"Haus banget, ya?" tanya Steven setelah melihat Icha yang lega karena hausnya sudah hilang.

"Iya!" sahut Icha cepat. "Steven sih nggak peka! Harusnya tuh tanpa disuruh udah dibeliin minum dari tadi."

Steven tersenyum tipis. "Maaf."

"Nggak papa, kok. Kan, akhirnya Steven juga beliin minum buat Icha," balas Icha dengan senyum manisnya.

"Cha," panggil Steven. Suaranya kali ini terdengar lembut, tak ada nada datar dan dingin yang biasanya dikeluarkan.

Icha menoleh. "Apa, Stev?"

Tanpa aba-aba, Steven mengelus rambut Icha lembut. Menatapnya dengan senyum hangat yang jarang ditunjukkan ke orang lain, Icha yang melihat Steven seperti itu merasa gugup.

"Jangan pergi dari hidup gue ya," ucap Steven tulus.

Jantung Icha mendadak berdegup lebih kencang, antara bahagia, terkejut, dan tak percaya saat Steven mengatakan itu. Apa benar ini Steven pacarnya?

"Iya, Icha pasti nggak akan kemana-mana," jawab Icha juga disertai senyum. "Steven juga ya, jangan pernah pergi dari hidup Icha."

"Iya, Cha. Gue nggak bakal ninggalin lo, gue bakal nemenin lo disaat lo bahagia dan sedih."

Mata Icha membulat sempurna mendengar itu. Sangat-sangat tak percaya Steven mengatakan itu, mungkin terdengar sedikit aneh, tapi tak bisa dipungkiri Icha senang.

"Ini beneran Steven nggak sih?"

***

Pulang sekolah, waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua siswa yang bosan dengan pelajaran. Begitu juga lcha, ia hari tidak terlalu semangat. Alasan Icha tidak semangat adalah Steven tidak dapat mengantarnya pulang karena Steven tiba-tiba ada latihan basket dadakan.

Dengan langkah yang malas, Icha akhirnya sampai di gerbang utama sekolah yang sudah dipenuhi oleh murid-murid lain. Icha menatap kendaraan dihadapannya yang lalu lalang dengan muka cemberut, ia lupa bahwa uangnya sudah habis.

Icha menghela napas berat. "Terus Icha pulangnya gimana?"

Tapi tiba-tiba saat ada mobil yang terhenti di pinggiran jalan membuat mata Icha berbinar, ia sangat tau siapa pemilik mobil itu. Dengan langkah cepat dan semangat, Icha berjalan menghampiri mobil itu.

Saat sampai, Icha mengetuk kaca mobil itu. Perlahan kaca itu terbuka dan menampilkan sosok yang sangat Icha kenal. Orang itu menatap Icha dingin.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Kevin dingin.

Icha langsung cemberut. "Ngusir ya? Yaudah gue pergi."

"Eh, tunggu dulu," cegah Kevin. "Gue mau nanya, Alysya mana? Kok belum muncul?"

"Alysya ke kelasnya Dimas, pasti dia pulangnya sama Dimas," jawab Icha ketus.

Sebenarnya itu adalah kode, tapi memang Alysya benar ke kelas Dimas. Dalam hati, Icha berdoa semoga Kevin mengajaknya pulang bersama. Mungkin alasan tadi bisa membuat Kevin mempunyai belas kasihan pada Icha.

"Yah, percuma gue ke sini," ujar Kevin dengan menatap Icha.

Icha diam saja, menunggu Kevin melanjutkan ucapannya. Wajah Icha mendadak lesu, hal itu membuat Kevin mengerti.

"Yaudah, ayo pulang sama gue. Biar nggak sia-sia gue ke sini," ujar Kevin akhirnya.

Yes, peka. Jarang-jarang Kevin peka seperti ini, Icha tidak akan menyia-nyiakannya. Dengan langkah cepat, Icha masuk ke dalam mobil Kevin.

Mobil itupun melaju sedang meninggalkan sekolah. Selama perjalanan, keadaan canggung. Icha tidak tau harus membuka topik apa, sedangkan Kevin fokus menyetir. Tapi tiba-tiba, Kevin membuka suara.

"Lo sama Steven udah baikan?" tanya Kevin dengan melirik Icha.

Icha perlahan mengangguk. "Iya. Kenapa, Kak?"

"Sebenernya gue mau nembak lo," jawab Kevin blak-blakan. "Meskipun gue tau apa jawaban lo nanti."

"Kak, lupain cinta Kak Kevin ke gue ya?" pinta Icha dengan menatap Kevin sayu. Icha kali ini tidak mau menyakiti hati orang lain, sudah cukup Dani, ia tidak mau ada orang lagi.

Kevin hanya tertawa hambar.
"Jangan paksa gue untuk berhenti mencintai lo, karena gue udah tau resikonya. Entah itu sakit hati, kecewa, hancur. Itu semua urusan gue, lo nggak perlu tau."

***

Akhirnya bisa update! Maaf ya baru update sekarang hehe.

Jangan lupa vote and comentnya, biar nggak siders❤

Salam,

Reva Adhia

LOVE VIBESWhere stories live. Discover now