17

4.4K 185 6
                                    

   Cowo kutub, kamu udah bahagia ya di sana? Pasti banyak bidadari cantik yang nemenin kamu. Ya kan? Aku disini coba ikhlasin kamu. Aku masih trauma aja sama semuanya. Tapi aku ikhlasin semua. Ini kan udah takdirNya Allah. Aku bisa apa? Kamu, adalah teman terbaik yang aku punya, teman ter misterius yang aku punya, teman yang paling aku ga bisa tebak. Ucapku di depan nissan Fahriz ditemani dengan umi dan tante Ransyah.

“Ayo Qila kita pulang” ujar tante Ransyah kepadaku.

“Ayo tan”

Kami langsung masuk ke dalam mobil dan kami mampir dahulu ke rumah tante Ransyah. Sesampainya di sana, tante ransyah mengajak ku dan umi makan di rumahnya.

“Oh iya Qil,ini ada buku hariannya Fahriz, sepertinya kamu harus baca deh.”

“Aku ga tau tan udah siap bacanya atau enggak” jawabku seadanya.

“Yaudah, yang penting kamu simpen aja dulu. Kalo kamu udah siap baru kamu baca ya”

Aku hanya mengangguk setuju, aku segera menyimpan buku harian Fahriz di dalam tasku. Semoga saja suatu saat aku siap membacanya.

“Oh iya, besok tante mau ke bengkulu.”
“Tante ngapain ke sana?”

“ Iya ran, mau ngapain ke sana?”

“Ini din, aku rindu sekali sama kakeknya Fahriz. Aku juga ingin menetap di  sana sepertinya mau bantu urus pesantren juga”

“Jadi, pak kyai itu kakeknya Fahriz tan?”

“Iya Qil”

“Kalo aku ikut kesana boleh ga tan?”

“Jangan, takut ngerepotin kamu. Kamu juga harus ngajar di sini kan? Kan udah lama kamu cuti.”

“Iya sih tan, yaudah besok tante hati-hati dijalan ya”

“sip”

***

     Setelah acara makan selesai. Aku lantas berpamitan dengan tante Ransyah. Aku mencium punggung tangan tante Ransyah. Diperjalanan, ada hal yang mengganjal difikiranku. Tapi apa?

“Kamu kenapa qil?”

“Kaya ada yang ketinggalan deh mi”

     Aku segera meminggirkan kendaraanku. Oh ya, ternyata catatan harian fahriz tertinggal. Sepertinya aku kurang dalam memasukkan buku tersebut ke dalam tas ku tadi. Aku segera putar balik arah meuju rumah tante Ransyah lagi. Sesampainya di sana aku mendengar sepertinya tante Ransyah sedang berbicara dengan seseorang. Tapi aku tidak mendengar jelas apa yang dibicarakan. Hanya ada kata “riz” fahriz?

“Assalamu’alaikum tan”

“Wa’alaikumsalam, eh ko balik lagi?”

“Tante abis ngomong sama siapa?, tadi aku denger ada kata-kata riz?”

“Oh itu, dia rizka yang bakal jemput tante dibandara besok. Sepupunya Fahriz”

“emm, o iya tan. Tadi buku harian Fahriz ketinggalan jadi aku balik lagi deh”

“Oh iya, Tadi juga makanya tante nemuin. Kirain tante kamu gak jadi nyimpen. Ini”

“Makasih ya tan, maaf ganggu. Silakan tan dilanjutin lagi telfonnya. Assalamu’alaikum.”

***

    Hari ini adalah hari dimana aku harus menjalani aktifitas seperti sedia kala. Mulai dari ngajar di pesantren, rapat majelis. Dan lainnya. Hari hariku sudah biasa kembali, tak ada yang harus ditangisi lagi. Tak ada yang perlu ditanyakan lagi. Semuanya sudah berakhir, nantinya aku akan berjodoh dengan yang in syaa Allah , pilihan terbaiknya Allah.

     Itu sudah pasti. Karena apapun yang ada di dunia ini Allah sudah mengaturnya dengan sempurna. Banyak kejutan disana yang sedang menanti. Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian. Jadi, aku tak akan menangisi lagi apa yang sudah terjadi. Aku akan memulai segalanya dari awal lagi.

      Fahriz, bagian dari masa lalu yang takkan ku lupakan. Teman yang paling kubanggakan, karena tak ada teman yang se aneh dirinya. Dia spesial karena dia aneh. Mungkin begitu. Aku kembali tersenyum dikala aku melihat wajah bahagia anak-anak dipondok. Katanya,ada guru baru disini. Guru itu anaknya bu Sarah, yang ingin dijodohkan dengan ku waktu itu.

Aku tertawa geli mengingatnya.

“Assalamu’alaikum nak Qila. Kenalin ini anak ibu. Dia ngajar disini juga” aku menghentikan aktifitasku yang sedang membereskan buku buku di meja. Maklum, karena sudah lama tak di kunjungi.

“Wa’alaikumsalam.” Dia tidak asing lagi, ternyata anak bu Sarah ialah

“Kenalin, namanya Muhammad Al-Fatih Zaelani” sedikit senyum terukir di wajahku.

“ Salam kenal,Fatih” Jawabku.

“ Kamu sudah kenal sama Fatih, Qil?”

“Sudah bu, kemarin dia juga satu majelis sama saya”

“Ko kamu gak cerita sih le sama ibu?” ujar bu Sarah kepada Fatih.

“Aku juga ga tau kalo yang ibu maksud Zulfa”

“Oh ya bu, saya permisi pulang dulu ya bu” ujarku.

“Eh udah pulang toh, yasudah hati hati ya”

“Assalamu’alaikum bu,tih”salamku yang dibalas dengan salamnya.


------

Udah,nih. Kebaca ga akhirnya gimana? Yang bener aku do'ain semoga cepet dapet jodoh.

Btw,

#timfahrizqila or #timfatihqila ?

𝐇𝐚𝐥𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚𝐦𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang