"Kalau gitu kenapa gak nikah terus biarin dia lanjutin pekerjaannya di Milan?" sambung Dava ikut bertanya.

Vino langsung melempar Dava dengan bantal, "gila lo! Yakali gue biarin istri gue kerja di Milan sementara gue disini. Kalau udah jadi istri, otomatis dia tanggung jawab gue sebagai suaminya. Kalau bini gue di toal toel bule bejat gimana?"

"I'm so proud of you Bang Nono," Elang memeluk Vino dan hendak memberikan ciuman pada sepupunya itu, namun Vino terlebih dahulu mendorong Elang dan menekan wajah Elang menggunakan bantal.

Reza menggelengkan kepala takjub, "gak bisa gue bayangin sih rumah tangga lo gimana. Bisa-bisa setiap berantem lo lempar-lemparan piring sama Sandra."

"Tipe kayak Vino ini, ntar bakalan jadi tipe suami takut istri. Bayangin aja galaknya Sandra gimana, di omelin pake bahasa cina juga langsung kejang-kejang, berasa kayak lagi di bacain mantra biar mati mendadak."

"Diem lo semua!" teriak Vino murka karena merasa terpojokan. "Gue mau balik ke kamar, mau siap-siap. Jangan iri lo semua karena gue udah mau tunangan!"

"Mampus gak bisa gangguin sekertaris bahenol lagi!" balas Elang langsung tertawa ngakak membuat Vino kesal dan membanting pintu kamar Dava.

Sepeninggalan Vino, suasana menjadi sepi dan terasa seperti mencekam. Dava berdiam diri di pinggiran kasur, Reza mencari minuman dingin di kulkas, sementara Elang, Elang sedang berpikir bagaimana caranya agar suasana di sekitarnya tidak canggung seperti ini.

"Gue baru tahu kalau Sandra kerja di Milan, bukannya dia tinggal di Paris?" Dava bersuara, membuat Elang dan Reza sedikit terkejut. Tidak biasanya Dava mau memulai percakapan seperti ini.

Elang mengendikan bahunya, "katanya sih setelah lulus kuliah langsung di kontrak kerja di Milan," jawab Elang sembari menangkan minuman kaleng yang di lemparkan Reza.

"Aneh banget gak sih, padahal kan Sandra lulusan Farmasi, malah ambil sekolah fashion di Paris. Sekarang jadi asisten desainer di Milan." Reza ikut nimbrung dalam pembicaraan Dava dan Elang.

"Lah kita berempat lulusan teknik malah jadi pengusaha, padahal gue berharap jadi mekanik di bengkel mobil."

"Tolol kan," sinis Reza.

Dava bangkit dari pinggiran kasur yang sedari tadi di dudukinya. "Gue mau mandi. Lo berdua balik sana ke kamar kalian!" usir Dava.

"Mandi bareng," ucap Elang mengerlingkan matanya kearah Dava yang sontak membuat bulu kuduk Dava bahkan Reza langsung meremang.

Reza langsung mengusap tangannya dan segera keluar dari kamar Dava, sementara Elang di seret paksa keluar oleh sang pemilik kamar. Dava mendengus, untung aja ketiga sahabatnya mampir, jika tidak mungkin Dava masih dalam keadaan frustasi karena memimpikan Vanilla.

*****

Dava berdiri memperhatikan Vino dan tunangannya yang terlihat begitu bahagia, sementara Elang menangis di pelukan Dava karena tak rela kehilangan sepupu kesayangannya, dan Reza mengelus-elus bahu Elang. Dalam hati Dava tidak menyangka, orang yang hobi gonta-ganti pacar seperti Vino akhirnya memutuskan untuk bertunangan dengan gadis cerewet seperti Sandra. Padahal dulu jelas-jelas Vino mengatakan bahwa kriteria cewek idamannya adalah cewek yang kalem, bukan yang hobi nyerocos seperti tunangannya sekarang.

"Hai, beb..." seseorang tiba-tiba melingkarkan tangannya di lengan Dava, membuat Dava sontak menoleh dan mendapati Soraya tersenyum manis kearahnya.

Dava langsung menepiskan tangan Soraya dan menatap gadis itu dengan tatapan tidak suka. "Ngapain lo disini?" tanya Dava mengintimidasi.

Soraya hanya mengarahkan pandangannya kearah kedua orang tua Dava yang sedang asik berbincang dengan keluarga Vino. Tangan Dava mengepal kuat. Pantas saja Soraya bisa datang ke pertunangan Vino, pasti karena orang tua Dava yang menyuruhnya. Terkadang Dava benci karena terus terusan di atur seperti anak kecil.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now