Zero langsung menatap Vanessa tajam, "we've talk about this before, dan semua pihak setuju untuk melupakan apa yang pernah terjadi kan? Kenapa lo ungkit-ungkit lagi dan membuat luka lama itu kembali terbuka lebar?"

Vanessa tidak menjawab. Ia hanya mengendikkan bahunya dan menghela napas.

"Anton memang bagian dari keluarga Gustavo. Anton juga tahu gimana masa lalu lo. Anton terima lo karena Anton sayang sama lo dan gak mau lo terus-terusan berpikir bahwa lo masih sama seperti dulu. Gue lebih dari lo, gue lebih benci sama saudara gue sendiri, dan jujur gue menyesal. Tapi gak ada yang namanya mantan saudara, mantan keluarga, seberapa besarpun kesalahan yang pernah lo buat, gak akan bisa buat saudara lo, benci sama lo. Vanilla menghilang bukan karena Vanilla benci sama kita, dia cuma belum bisa menerima apa yang pernah dia lalui di masa lalu."

Kalimat Zero melempar kenangan Vanessa ketika dulu ia masih menyimpan rasa iri kepada saudara kembarnya. Vanessa yang berpikir bahwa Vanilla beruntung karena terlahir hampir sempurna membuat Vanessa selalu memojokkan Vanilla. Vanessa merebut apa yang seharusnya jadi milik Vanilla. Kasih sayang, saudara, bahkan kekasih sekalipun, Vanessa berusaha untuk merebutnya. Hingga ketika malam itu tiba, Vanessa di nyatakan bersalah atas kasus pembunuhan berencana yang ia lakukan bersama seorang psikopat bernama Dirga. Malam itu, menjadi malam yang mengerikan bagi Vanessa. Malam dimana ia kehilangan adik kembarnya dan malam dimana ia harus mendekam di dalam penjara.

"Kita, bukan kakak yang baik untuk Vanilla," gumam Zero dengan nada penuh penyesalan, "dan gue harap, kita punya kesempatan untuk menebus semuanya," lanjut Zero.

Vanessa mengembangkan senyum seraya mencoba menahan airmatanya agar tidak terjatuh dan menghela napas. "Dan di saat itu tiba, i'll make her the happiest girl in the world, i promise."

*****

Tak terasa, berbulan-bulan lamanya Vanilla mempersiapkan diri untuk peragaan yang akan di adakan sebagai syarat kelulusannya dan saat ini ia dengan bangga mengembangkan senyumnya disaat seluruh tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah setelah mendengar penutupan dari pihak penyelenggara. Vanilla yang sudah berada di belakang panggung langsung menghela napas dan berusaha menetralkan kembali suhu tubuhnya yang terasa dingin.

"Akhirnya..." gumam Sandra yang ikut menghela napas lega, persis seperti Vanilla.

Setelah adegan negosiasi antara Vanilla dan Sandra beberapa bulan yang lalu, akhirnya Vanilla sepakat untuk bekerja sama dengan Sandra, hingga detik ini mereka berhasil menyelesaikannya tanpa cacat sedikitpun. Selangkah lagi, impian Vanilla untuk menjadi seorang designer akan segera terwujud.

"ciao, sei bellissima nel tuo abito (hai, kamu terlihat cantik dengan gaunmu)," sapa seorang pria gemulai yang berdiri di hadapan Vanilla dan Sandra.

"Ah, Vanilla, this is Roy and Roy This is Vanilla," Sandra memperkenalkan Vanilla pada cowok gemulai bernama Roy itu.

Roy langsung menarik tangan Vanilla dan mencium punggungnya, "un nome dolce come il suo proprietario (nama yang manis seperti pemiliknya)," ucap Roy mengembangkan senyumnya.

"Ini orang yang waktu itu gue bilang," bisik Sandra di telinga Vanilla.

"grazie per il complimento (terima kasih atas pujiannya)," ucap Vanilla membalas senyuman Roy yang sedikit terkejut karena Vanilla ternyata mengerti bahasa yang di gunakan Roy.

Tak hanya Vanilla, Sandra yang berdiri di samping Vanilla pun terkejut. Setelah tahu Vanilla ternyata satu kewarganegaraan dengan dirinya, mengerti bahasa mandarin, sekarang mengerti bahasa itali.

"Lo hapal berapa banyak bahasa sih?" bisik Sandra di sela-sela Vanilla yang sedang berbincang-bincang dengan Roy.

Vanilla mengendikkan bahunya, "gak tahu, gak pernah ngitung," balasnya lalu kembali mengobrol bersama Roy.

Mendengar Vanilla yang begitu intens berbincang, Sandra hanya tersenyum masam karena tidak mengerti apa yang sedang di bicarakan oleh Vanilla dan Roy. Sandra harap Vanilla tidak menjelek-jelekan dirinya karena beberapa kali Vanilla terdengar menyebut dalamnya dalam pembicaraan Vanilla bersama Roy.

"So, how is my bid? are you interested in coming to Milan and meeting my boss in person?"

"Only her, or..." sela Sandra.

Roy tertawa, "both of you, of course."

Mata Sandra langsung membelalak dan menatap Vanilla dengan tatapan tak percaya, "serius nih?" tanya Sandra pada Vanilla yang hanya di balas dengan endikan bahu. Sandra pun langsung bersorak dan tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada Roy.

"ci vediamo a milano (sampai jumpa di Milan)," ucap Roy seraya melenggang pergi bersama seorang asisten yang sedari tadi mengekor di balakang Roy.

Sepeninggalan Roy, Sandra langsung bersorak gembira sembari mengguncang tubuh Vanilla kelewat senang. "Akhirnya impian gue," ucapnya dengan mata berkaca-kaca membuat Vanilla tertawa. "Thank you so much, Vanilla. Gue bakal traktir lo sepuasnya!"

Sandra menggandeng Vanilla dan membawa Vanilla pergi. Vanilla rasa, pertemanannya dengan Sandra akan berlangsung lama, toh memiliki satu teman tidak masalah, selagi tidak menambah beban pikiran dan membuatnya susah. Lagi pula,  sepertinya Vanilla sedang berusaha mengembalikan sifat yang selama ini ia coba tutupi, Vanilla akan berusaha menjadi dirinya sendiri.

*****

Untuk kalian yang mungkin ngerti dengan bahasa bahasa asing di cerita ini, kalau ada yang salah atau kurang pas mohon di betulkan ya☺️☺️

Btw, di wattpad kalian chapter yang ini eror gak? Katanya notif gak masuk dan sebagian ceritanya kayak nge bug gitu.

Sabtu, 11 Januari 2020

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now