Seribu Cara

33 5 1
                                    

"Kenapa bisa gagal?"

Laki-laki itu geram sembari memukulkan tongkatnya berkali-kali ke lantai marmer rumahnya. Ia tahu gadis itu mulai belajar banyak hal selama pergi dari hutan.

"Aku benci keadaan seperti ini," gumam laki-laki itu seraya mengusap dagunya yang tanpa jamban.

"Kau masih punya seribu cara untuk membalas sakitmu itu, Adrian," ucap laki paruh baya di belakang laki-laki bernama Adrian itu.

Adrian hanya bersungut. Kemudian mengabaikan ucapan laki-laki tua di belakangnya dan bergegas pergi begitu saja. Laki-laki yang tak lain adalah ayah Adrian itu menghela napas berat dengan kelakuan anak semata wayangnya itu.

Seorang pelayan pribadi menghampiri si laki paruh baya, "Apa yang bisa saya usahakan lagi, Tuan Tor?"

Tuan Tor mengangkat tongkatnya ke atas sebagai arti cukup, tak ada rencana lagi. Ia berencana menghubungi kawan lamanya yang punya masa lalu dengan keluarga Ayah Beta.

"Aku sudah cukup memanjakan Adrian. Menuruti semua keinginan dia dari mulai dia kehilangan ibunya. Sekarang saatnya dia harus mengerti bahwa tak semua hal harus terjadi sesuai keinginannya."

Gumaman yang seolah mematahkan semangat. Tuan Tor berharap kawan lamanya itu masih ada dan bisa membantunya. Ia hampir putus asa menghadapi sang anak.

✔✔✔

"Keadaan sedang tidak aman. Sebaiknya jangan keluar kemana pun Talita," ucap Ayah Beta.

Bukan ingin melanggar ucapan sang ayah, tapi Talita tak setuju dengan apa yang dikatakan Ayah Beta. Sekarang cakrawalanya seolah terbuka. Mungkin jika ia lemah, ia hanya akan merasakan nestapa yang tak berkesudahan. Sudah banyak air mata tersembunyi yang ia keluarkan karena merasakan nasib buruknya yang tak berkesudahan. Merasakan hal berbeda dari orang lain.

Adara.

Fawas.

Abi Nabhan.

Umi Yasmin.

Gadis itu merindukan keluarga itu. Entah kenapa gangguan demi gangguan seolah raib saat ia berada di istana mereka. Ia bisa merasakan detak jantungnya teratur tak ada kegelisahan menerpa dan ia bisa tidur nyenyak semalaman. Apalagi aroma terapi yang disemprotkan Adara sebelum ia tidur. Terasa sejuk dan menenangkan jiwanya. Ya, Talita Putri masih mengingatnya.

"Aku ingin berada di sana," gumam Talita.

"Maksudmu di sana, di mana, Putriku?" tanya Bunda Salsa.

Talita tergugu, Bunda Salsa yang tak jauh ternyata berada di dekatnya dan mendengar gumamannya.

"Ehm, maksudku, di kamarku, Bunda." Talita bangkit dari duduk dan segera menyeret langkah pelan sembari berpamitan. "Aku hanya letih. Aku ingin istirahat."

Bunda Salsa tersenyum tipis dan mengangguk pelan. "Istirahatlah, masuklah ke kamarmu. Bunda ingin kau tidak memikirkan banyak hal. Tenangkan dirimu, Anakku." Ucapan sang bunda pun seakan melemah. Rasa lelah dan harapan yang mulai menjauh menyatu di relung dadanya kini.

🌺🌺🌺

Rindu.
Gadis itu rindu akan sahabatnya Adara. Tapi ia merasa terasing karena masalahnya. Terasing dari dunia. Karena seorang Talita Putri merasa berbeda. Entah dirinya memang berbeda atau dibedakan dari dunianya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Putri MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang