"Yee... muda dari mana coba?"

"Ya dari sini." Katanya sambil menunjuk wajahnya. Selalu membanggakan wajahnya yang baby face itu.

"Bang plis deh."

"Assalamualaikum. Wah ada angin apa nih dua anak bunda lagi kumpul gini, anteng lagi. Iya gak yah?" tanya bunda yang baru memasuki ruang tengah yang memang langsung terhubung dengan dapur.

"Waalaikumussalam." Kataku dan abang menyalami ayah dan bunda secara bergantian.

"Ayah sama bunda dari mana? Kok tumben sore gini baru pulang?" tanya Bang Dhia'saat ayah dan bunda duduk bergabung bersama kami.

"Tadi ayah sama bunda habis dari rumah Mbah Uti kalian." Kata ayah menjawab. Mbah uti yang ayah maksud adalah orangtua dari ayah Azzam, suami pertama bunda. Orangtua ayah Azzam saat ini memang hanya tersisa Mbah Uti, mbah Kakung meninggal beberapa tahun lalu. Saat ini Mbah Uti tinggal bersama Tante Syifa, keponakan Mbah Uti yang memang sudah ikut bersama beliau sedari kecil.

"Kok gak ngajak Adek sama abang sih bun? Yah? Kan adek juga kangen sama mbah Uti." Kataku

"Tadi juga dadakan dek. Mbah uti minta ketemu sama ayah bunda. Gak sempet pulang buat jemput kamu dulu. Kan mesti muter nanti. Jaraknya juga makin jauh. Ya kan adek sudah besar, setiap saat juga bisa kerumah mbah Uti."

'Tapi kan..."

"Nanti kesana sama abang. ribet banget." Sahut Bang Dhia' yang langsung ku sambut dengan sorak bahagia. Meskipun aku bukan cucu kandung Mbah Uti tapi aku begitu menyayangi beliau seperti aku menyayangi nenek dan mbah ibu.

"Tadi kalian lagi ngobrolin apa? Seperti seru gitu." Tanya ayah.

"Adek cuma tanya abang kapan mau kasih mantu buat ayah sama bunda?" kataku yang langsung disambut pelototan oleh Bang Dhia'.

"Abang udah ada calon buat dikenalin sama ayah dan bunda?" tanya Bunda yang langsung disambut gelengan kepala oleh Bang Dhia'. Semangat bener.

"Abang mana berani bun deketin cewek, sama hantu aja masih takut. Hahaha." Kataku

"Adek gak boleh gitu ah. Emang adek gak takut sama hantu?" tanya bunda

"Enggaklah. Kan di Al Qur'an sudah dijelaskan bahwa manusia tidak bisa melihat makhluk ghaib seperti firman Allah dalam QS Al A'rof ayat 27: "...Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak dapat melihatnya..." bukan gitu yah? Bun?" tanyaku

"Anak ayah pinter."

"Tapi adek gak boleh ngeledekin abang kayak gitu ah. Gak baik. Gak sopan sayang." Kata bunda.

"Iya bundaku sayang. Gak lagi deh. Janji." kataku

"Minta maaf dong sama abangnya." Kata Ayah

"Abang maafin adek ya... tadi adek gak maksud buat bikin abang kesel kok. Adek cuma kangen aja bercanda sama abang." kataku sambil memeluk Bang Dhia'

"Iya... abang tau kok. Abang juga kangen sama kamu. di Kalimantan gak ada yang cerewet kayak kamu gini."

"Ya jangan sampai ada. Nanti kalau ada abang bakal lupa lagi sama adek."

"Gitu tadi sok-sok an nyuruh abang cepet-cepet nyari istri?"

"Ya beda urusannya dong bang, aku minta abang cepet-cepet nyari istri itu biar pas abang keluar kota abang inget pulang, gak lama-lama disana. Bunda juga biar gak sendirian kalau pas abang tinggal keluar kota. Kan adek bentar lagi juga mesti kuliah di Malang. Bunda pasti kesepian deh kalau abang pergi terus ayah kerja." Kataku masih dalam pelukan Bang Dhia'. Aku merasakan pelukan dalam tubuhku semakin mengerat.

"Kan bunda bisa main ke rumah Mbah Uti, main sama Dinda dan Daffa." Kata bunda menghampiri aku dan Bang Dhia' dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Aku dan Bang Dhia' langsung memeluk pemilik syurga kami dengan sangat erat.

"Ayah juga gak akan mungkin ngebiarin bunda kalian kesepian." Kata Ayah bergabung dalam pelukan kami. Dialah sosok laki-laki terhebat yang pernah aku kenal. Tidak akan pernah ada laki-laki lain yang lebih hebat dari sosok ayah. Sosok ayah yang tak pernah membedakan mana anak tiri mana anak kandung. Ayah yang selalu punya seribu cara untuk membuat bundaku tersenyum, ayah yang selalu mempunyai kalimat-kalimat bijak untuk anak-anaknya, dialah ayahku.

"Nanti kalau adek nikah, adek mau laki-lakinya seperti ayah yang selalu punya seribu cara untuk membuat bunda tersenyum." Kataku sambil memeluk ayahku erat. Aku begitu menyayangi beliau.

"Emang putri ayah sudah siap buat menikah?" tanya Ayah menggodaku.

"Belum. Adek masih ingin menjadi seorang dokter seperti umi."

"Abang juga nanti kalau nikah, maunya perempuan yang lemah lembut seperti bunda, gak cerewet dan pencilaan kayak kamu dek." Kata bang Dhia' sambil memeluk bunda.

"Ih ayah abang ngeselin. Masak putri manis ayah dibilang cerewet, pencilaan lagi. Padahalkan adek lemah lembut kayak bunda." Kataku protes

"Kan bener apa kata abang." Kata Ayah mendukung Bang Dhia'

"Ih ayah ngeselin sama kayak abang." kataku kesal.

"Kamu tau gak... cerewet kamu ini yang paling membuat ayah, bunda, abang dan semuanya kangen sama kamu dek." Kata ayah semakin mengeratkan pelukannya

"Adek sayang banget sama ayah." Kataku

"Ayah juga sayang banget sama adek." Kata ayah tak mau kalah

"Eh... abang juga sayang banget sama ayah." Kata Bang Dhia' gak mau kalah. Merebut ayah dariku. Dan lihatlah mereka berpelukan ala laki-laki. Aku tersenyum melihat pemandangan ini. meskipun Bang Dhia' bukan anak kandung ayah, tetapi mereka sangat dekat. bahkan jika orang tidak tau kisah kami dulu pasti selalu menganggap mereka memanglah anak dan ayah kandung. Airmataku basah melihat pemandangan ini.

"Jadi gak ada yang sayang sama bunda?" tanya bunda saat aku masih terlarut dengan pemandangan indah didepanku.

"Tidak! Kami semua sayang bunda. Sayang banget nget nget." Kataku, Bang Dhia' dan Ayah bersamaan sambil memeluk bunda.

"Bunda juga sayang banget sama ayah, adek sama abang." kata bunda.

Inilah keluargaku, dengan segala kericuhan yang sering aku buat bersama Bang Dhia', dengan segala kehangatan yang selalu ayah dan bunda pancarkan dan tentu dengan segala kasih sayang yang selalu kami berikan untuk semuanya. Kelurga yang akan selalu ada dihatiku, keluarga yang selalu membuatku berat untuk pergi jauh dari mereka meskipun hanya sebentar. Tbc

The Calyx - Story Of Azka & Arsyila (Telah Terbit)Where stories live. Discover now