3. Rayyan Merindu

12.4K 1.1K 350
                                    

Sebelas tahun yang lalu, Rayyan pikir panti asuhan akan menjadi rumahnya seumur hidup.

Tak ada anak seusianya yang siap saat kabar menggembirakan itu datang. Suatu pagi, sehabis Rayyan main bola dan sedang melahap setengah porsi pempek kapal selam, pengurus panti memanggil.

Ada sepasang suami istri yang tertarik mengadopsinya.

Hore, Rayyan membatin, ini pasti berkat permainan bola sepaknya yang mantap pagi ini. Ia tak pernah luput menembak gawang tepat sasaran.

Rupanya, sepasang suami istri muda ini sudah sering bolak-balik ke panti asuhan. Mereka telah menikah selama enam tahun dan belum dikaruniai anak. Mereka memilih Rayyan sebagai anak angkat bukan karena aksi bermain bola fenomenalnya pagi ini.

Rayyan berjongkok di bawah jendela, menguping.

"Jadi, Pak Bernard sudah memutuskan untuk adopsi?"

Terdengar suara serak basah seorang om-om. "Iya, Bu, saya dan istri udah kebelet pingin adopsi. Surat-surat lengkap, tinggal akta kelahirannya Ryan dan nunggu surat izin pengasuhan sementaranya dari dinas sosial. Apa bisa kita ditemukan dengan orang tua kandungnya?"

"Maaf, namanya Rayyan, Pak. Di sini panggilan akrabnya 'Ra'." kata ibu pengurus. "Orang tua biologisnya sudah tidak ada."

"Oh, baik, Bu."

"Rayyan anak yang cerdas dan aktif. Apa Bapak dan Ibu memang sudah pernah bertemu dan bicara dengan Rayyan sebelumnya? Ada banyak juga anak seumuran Rayyan di sini."

"Ini istri saya yang kepincut sama Rayyan. Katanya udah lihat pas kita datang ke panti pertama kali, cuma belum PDKT lebih jauh sama anaknya. Rencananya mau kita sapa hari ini."

Rayyan menunggu suara tante-tante di samping om-om lembut ini. Tak ada. Sejak tadi cuma suara om-om yang ceriwis.

Pada saat Rayyan kepo ingin melihat wajah mama dan papa angkatnya, Rayyan kepergok Ibu Pengurus. "Nah itu dia anaknya, kelihatan kepalanya nongol di jendela! Ayo sini, Nak Rayyan."

Berdebar keras jantung Rayyan seperti mau tawuran. Rayyan tampil dengan kaos bergambar bebek hari ini. Apakah sudah cukup rapi di hadapan calon orang tua angkat, ya? Rambutnya juga masih lepek karena habis bermain bola. Yang bisa ia lakukan adalah berjalan ke arah calon orang tua angkatnya dengan dada membusung, tegap seperti anak tentara.

Bernardi Setiawan langsung berdiri menyambut. Ini kali pertama Rayyan melihat om-om dengan muka dan kulit terawat, serta suara agak mendayu.

"Duh, kecil-kecil udah ganteng, deh! Nanti kalau jadi anak Papa pasti bakal lebih ganteng lagi. Papa ajarin kamu bela diri, silat turunan dari kakek Papa. Papa ajarin kamu cara cari laki—eh, pewong—eh aduh perempuan maksudnya. Kamu bisa panggil saya Papa Bebop, atau Papa aja!"

Rayyan mendongak untuk melihat wajah calon papa angkatnya, lalu tersenyum. Rayyan salim tangan dengan menggesekkan punggung tangan Papa Bebop ke pipinya saja, jangan sampai terkena rambut dan dahinya yang berminyak. Jangan sampai mereka il-feel.

"Kok salim tangan pake pipi gitu? Kayak anak kucing aja kamu. Dilihat lama-lama gemesin, ya. Papa udah lama banget pingin ngerasain punya anak. Boleh Papa peluk kamu sekarang, ya? Boleh, ya!"

Papa Bebop langsung memeluk Rayyan. Hangat. Wangi parfumnya sangat menyengat, tetapi Rayyan suka. Rayyan juga lebih suka saat Papa Bebop berjanji mentraktir makan setelah ini. Papa Bebop juga sudah menyiapkan kamar untuk Rayyan di rumah, ada televisi di dalam kamar, ada bak mandi dengan boneka bebek karet kuning yang bisa mengapung, dan lain-lain.

Calon mama angkatnya masih duduk di samping Ibu Pengurus. Sejak tadi diam, belum menyapa Rayyan sama sekali. Mungkin pemalu. Mungkin berubah pikiran.

DADDY HOT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang