Thirty One

375 33 0
                                    

Oxy langsung membuka ikatan pada Rozi dan yang lainnya. Zhiro masih saja mengamati kebakaran gudang. Matanya berkaca-kaca, ia tidak merelakan kepergiannya.

"Satu..."

"Kau tengah menghitung apa?" selidik Aluna yang mendekat ke arah Zhiro. Oxy menyusul langkah Aluna.

"Oxy, Lidya berada di dalam..."

Oxy menatap kobaran api dengan dalam, mencari ikatannya dengan Lidya. Ia bukan peramal, hal itu menjadi sia-sia.

"Dua..."

"Jangan berpikir untuk masuk ke dalam, kak! Itu berbahaya! Sangat berbahaya! Kau akan mati!"

Zhiro merunduk lalu menantang langit. "Hanya ada dua pilihan, kematianku atau kehidupanku. Lebih baik aku benar-benar mati daripada cinta yang aku punya telah hilang."

"Tiga..."

Zhiro menembus pintu yang tidak ia pikirkan lagi kelapukannya. Ia mencari sosok wanita mengabaikan hawa panas yang menyengat kulitnya.

"Di mana Lidya?" Zhiro melirik ke arah Oxy yang menyusulnya. Lelaki itu mempunyai tekad yang sama.

"Aku tidak tau." Zhiro memberikan handphone yang ia dapatkan barusan. Oxy mengerenyitkan dahinya, dan Zhiro menekan tombol putar. Sembari menebarkan pandangan, sesekali Oxy mengamati video itu.

Zhiro melayangkan pikirannya, ia mencari dan tetap mencari. Zhiro melangkah ke arah tempat Lidya diikat, kayu-kayu bangunan berjatuhan tanpa henti.

Ia melihat ke satu titik, kursi yang sama yang menjadi tempat Lidya diikat dan tali temali yang hampir hangus terbakar. Tetapi, istrinya tidak ada.

"Lidya! Kau di mana?!"

Tidak ada sahutan hanya ketukan kayu yang akan semakin jatuh ke bumi. "Zhiro! Keluar!"

Tangan Oxy menarik Zhiro dari titik diamnya, Oxy lebih cepat daripada kayu yang akan menghujam hidup Zhiro.

Zhiro tertarik ke luar gudang yang hampir kehilangan bagian atapnya. "Mengapa kau menarikku?!"

"Kau akan tiada! Hidupmu masih panjang!"

"Hidupku telah berhenti seiring cintaku ini! Adikmu tidak ditemukan di dalam sana dan kau masih saja berpikir aku menyelamatkanku! Pilihan yang baik adalah aku ada di dunia bersama Lidya, tetapi istriku tidak ada di sana!"

"Berpikirlah lebih jernih! Kau tidak menyadari jika ini jebakan! Jika Lidya memang masih terikat di sana setidaknya raganya masih ada. Tetapi kau tidak menemukannya! Ini jebakan!" sergah Oxy. Dalam satu sisi ia mengkhawatirkan keadaan Lidya dan di sisi lainnya ia mengkhawatirkan kondisi Zhiro yang sedang down.

Zhiro menatap langit seakan ia tengah menantangnya lebih dalam. "Restu! Kerahkan semua pasukan kita, semuanya! Ubah menjadi dua pasukan, satu bersamamu memantau pergerakan mereka dan satu bersama Dimas menyelisik keberadaan Lidya. Dan Rozi serta yang lainnya, obati dulu luka kalian. Bagaimanapun, kalian telah berusaha menjaga istriku. Jika Lidya tidak ditemukan, siapkan pemakaman untukku. Aku akan mengambil beberapa senjata di dalam kamarku," ujar Zhiro sembari berlalu pergi. Oxy dan Aluna tetap menatap punggung lelaki itu, rasa percaya akan cinta yang Zhiro miliki untuk Lidya tidak bisa diragukan. Dan Aliyah, Ia menjadi salah satu orang yang terlibat dalam insiden ini.

Zhiro menyelusuri rumah Lathfierg, di sinilah ia menikmati banyak malam bersama Lidya, istrinya. Ia menaiki tangga, aura Lidya merasuki pikirannya.

Pikirannya terpental di suatu masa ketika tiap kali Zhiro bersumpah untuk menjaga Lidya dengan segala kekuatannya. Tetapi, kecerobohannya kini dan taktik Aliyah benar-benar membuatnya merasa tidak berguna.

Ia membuka pintu kamar, hatinya semakin sakit tertusuk sumpah yang ia lewatkan. Suka duka mereka jalani bersama di dalam ruangan yang besar ini. Kamar terbesar di antara kamar yang lainnya. Zhiro melangkah ke sebuah lemari, ia ingin menancapkan berpuluh-puluh samurai itu ke tubuhnya. Rasa sakit kehilangan Lidya tidak bisa ia lewati dengan benar, ia tidak sanggup.

