💓35. Ajari Aku💓

621 108 21
                                    

Sudah satu minggu mereka hidup.di dalam kamp. Setiap pagi, seperti hari sebelumnya, Oliver selalu berpatroli sambil mengamati keadaan Beatrix. Meyakinkan dirinya bahwa gadis itu dalam keadaan yang baik-baik saja.

Oliver tersenyum tiap kali mendapati Beatrix mengerling padanya. Senyum tipis yang dianggap oleh tawanan yang lain seringai menakutkan itupun terurai di wajah Oliver.

Tarikan bibir yang melengkung di wajah Oliver memberi tanda pada Beatrix, seolah berkata tanpa suara bahwa dia ada dalam masa kesesakan ini dan akan melindungi gadis itu.

Selama beberapa menit sampai satu jam, Oliver selalu duduk di dapur umum, suatu tempat yang dipilihkan oleh Oliver di antara tempat kerja yang lain bagi Beatrix. Manik mata itu memandang lekat gerak-gerik gadis yang sedang mengupas kentang.

Kepala tanpa rambut itu, tidak memudarkan pesona Beatrix. Justru Oliver makin terpana dengan ketegarannya.

Oliver duduk di kursi, menyilangkan kaki sambil menyedekapkan lengan di depan dada. Dalam hati ia memanggil gadis itu, berharap sapaan batinnya tersalurkan lewat desiran udara yang mengantarkannya pada pendengaran sang gadis.

Beatrix ....

Dan secara ajaib, gadis itu menoleh, memberikan senyuman manis yang membuat jantung Oliver berdetak kencang.

Ah, konyol sekali kamu, Dewa! Menolak gadis cantik ini!

Oliver bangkit. Menarik sudut bibir kanannya ke samping. Lantas berlalu dari dapur itu, setelah tahu perempuan itu baik-baik saja.

***

Beatrix mengerling, mengamati punggung Oliver yang menjauh setelah bercakap sejenak dengan seorang tentara bawahannya.

Batin Beatrix merasa tenang dan nyaman. Di masa sulitnya, keberadaan Oliver di dekatnya membuat Beatrix yakin bahwa ia akan aman. Setiap Beatrix menoleh dan mendapati Oliver, selalu ia menemukan lelaki itu sedang memandangnya dan kemudian akan menguraikan senyum yang membuat Beatrix merasa tak sendiri.

Beatrix, setelah apa yang kamu alami, setelah melihat apa yang Olive lakukan, masa kamu masih terkungkung dalam perasaan tak menentu? Hati Dewa milik gadis itu, dan hati Oliver hanya tertuju kepadamu. Belajarlah mencintainya, Beatrix!

Berulang kali Beatrix bermonolog, meyakinkan dirinya dan hatinya untuk mengubur rasa cintanya pada lelaki Hindia Belanda itu.

Beatrix tak ingin memberi harapan semu. Ketulusan Oliver menjaganya membuat Beatrix berpikir mempertimbangkan lelaki itu untuk menguasai hatinya. Walau Beatrix pernah mengatakan akan membuka hati untuk Oliver, nyatanya tidak semudah membalikkan tangan. Bayangan Dewa masih saja berkelibatan mengaburkan cinta Oliver yang berusaha menyusup ke hatinya.

Beatrix terlalu lelah berkelana seorang diri. Dari satu tempat ke tempat lain, menghindari bahaya tanpa teman dan hanya bersahabat dengan rasa was-was. Beatrix ingin tempat bersandar. Ketika sepuluh bulan dilaluinya bersama Dewa Pamungkas, gadis itu paham, hati Dewa sudah terkunci, tak ada celah untuk memasukinya.

Beatrix menghela napas panjang. Jemarinya yang menggenggam pisau masih lincah mengupas kentang. Nalarnya masih berputar dihadapkan pada perasaannya.

Haruskah dia menyesali dan menarik kembali ucapannya di kala dia tertekan pada hari pertama memasuki kamp? Beatrix seperti perempuan jalang yang memanfaatkan ketulusan Oliver. Mengucap harapan, menikmati perhatian, tetapi hatinya masih melawan perasaan yang diberikan pria itu.

Suara pecutan tiba-tiba menguar di ruangan. Rintihan pilu dari seruan seorang wanita membuat Beatrix terlonjak dan kentang itu terloncat dari tangannya.

Nederland (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang