Sembilan Belas

Mulai dari awal
                                    

"Sepertinya saya harus kembali bekerja," interupsi Dava membuat mereka semua sontak menoleh. "Soraya, ikut saya kembali ke kantor, saya harus mempersiapkan materi untuk meeting nanti," ujarnya pada Soraya dan Soraya hanya menganggukan kepalanya

"Kalau begitu, saya permisi." Dava berlalu begitu saja dan Soraya buru-buru mengejar Dava yang sudah berada jauh di depan. Dalam hati Soraya tertawa karena raut wajah Dava yang tidak bisa berbohong. Ditambah lagi Soraya tau semua jadwal Dava. Kalau pun ada meeting mendadak, orang yang pertama kali tau pasti Soraya.

Soraya masuk ke dalam mobil Dava dan Dava segera melajukan mobilnya meninggalkan restoran. Baik Dava maupun Soraya, tidak ada yang bersuara. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Dava sibuk memikirkan perdebatan antara hati dan pikirannha mengenai Vanilla, sementara Soraya sibuk mencoba menebak isi pikiran Dava sekarang. Soraya tau, orang menelpon Dava bukanlah berkaitan dengan masalah pekerjaan, Soraya tebak, pasti berkaitan dengan mantan kekasih Dava. Sebenarnya Soraya tidak tau siapa Vanilla, bertemu pun tidak pernah, namun ketika orang tuanya memutuskan untuk menjodohkan Soraya dengan Dava, otomatis Soraya langsung mencari tau seluk beluk mengenai Vanilla.

Soraya hanya ingin memastikan, gadis bernama Vanilla itu tidak akan menyulitkan hidupnya, karena jika hal itu terjadi, terpaksa Soraya harus mementingkan egonya.

*****

Setelah melewati perjalanan panjang, akhirnya Sandra tiba juga di apartemennya. Ia langsung membuang diri ke sofa seraya merenggangkan badannya yang terasa sangat pegal. Namun ketika ia melirik ke jari manisnya, Sandra tersenyum. Akhirnya setelah penantian panjang, Vino memutuskan menjalin hubungan yang lebih serius dengannya. Meski bisa di bilang Sandra dan Vino adalah dua kepribadian yang sangat bertolak belakang.

Tiba-tiba sofa di samping Sandra bergerak, ia pun membuka mata dan melihat Vanilla yang menyodorkan sebotol coke kearahnya. Sandra tersenyum sembari menerima minuman tersebut.

"How's your holiday?" tanya Sandra membuka percakapan diantara mereka berdua.

Vanilla mengangkat bahunya, "biasa aja," jawabnya. "What about you?" Vanilla balik bertanya, membuat Sandra kembali tersenyum.

Sandra mengangkat jarinya dan memperlihatkan sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Vanilla pun langsung memutar bola matanya karena Sandra yang berusaha pamer. Bukannya iri, Vanilla malah mendengus, bahkan sampai saat ini saja ia belum kepikiran untuk menentukan hidupnya bagaimana. Pertama karena Vanilla masih memiliki masalah dengan ingatannya, kedua karena Vanilla masih mengharapkan Dava, ketiga karena Vanilla masih ingin melanjutkan karirnya dan yang terakhir adalah karena Vanilla merasa ada sesuatu yang salah dengan dirinya.

"Nil, makan yuk, lapar nih, gue belum ada makan," ajak Sandra dengan tampang memelas dan perutnya yang berbunyi cukup nyaring.

Vanilla tertawa mendengar bunyi tersebut lalu ia memutuskan untuk berdiri menuju dapur dan membawakan sepiring makanan yang sudah ia masak beberapa jam sebelumnya.

Hidung Sandra otomatis mengendus aroma wangi dari piring yang di bawa oleh Vanilla. Segera Sandra mengangkat punggungnya dan menoleh kearah Vanilla yang menyodorkan sepiring makanan kearahnya.

Tanpa pikir panjang lagi, Sandra langsung menyantap makanan tersebut dengan begitu lahap. "Liburan lo kemana aja?" tanya Sandra di sela-sela makannya.

"Balik ke Paris dua hari, lanjut ke Jerman dua hari, pulang deh," jawab Vanilla.

"Buang-buang duit."

Vanilla terkekeh, "gimana acara pertunangan lo? Sesuai dengan impian lo?"

Mendengar pertanyaan tersebut, Sandra langsung menghentikan makannya dan menatap Vanilla dengan begitu gembira. "Selama ini Vino bohongin gue, Nil," ujarnya dengan nada girang membuat Vanilla bingung.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang