"Dav, di dunia ini masih banyak orang normal yang ngantri untuk jadi istri kamu. Kenapa kamu malah pilih mantan kamu yang gila itu dan terus-terusan berharap? Orang yang punya kelainan mental, gak akan bisa berpikir jernih seperti orang normal."

"Gue rasa lo juga punya kelainan mental," akhirnya Dava bersuara setelah terus-terusan di tindas oleh Soraya. "Apa mungkin lo terobsesi sama gue, sampai-sampai lo rela buang waktu berharga lo demi menyelidiki masa lalu gue? Ck, sayang banget padahal hampir semua cowok memuja lo seperti seorang malaikat. Tapi sayangnya, malaikat yang mereka puja gak lebih dari seorang wanita yang punya obsesi besar terhadap gue dan masa lalu gue. Kenapa? Lo takut tersaingi sama Vanilla? Karena Vanilla lebih dari segalanya di banding lo?"

Mendengar perkataan Dava langsung mengubah raut wajah Soraya menjadi pias dengan dada yang mulai terasa sesak. Sedetik kemudian, Soraya langaung melepaskan tawanya, seolah perkataan Dava barusan adalah kalimat terlucu yang pernah Soraya dengar.

Soraya berdiri, berjalan mendekat kearah meja kerja Dava dan menumpukan kedua tangannya di atas sana, "Dava sayang..." panggilnya membuat bulu kuduk Dava meremang. "Sekuat apapun kamu mencoba untuk menghindar dari aku, semakin kuat juga usaha ku untuk membuat kamu bertekuk lutut. Bukannya kamu tahu, aku bisa melakukan apa saja demi keinginanku."

Soraya langsung menjauh dan memutuskan keluar dari ruangan Dava. Ia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan menelpon sebuah nomer yang tadi pagi menelponnya. Setelah nada sambung terdengar dan di angkat, Soraya langsung berkata, "Hallo, Om... Soraya sudah bertemu Dava dan Dava gak setuju Soraya jadi sekertarisnya. Dava... Masih mengharapkan mantan kekasihnya kembali."

Soraya diam sembari mendengarkan omongan orang yang menelpon dengannya, lalu setelah itu Soraya merespon, "Saya gak bisa melakukan apa-apa kan selain ikut dalam permainan om dan orangtua saya?" ucapnya sedikit menyindir dan langsung mematikan telponnya begitu saja.

Mood Soraya mulai memburuk, dari pada semakin hancur, Soraya memutuskan pergi dari kantor Dava.

*****

Hingar bingar dentuman musik begitu tajam menusuk telinga Vanilla yang duduk dengan tidak nyaman di tengah-tengah kerumunan orang yang begitu senang dengan pesta kecil yang mereka adakan. Sebenarnya Vanilla tidak berniat ikut, namun karena Sandra memutuskan pergi sendiri, maka mau tidak mau Vanilla mengalah dan menemani temannya itu. Pernah beberapa waktu lalu Sandra pergi ke klub malam sendirian, lalu pulang dalam keadaan mabuk berat dan hampir celaka.

"Drink?" tanya salah satu teman Sandra yang langsung di tolak mentah-mentah oleh Vanilla.

Vanilla tidak suka minum minumam beralkohol, lebih tepatnya tidak bisa. Pertama karena Vanilla hanya hidup dengan satu ginjal, kedua karena Vanilla pengidap insomnia yang terkadang membutuhkan obat untuk membantunya tidur dan yang ketiga karena ia bertanggung jawab mengantar Sandra pulang. Jika Vanilla ikut-ikutan mabuk, bisa-bisa mereka berdua bukan kembali ke apartemen, tapi ke hadapan Tuhan.

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari dan Sandra masih tertawa bersama teman-temannya yang lain. Vanilla mendengus, bagaimana bisa Sandra tahan dengan suasana seperti ini, padahal ini sangat tidak nyaman.

"San, we should go back." Ujar Vanilla berdiri menghampiri Sandra yang sudah dalam keadaan mabuk.

