🇳🇱29. Bersama Dewa🇳🇱

636 125 32
                                    

vote n komen, jangan dilupa ya...

~NEDERLAND~

Bersama Dewa dalam kolong atap rumah Keluarga Sneijder membuat batin Beatrix sesak. Bagaimana bisa Beatrix menekan perasaan pada pria itu kalau setiap hari, setiap jam, setiap menit dan setiap detik bersama dengan Dewa.

Ruang rahasia hanya ada satu bed, dengan jendela yang tak disadari oleh orang luar bahwa itu adalah jendela ruang rahasia. Dan saat itu, Beatrix duduk meringkuk di atas kasur sederhananya. Berbungkus selimut dan mendekap badannya sendiri.

Kepalanya pening tak terkira akibat wine yang diteguknya dalam sekali waktu. Dan akibatnya, Nyonya Sneijder tak memperbolehkannya untuk meminum pereda nyeri. Beatrix hanya mampu mendesah tertahan, menahan perih hati dan nyeri di pahanya.

Beatrix menunduk, menumpukan dahinya di lutut kaki yang tertekuk. Surai coklat yang mulai panjang itu tergerai. Beatrix ingin sekali bisa segera terlelap masuk ke alam mimpi. Setidaknya, gadis itu bisa beristirahat sejenak.

Jejak keberadaan Dewa sangat melekat di setiap inderanya. Suara langkah kakinya begitu khas sudah melekat di ingatan Beatrix. Aroma tubuh itu begitu manis memabukkan penciuman Beatrix. Beatrix mengerang pelan. Bagaimana bisa saat memejamkan mata pun, bayangan senyuman lelaki itu mondar-mandir di otaknya.

"De—"

"Aku bukan Deo!" sergah Beatrix teredam suaranya. Dewa hanya mengendikkan bahu. Tingkah Beatrix mengingatkannya pada Keinan yang merajuk.

Dewa, Beatrix bukan Keinan!

"Bet, kamu marah?" tanya Dewa yang saat ini duduk di tepi jendela menikmati pemandangan dari atap.

"Buat apa aku marah?" Suara Beatrix teredam.

"Bet, salahkah aku memenuhi janjiku pada Keinan sementara hatiku sudah jauh darinya?" Suara Dewa terdengar bergetar.

Beatrix menengadahkan kepala, memandang Dewa yang wajahnya bersinar diterpa cahaya matahari musim dingin. Wajahnya sendu tak dapat dimengerti oleh Beatrix.

"Dewa, apa yang akan kamu lakukan bila perang berakhir?" tanya Beatrix kepada pemuda itu.

Dewa mendengkus. Perang berakhir? Akankah waktu itu tiba? Akankah aku akan kembali ke Indonesia? Lantas bagaimana dengan hatiku yang tergetar oleh sosok perempuan campuran Yahudi-Belanda-Indonesia itu?

Dewa menoleh mendapati manik mata yang berwarna biru yang membuatnya hanyut dalam lautan perasaan yang tak menentu itu. Dewa tersenyum, penuh dengan perasaan getir.

"Kalau perang berakhir, kita akan berpisah Beatrix. Aku akan kembali pada wanita itu."

Hening ... Mereka hanya saling memandang dalam kebisuan. Pandangan Beatrix yang terluka karena cintanya tak berbalas dan tatapan Dewa yang gelisah antara janji dan perasaannya sekarang.

Sunyi ... Kesepian yang menyesakkan. Ketika hati saling bertaut, tetapi karena sebuah janji, Dewa menutup mata dan hatinya.

"Salahkah menjadi setia Beatrix?" tanya Dewa gadis berwajah tirus itu. Beatrix menggeleng. Senyumannya terasa pahit, dengan tangannya yang mencengkeram lengannya, menahan kesedihan yang mendalam di balik selimut.

"Tidak. Justru itu pesonamu, Dewa Pamungkas!"

Tarikan bibirnya membingkai sebuah senyuman manis di wajah Dewa, membalas jawaban Beatrix.

***

Dewa terhanyut dalam pesona gadis blasteran itu. Ia merutuki apa yang terjadi. Mengutuki hatinya yang tak setia.

Nederland (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang