Sang Putri

1.2K 74 9
                                    

Haii haii haiii,,
Kaka belum selesain cerita onoh dan buat inih. Gimana sih kak?

Aiii,, cerita ini masih bergenre religi, tapi kemasannya fantasy. Bukan khurafat loh yaa. Pokoknya baca sampai usai nanti.
(semoga kesampaian, Aamiin)

Selamat membacaaaa🤗

🌺🌺🌺

Gadis itu memicingkan matanya dan menarik anak panah di tangan kanannya. Anak panah tepat mengenai sasaran. Seekor tikus hutan harus merelakan nyawanya melayang bersama angin. Gadis itu melompat kegirangan.

"Kau membunuh kawanku lagi, Putri," bisik sebuah angin di dekat telinga yang dipanggil Putri.

"Aku menyukainya. Tolong jangan menggangguku," ucap gadis itu dengan tetap fokus memanah. Ia menurunkan busur di tangannya.

Gadis itu kembali mencari binatang buruan untuk dipanah sekali lagi. Kali ini burung gagak yang melewati atas kepalanya. Sekali toleh saja, si empunya busur berlapis emas 24 karat itu sudah bisa menjatuhkan kepakan si burung gagak. Anak busur tepat mengenai dada si burung berwarna hitam itu.

"Nona Talita, makanan sudah siap," seru seorang wanita setengah baya.

Pemilik rambut ikal panjang sepinggang berwarna kecoklatan itu menganggukkan kepalanya. Ia tersenyum pada pelayan bertubuh pendek di sampingnya.

"Terima kasih, Bibi Huni. Aku memang lapar. Masakanmu selalu saja bisa menggoyang lidahku. Aku menyukainya."

"Terima kasih, Nona Talita," ucap Bibi Huni dengan setengah membungkuk.

Talita dan Bibi Huni melangkah bersama menuju kediaman yang berada di atas bukit dengan relief tanah yang tak begitu terjal itu.

"Sebentar, Bi. Suruh para pengawal itu mengubur tikus bodoh dan burung jelek itu. Aku tak menyukai suara berisik dua hewan itu. Karena itu aku mengirim mereka ke tempat abadi mereka saja," titah sang putri.

Bibi Huni menoleh ke arah belakang pada pengawal yang menjaga Talita dan memberi isyarat berupa anggukan kepala. Pengawal itu melaksanakan tugasnya sesuai yang diminta Talita.

Tak jauh dari tempat mereka berada, istana sudah di depan mata. Mewah memang. Beberapa taman bunga dan kolam jernih mengalir menghiasi sekitaran rumah mewah itu. Jangan katakan air itu seperti berada di kota yang mengalir menggunakan mesin water pump. Tidak. Air itu mengalir semestinya dari pegunungan di atasnya yang dimasukkan melalui lubang-lubang dari bahan sejenis paralon. Namun diberi jaring-jaring di tengahnya sebagai filter air.

Yah, rumah mewah itu bak istana seorang putri. Mewah dengan aksen desain yang bisa dibilang modern. Namun maaf, hanya ada jaringan telepon tanpa jaringan lokal nirkabel alias internet sejenis wifi yang melewatinya. Sengaja memang. Demi alasan keamanan saja.

Tangan lentik panjang jari jemari Talita menciduk beberapa ikan sidat berukuran besar. Salah satu makanan kesukaan sang putri yang sudah tersedia di meja makan.

"Bibi Huni," panggil Talita.

"Iya, Nona."

"Lain kali suruh tukang masak untuk memotong ikan ini lebih besar dan potongannya agak miring. Kalo dipotong begini, aku seperti makan ular saja. Bibi tahu kan aku benci ular. Mereka cuma hewan penganggu. Untung aku menyukai ikan sidat ini dan dagingnya empuk sekali. Lain kali suruh para pengawal itu mencarikan yang lebih besar dari ini."

Jelas saja Talita mengatakan seperti itu. Ikan sidat merupakan ikan air tawar yang berada di sekitar sungai besar dari hutan itu. Bentuknya hampir sama seperti belut. Talita seringkali meminta para penjaga rumah untuk menangkapnya. Bibi Huni menoleh pada beberapa koki yang berada di belakangnya. Para koki itu mengangguk seraya tersenyum. Bibi Huni membalas senyuman mereka.

Putri MisteriWhere stories live. Discover now