Ternyata memang benar, ada dua buah mobil polisi yang sedang mengejar mereka.

"Sial! Apa kita harus berhenti?" Rein bertanya dengan gugup karena selama dia hidup, dia belum pernah berurusan dengan pihak kepolisian.

"Hehehe, tentu saja tidak!"

"... Jangan bilang!"

Vrooommmmm!

Bukannya berhenti, Lucia malah menginjak pedal gasnya dengan kuat dan dalam sekejap polisi itu langsung tertinggal di belakang mereka.

Rein tertegun ketika memperhatikan keadaan mereka saat ini. Dia tidak tahu harus takut atau gembira karena ini terlihat sama persis seperti game yang ia mainkan saat kecil.

"Lucia kecepatan penuh!" Rein tidak peduli lagi, dia berteriak sambil menunjuk jalan di hadapannya.

"Sudah kubilang kalau ini sudah yang tercepat!"

"Siapa peduli hahahaha," Rein tertawa sambil merekam semuanya, jumlah polisi yang awalnya hanya 2 mobil sekarang sudah bertambah jadi 5.

Jumlahnya saja yang bertambah, namun tidak ada satupun dari mereka yang mampu mendekati kendaraan Lucia.

Hingga belasan menit kemudian mereka benar-benar lolos dari kejaran polisi.

Inilah bedanya kualitas dan kuantitas.

Rein tersenyum ketika memperhatikan Lucia yang berada di sebelahnya. Karena terus mengemudikan mobil dengan fokus yang tinggi, Lucia menjadi kelelahan dan tubuhnya kini basah dengan keringat.

"Apa tempatnya masih jauh?"

Rein mengelap keringat yang ada di wajah Lucia dengan sapu tangan miliknya. Karena dari tadi tangan Lucia sibuk dengan kemudi, Rein ikut membantu Lucia dengan menghapus keringat di wajahnya.

Memang pada awalnya Lucia menolak, tapi lama-kelamaan dia merasa keringatnya mulai mengganggu fokusnya saat mengemudi, karena itu dia membiarkan Rein mengelapnya.

"Sebentar lagi..." Lucia menjawab dengan nada yang datar. Walaupun jawabnya seperti itu, dia sebenarnya sangat malu ketika tubuhnya sedang disentuh oleh seorang laki-laki.

Setelah beberapa menit kemudian mereka berdua menghela napas lega karena sudah sampai pada tempat tujuan, perjalanan tadi sangatlah berkesan apalagi ketika dikejar-kejar polisi.

"Tempat apa ini?" Rein mengamati tempat yang ada di hadapannya. Jika diperhatikan dengan baik, tempat ini adalah kafe yang memiliki ukuran yang sangat besar.

"Sudah masuk saja..." Lucia mendorong pelan punggung Rein agar berjalan lebih cepat.

Akhirnya mereka berdua masuk ke dalam. Seperti yang diduga Rein, tempat ini memanglah kafe.

"Selamat datang!"

"Selamat datang!"

"......."

Baru saja masuk, Rein langsung dihadapkan oleh belasan pelayan yang menunduk ke arahnya, namun setelah beberapa saat dia mulai mengerti bagaimana situasinya.

Memangnya siapa lagi yang selalu membuat keanehan seperti ini kecuali sultan di belakangnya.

Lucia mengangguk dan berjalan dengan membawa Rein ke meja kosong yang berada di sudut ruangan.

Mereka duduk dengan saling berhadapan dan tidak lama kemudian seorang gadis cantik datang menghampiri meja mereka.

"Apakah Nona muda menginginkan sesuatu?" Gadis itu membungkuk dan mengambil buku catatannya.

"Seperti biasa saja, dan untuknya...." Lucia menjawab sambil memperhatikan Rein yang terus menatapnya dengan heran.

"Aku kentang goreng dan kopi susu saja." Jawab Rein dan kembali menatap Lucia.

"Baiklah kalau begitu, terima kasih Nona..."

Gadis itu pergi meninggalkan meja dan masuk ke dalam sebuah ruangan.

"......"

"Apa yang dari tadi kau perhatikan?" Lucia merasa sedikit risi ketika terus ditatap Rein.

"Hmm... sebenarnya aku baru menyadari sesuatu yang sangat penting..." Rein menjawab dengan ekspresi serius.

"Penting? Maksudmu tentang polisi? Atau tentang kafe ini?" Lucia mengangkat alisnya.

"Bukan."

"Lalu apa?

Rein menyipitkan matanya sambil menatap mata Lucia.

"Kenapa kau tidak sekolah?"

"... Apa?"

"Kubilang... kenapa kau tidak pergi ke sekolah?" Rein mengulangi pertanyaannya.

"Pffttt.. ternyata hanya ituu..." Lucia tertawa sambil menutup mulut dengan tangannya.

"Hei, bukankah ini penting?" Rein bingung dengan reaksi Lucia, bukankah pendidikan itu sangat penting?

"Hahaha dengar ya Rein, sekolah itu hanyalah formalitas bagiku. Yang terpenting adalah ini," Lucia tersenyum manis sambil mengetuk kepala dengan jari telunjuknya.

"........"

"Hahh, saat ini kau mungkin tidak mengerti, tapi suatu saat nanti kau pasti akan mengerti." Lucia menghela napas lalu mengambil puding yang tersedia diatas meja.

Rein masih bingung dengan perkataan Lucia, tapi perhatiannya langsung beralih pada pakaian putih abu-abu Lucia.

"Yah terserah, ...tapi aku tidak menyangka kalau kau lebih muda dariku Lucia." Rein tersenyum menatapnya.

"Kau benar... Memangnya kita berbeda berapa tahun?"

"Mungkin satu tahun, aku 18 dan kau 17?"

"Jadi satu tahun ya..." Lucia menyantap pudingnya sambil menatap wajah Rein yang terlihat seperti memikirkan sesuatu.

Rein mengelus dagunya sambil menatap balik Lucia, "Yahh, walaupun berbeda satu tahun itu masih normal untuk kita pacaran kan?"

"Eh!?"

Seketika sendok yang Lucia pegang langsung terjatuh.

The Heretic Chef : Exaworld OnlineWhere stories live. Discover now