"Yaelah, cupu amat sih lo, Vanilla."

Vanilla memutar bola matanya dan melingkarnya lengan Sandra di lehernya, "besok-besok gue gak mau jadi baby sitter lo lagi!" ketus Vanilla membawa Sandra keluar dari dalam klub menuju parkiran.

"Oh, come on, Vanilla..."

"Sandra, hari ini bukan weekend dan pagi nanti lo harus kerja! Gimana sih, katanya mau ngumpulin biaya nikah, malah hura-hura gak jelas."

Sandra langsung tertawa, membuat Vanilla mengernyit, "Vino brengsek! Gue benci sama lo dasar playboy!" racau Sandra sembari memukul dashbor mobilnya.

"I'm not your boyfriend Sandra! so shut the fuck up!"

Vanilla melajukan mobilnya dengan kesal, sementara Sandra masih saja mengoceh dan mengumpati cowok bernama Vino yang tak lain tak bukan adalah pacar Sandra. Vanilla benci berurusan dengan orang mabuk seperti ini. Belum lagi jika Sandra merasa mual dan tiba-tiba muntah. Jika bukan karena Sandra membantunya mendapat pekerjaan di Milan, Vanilla tidak mau repot-repot mengurus Sandra.

Sesampainya di parkiran, Vanilla mengeluarkan Sandra dan kembali membopongnya. "Berat banget sih lo, San! Keberatan dosa!" cibir Vanilla yang kesusahan membawa Sandra.

Sandra sudah tidak sadarkan diri sementara mereka masih berada di dalam lift. Bahu Vanilla rasanya mau patah karena menahan beban tubuh Sandra yang lebih berat dari tubuhnya sendiri. Bahkan Vanilla sudah tidak peduli dengan Sandra yang setengah di seret oleh Vanilla.

Vanilla pun membuka pintu kamarnya dan langsung melemparkan Sandra ke atas kasur. Vanilla mendengus melihat kondisi Sandra yang benar-benar tak sadarkan diri. Menyusahkan dan Vanilla tidak menyukai hal tersebut.

Tiba-tiba telinga Vanilla mendengar suara dering ponsel yang berasal dari dalam tas Sandra. Tangannya pun meraih tas Sandra dan mengambil ponselnya. Setelah melihat siapa yang menelpon Sandra, Vanilla langsung tahu dari emoticon nama penelpon. Pasti Vino, pacar Sandra.

Vanilla pun memutuskan untuk mengangkatnya, "hallo?" ucap Vanilla.

"Ini siapa?" sahut suara dari sebrang telpon sana.

"Oh, sorry, gue temannya Sandra."

"Dimana dia?"

"Emm.. ada sama gue, dan lagi tidur. Ada mau di omongin?"

"Nope. Bilang aja kalau gue nelpon semalam."

"Oke."

"Woy, Dav! Bisa tenang dikit gak sih!?"

Tut.

Sambungan telpon tersebut langsung terputus.

Vanilla memandang layar ponsel Sandra. Entah mengapa kalimat terakhir sebelum telpon di matikan membuat jantung Vanilla berdetak aneh. Dav, Vanilla jadi mengingat Dava. Apa mungkin Vino pacar Sandra adalah Vino yang Vanilla kenal? Tidak mungkin. Mungkin hanya sebuah kebetulan atau karena Vanilla berhalusinasi tentang Dava.

Vanilla mendengus. Sepertinya malam ini akan ia lalui tanpa tidur hingga selesai bekerja nanti.

*****

Maaf karena updatenya gak rutin. Kemarin lagi sibuk-sibuknya ngurus pre order buku ketiga aku.
Btw, kalian udah pada ikutan belum? Kalau belum yuk buru ikutan PO Bulan & Bintang. Kalian bisa langsung kontak via wa ke +6281952603592 atau bisa pesan lewat toko buku online. Untuk info lengkapnya bisa kalian lihat di instagram aku ya :)
See u in the next chapter!

Jum'at 24 Januari 2020

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Där berättelser lever. Upptäck nu