Ditambah lagi, Lidya kini tengah mengandung anaknya. Perwujudan cinta mereka. Tidak terhitung lagi bahagianya Zhiro kala mendengar kabar tersebut dari Lidya. Dan kini kesedihannya melebihi dari bahagianya.

Zhiro membuka lemari tersebut, ia mengurungkan niatnya. Ia melihat ke arah balkon kamar, hujan deras menghujam bumi seakan mengerti tentang kesedihan lelaki itu.

Lidya merasuki pikirannya lagi, kala istrinya merengek berjalan di bawah hujan. Zhiro tidak mengizinkannya untuk berjalan walaupun Lidya merengek, kala itu Lidya sedang sakit. Ia hanya bisa berjanji untuk melakukan hal itu setelah Lidya sembuh, namun sampai sekarang janji itu tidak terlaksana.

Zhiro menghela nafasnya. Ia melangkah ke arah balkon. "Amour, seandainya kau ada di sini kita pasti tengah berjalan bersama. Hujannya begitu deras, hanya sedikit lucu dengan keinginan anak kita."

Ia merundukkan kepalanya, betapa tidak bergunanya. Zhiro memfokuskan pandangan di sudut matanya, ia melihat sesuatu yang berkilat. "Sebuah samurai? Lidya?"

Zhiro berusaha membuka pintu balkon namun terkunci dan kunci tersebut berada di luar ruangan. Ia kembali melihat jemari halus yang menopang pegangan samurai dengan lemah. Ia kalut dalam suasana, antara sedih dan bahagia. Ia memecahkan kaca di sekitar pengunci dengan tangannya, lalu mengambil kunci.

Kunci pun berhasil diambil walaupun luka di buku-buku tangannya. Pintu akhirnya terbuka, Zhiro langsung keluar dan memastikan hal yang sebenarnya.

Benar saja, istrinya tengah terbaring lemah di bawah hujan yang begitu deras. Di area tangannya berlumur darah, wajahnya begitu pucat.

"Amour?" panggil Zhiro, namun wanita itu tak merespon apapun.

Lelaki itu sejenak menatap istrinya. Ia mengangkat dengan lembut menggunakan tangan kekarnya. Wanita itu begitu lucu. Zhiro tidak tau apa yang akan terjadi setelah ini, bagaimana dia sanggup menerima amarah Lidya. Ia membawanya masuk ke dalam kamar lalu membenahi pakaiannya.

***

"Bagaimana kondisi istriku?" desak Zhiro pada suster yang dibawa oleh Cakra.

"Lidya hanya pingsan karena dia terlalu kelelahan, kau tenang saja," tukas Cakra sembari melipat tangannya menatap Zhiro yang tengah mondar-mandir di dalam kerisauannya.

"Bagaimana bisa aku tenang?" gumam Zhiro sembari merutuki gelagat teman kecilnya.

"Kau harus tenang, aku akan mengobati lukamu," tawar Cakra sembari mendekati Zhiro dengan beberapa alat perban.

"Tidak perlu, aku hanya ingin diobati oleh istriku."

"Berlebihan," ledek Cakra sembari mengurungkan niatnya.

"Selesai, dok," lapor suster tersebut kepada Cakra.

"Baiklah Zhir, aku meninggalkan obat-obatan di atas baki. Kami akan mengecek kondisi Lidya besok hari," ujar Cakra sembari berjalan meninggalkan ruangan.

"Zhiro, maafkan aku yang telah salah menuduhmu," gumam Gio setelah sedikit bertengkar dengan Lulu. Hanya Lulu dan wanita yang tengah terbaring lemah itu yang bisa membuatnya mengerti.

"Tidak apa-apa, kalian bisa beristirahat dengan tenang. Aku akan menjaga istriku," gumam Zhiro yang berjalan mendekati Lidya. Ia duduk di salah satu sisi, matanya semakin teduh. Zhiro mengecup dahi Lidya, lalu mengelus pipinya.

"Waktu berlalu begitu cepat, tetapi mengapa kau tidak cepat membuka matamu," gumam Zhiro sembari memegang tangan Lidya.

Lulu dan yang lainnya saling menatap, mereka memutuskan untuk berbalik meninggalkan kamar Lidya dan Zhiro.

"Zhir... Aku takut... Kau di mana..."

Zhiro menatap Lidya, ia kira istrinya telah berada di alam sadar ternyata dalam alam mimpinya kejadian itu masih sangat mempengaruhi Lidya.

Zhiro semakin prihatin dengan keadaan Lidya. Ia menggenggam tangan Lidya dengan erat. "Aku ada di sini, Zhiromu."

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin