?"

"Mereka nanti akan menyimpannya di lemari pendingin supaya tidak lekas busuk. Dan mereka tidak perlu jauh ke pasar lagi setelah memborong banyak makanan itu. Kamu lihat sendiri, kan?"

Talita mengangguk pelan mencoba memaknainya. "Ternyata hidup di luar hutan itu melelahkan," simpulnya. "Saat di hutan, apa yang ada, bisa kumakan. Selama itu tidak beracun," gumamnya bermonolog kemudian.

Talita mencoba menyamai langkahnya dengan sang bunda. Bunda Salsa saking senangnya berbelanja aneka sayur dan daging. Semua orang yang menyapa mengajaknya berbincang sampai ia lupa bahwa putrinya kesulitan melangkah cepat menyamai langkahnya. Talita hanya bisa mengomel saat jaraknya mulai terasa agak jauh dari sang bunda.

"Kenapa tempat ini kotor sekali," keluh Talita. "Bagaimana bisa bunda membeli makanan mentah di tempat sekacau ini."

"Pasar tradisional memang seperti ini, Kawan."

Talita menoleh saat sebuah suara di belakangnya menyapa. Gadis itu enggan menoleh. Karena ia pikir mungkin makhluk halus tak kasat mata buruk rupa yang mengajaknya bicara kini.

"Tenang saja. Aku manusia. Sama sepertimu."

Penasaran langsung, Talita segera membalikkan badan. Benar saja. Seorang gadis belia yang terlihat baik dan ramah tengah melemparkan senyum hangatnya pada Talita. Ia menjulurkan tangannya.

"Namaku Adara, yang artinya cantik."

Dengan percaya diri gadis itu mengedipkan sebelah matanya. Yah, dia memang terlihat cantik. Dan sangat bersahabat. Hal itu membuat Talita yang baru mengenal 'teman sebaya' merasa nyaman walaupun ia sempat tertawa geli saat Adara menyebut arti namanya, cantik.

Putri MisteriWhere stories live. Discover now