SEA | 10

2.9K 264 3
                                    

Aidan menatap sebuah makam dihadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aidan menatap sebuah makam dihadapannya. Makam itu terlihat rapi dan terawat. Ia mengusap batu yang tertulis nama "Karin Febiola" di sana, lalu tersenyum getir.

"Hai, Rin," gumam Aidan. "Aku minta maaf, baru dateng sekarang."

Lalu, keheningan tercipta. Rasa bersalah yang dalam kembali menyelimuti Aidan. "Aku minta maaf, nggak pernah nyamperin kamu. Aku memang pengecut. Aku nggak berani."

"Aku jadi inget, waktu kamu ngerengek sama aku gara-gara Bian nggak mau nemenin kamu beli baju buat pesta ulang tahun temen. Kamu akhirnya minta bantuan aku. Waktu itu, aku masih kelas 8. Kamu masih kelas 7. Kita pergi naik taksi berdua, walaupun uangnya pas-pas an."

"Aku juga inget, waktu kita pertama kali ketemu. Waktu itu, aku, Ditto, sama Bian dihukum gara-gara terlambat. Kamu ngendap-ngendap di antara pepohonan, terus kamu bilang ke Bian kalau aku ganteng, dan kamu suka aku. Seharusnya kamu bisik-bisik, sih, tapi keras banget. Aku jadi denger."

"Tapi aku nggak peduli soal perasaan kamu waktu itu. Aku pikir kamu cuma bercanda. Tapi aku nggak sadar, aku yang udah pupuk perasaan kamu. Aku ngelakuin hal-hal yang ternyata buat kamu makin suka sama aku. Aku selalu nemenin kamu kemanapun kamu mau pergi, waktu Bian nggak bisa atau nggak mau."

"Dua tahun kemudian, kamu bilang lagi, kalau kamu suka sama aku. Aku kaget banget, dan aku jauhin kamu. Aku mulai cuek ke kamu. Aku jahat, memang. Aku nggak tahu harus gimana waktu itu, Rin. Aku minta maaf."

Air mata mulai terlihat di sudut mata Aidan.

"Seharusnya mungkin, aku nemenin kamu ke pantai waktu itu. Seharusnya aku jagain kamu. Mungkin aku nggak bisa bales perasaan kamu. Tapi seenggaknya, kamu nggak akan begini."

Seketika, Aidan teringat pertengkarannya dengan Bian, tiga tahun yang lalu.

Bian berjalan cepat menuju belakang rumah Aidan. Ia sudah sangat hafal seluk-beluk rumah itu. Tanpa diberitahu, ia sudah tau dimana Aidan berada.

BUKKK!

Bian melancarkan tinjunya, tepat di pipi Aidan. Aidan meringis kesakitan, ia menatap Bian datar.

"Jahat banget lo, Dan! Gara-gara lo, Karin jadi begini!"

BUKKK!

"Kenapa lo nggak mau nemenin Karin? Dia cuma butuh lo nemenin dia! Itu aja! Kayak apa yang udah selama ini lo lakuin!"

BUKKK! Satu pukulan lagi mendarat di pipi Aidan.

"Lo bahkan nggak muncul di rumah sakit! Waktu dia kritis, waktu di pemakaman pun lo nggak berniat muncul sama sekali! Pengecut lo, Dan!"

Tak lama, satpam rumah Aidan berlari menuju mereka berdua, dan menarik Bian. Ia hendak membawa Bian keluar rumah, namun Bian menepis tangannya.

SEANDRA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang