27 - Penyelamat Asing

2K 94 0
                                    

“ Hidup kita adalah sebuah skenario yang terus menerus berjalan sampai waktunya nanti.”

Syaqilla-


***


Bengkulu

        Syaqilla, bagaimana keadaan mu sekarang? Aku terus menanyakan keadaanya sambil menatap langit cerah di Bengkulu. ‘Sebenarnya, tujuan aku menulis surat ini ialah aku ingin menjadi bagian dari penyempurna iman kamu.’ Kalimat dalam surat itu terus mengiang di fikiranku.

        Bagaimana aku bisa menolak tapi tidak menyakiti hatinya? karena aku sudah memiliki calon pendamping hidup sendiri ?
Aku berjalan keluar kamar, menuju teras rumah.

         Menghirup udara segar pagi ini. Aku berjalan santai di sekitar daerah pesantren. Walaupun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, aku masih terus melakukan check up rutin. Ada luka yang terus harus dipantau perkembangannya, terutama daerah di bagian kaki yang patah.

“ Fahriz!” suara Syahna menginterupsiku, dia berhenti tepat satu meter di depanku dengan kepala yang merunduk.

“ Ada apa na? ”

“ Eum, riz. Soal surat yang kemarin..” “ Jangan dibawa serius ya, aku akan terima apapun keputusan kamu.”

“ Kalau pada akhirnya aku menolaknya juga? Apakah kamu akan kecewa dan sakit hati na?.”
Wajah Syahna berubah tegang. “ Na, maaf tapi aku belum bisa menjawabnya. Aku belum tahu, ada sosok yang memang membuatku jatuh padanya.” Aku memberi jeda “ Maaf na, mungkin nantinya jawaban ku akan menyakitimu. Maaf sekali lagi na.”

“ Hehe, aku tahu ko riz. Syaqilla kan? Aku tahu dia yang memang selalu kamu tunggu sejak lama, sampai kejadian itu terjadi.”

“ Sudah na, jangan dibahas.” Ujarku sedikit marah.

“ Riz, seharusnya kamu jangan ganggu kehidupan Syaqilla lagi. Biarkan dia merasakan apa artinya bahagia tanpa dipaksakan. Kasihan Fatih yang sudah berkorban untuk semuanya.”

“Kamu gak tahu apa – apa na, pergi dari sini. Jangan katakan hal itu lagi, aku hanya mecoba yang terbaik dan menjadi manusia yang lebih baik.”

“ Apa benar yang kamu katakan itu riz?”

“ Pergi dari sini na!.” Ucapku yang membuat dia pergi menjauh.


***


     Pemuda bernama Reza itu mengirimkan lokasinya, masih di daerah Bandung. Aku tak tahu bagaimana jelas kronologisnya.

“ Le, kenapa nak Zulfa bisa pingsan? ”

“ Fatih belum tahu bu. Yang pasti Fatih hanya ingin melihat keadaan Zulfa sekarang.”

“ Kamu sudah beri tahu keluarga Zulfa?”

“ Belum bu.” Jawab ku ragu.

“ Kenapa nak? ” Suara ku tercekat, aku ragu, lagi. Apa harus aku beri tahu apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ibu akan mengerti posisi ku saat ini? Dan kenapa aku bisa mengambil keputusan yang terlihat salah ini?

“ Fatih belum sempat.” Jawabku seadanya, tak berbohong. Aku takut berbohong jika itu perihal kepada Ibu.

“ Secepatnya ya nak, Ibu takut keluarga Zulfa tambah salah paham lagi dengan kita.” Aku hanya mengangguk tak yakin. Aku melajukan kendaraanku menuju lokasi dimana Zulfa dirawat. Aku fokus melihat jalan ke depan, tanpa memikirkan keadaanku sekarang. Yang kufikirkan hanya satu yaitu, Zulfa.

𝐇𝐚𝐥𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚𝐦𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang