8. Menjauh Sementara...

5.5K 365 38
                                    

Flash Back

"... Be mine Dii , Please."

Deg !

Diandra Spechless mendengar kata itu terbisik indah di telinganya, dalam pelukan seseorang yang hampir 1 tahun menjadi sahabatnya itu, Diandra masih membeku, jantungnya berdebar dengan cepat menandakan bahwa ia gugup, ia juga terkejut, Cewek manis itu nggak pernah nyangka bahwa orang yang selama ini bersikap santai kepadanya ternyata menyimpan rasa.

Lama tak dibalasnya pelukan itu, Diandra masih teteap bungkam, memilih untuk tidak menjawab pertanyaan yang sebenarnya hanya sebuah pernyataan yang memang tak memperlukan jawaban.

"Lo nggak perlu jawab." Bisik Rafa"Cukup dengan kayak gini Gue seneng." Rafa melepas pelukannya, menatap lekat kedua bola mata hitam milik Diandra sambil terus menggenggam tangannya erat.

Keduanya kalut, tenggelam dalam fikiran masing-masing, meskipun keduanya sadar akan tatapan mata mereka, namun mereka memilih bungkam membiarkan detak jam berjalan dengan sendirinya. Membiarkan keheningan merasuki setiap hembus nafas mereka.

"Maaf, Gue udah makan omongan Gue sendiri." Rafa tersenyum pahit "Lupain semuanya,anggap gue nggak pernah minta lo jadi milik gue, hanya satu yang harus lo inget, gue sayang ama lo, selamanya" Rafa mengusap lembut puncak kepala Diandra.

"Kalo nyatanya gue mau ?" setelah sekian lama mencoba untuk kembali dalam dunia nyata, Diandra mempertanyakan hal yang semestinya tidak boleh dibuat untuk seuah pertanyaan.

"Lupakan." Singkat Rafa.

sebelum akhirnya cowok itu pergi begitu saja membiarkan cewek yang baru saja diminta untuk menjadi miliknya itu terpaksa menjatuhkan air mata.

Flash back OFF

Diandra POV

Gue masih larut dalam pemikiran gue sendiri, kejadian tadi siang menguras emosi gue, dengan santainya cowok itu menarik gue dan tanpa bersalah dia ngelepas gue gitu aja. Sakit. Ya, gue sakit, cewek mana yang gak sakit jika mengalami kejadian tadi.

"Kalo lo minta gue ngelupain semua itu, harusnya lo gak perlu bilang semua itu ke gue Raf." Entah berapa kali gue ngutarain kalimat itu, setengah berteriak kearah langit malam yang setia nemenin gue.

Gue bener-bener nggak tau sekarang, jika Rafa nyuruh gue untuk melupakan kejadian kemaren gue bakal coba, tapi jika kejadian tadi siang, jujur gue nggak bisa, gue nggak bisa ngelupain itu begitu saja dan bersikap biasa terlebih saat gue liat dengan mata gue sendiri Rafa menghantamkan tangannya kearah meja yang retak karena ulahnya. Gue yakin Rafa seperti itu karna ngeliat gue dengan Kak Devan.

ARRRGGGHHH!!!! Kenapa lo harus ngebuat ini tambah rumit Raf!!!

"Dii!" Panggil seseorang dari belakang, Gue menoleh kearahnya dan mendapati Leo udah berdiri diambang pintu balkon sambil melipat tangannya didepan dada.

"Lo kenapa ngurung diri dikamar ? Lo belom makan ? ayo turun, makan bareng Gue" ajaknya lembut.

Leo biasa seperti itu, ia tahu kapan saat gue bener-bener belum makan, pastilah Bibi yang laporan ke dia. Gue menggeleng, gue gak nafsu makan saat ini, gue nggak pingin ngapa-ngapain.

Tunggu, gue belom makan dari pagi, karena tadi siang gue dikerjain sama Jenisa and friends dan sampai sekarang belom ada sedikitpun makanan yang gue makan. Gue nggak peduli.

Sesaat gue denger Leo menghelai nafasnya, cowok itu entah sejak kapan duduk disamping gue " Lo ada masalah apa? Apa yang gue nggak tau ?cerita ama gue" Gue hanya menggeleng.

Topeng ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang