part 14

2.3K 136 21
                                    

"Van kamu marah ya?" Tanya Fanya hati-hati, mereka kini telah berada kembali dalam mobil yang mengantarkan gadis itu menuju apartemen miliknya.

Ervan menghela napas kasar, namun lelaki muda itu masih tetap diam.

"Van," panggil Fanya lagi, kali ini dengan menyentuh lengan lelaki itu.

"Aku nggak suka kamu mengatakan hal itu," ucap Ervan tiba-tiba membuat gadis itu terdiam.

"Maaf aku tidak bermaksud mendesakmu, perkataan itu terucap begitu saja tanpa bisa aku hentikan," ucap Fanya penuh sesal.

"Dan akibat dari mulut lancangmu itu, menjadikan mereka semua salah paham tentang kita."

"Apa maksudmu Van?"

"Dari awal aku tidak pernah menjanjikan apa-apa padamu Fanya, justru kau yang bersikeras menciptakan hubungan diantara kita, aku bahkan tidak pernah berpikir untuk menjadikan kamu sebagai istriku."

"Apa tidak ada sedikitpun perasaan suka dihatimu untukku Van?" Tanya gadis itu sendu.

"Kau bahkan samasekali bukan tipeku."

+++

Ervan merebahkan tubuh letihnya, jam bahkan baru menunjukkan pukul tujuh malam, namun jiwa dan raganya sudah dilanda perasaan lelah yang amat sangat.

Bahkan dalam keadaan mengantuk dan lelah pun ia masih belum juga dapat memejamkan mata. Pikirannya masih terus berkelana memikirkan Kakak dari atasannya itu.

Ada perasaan bersalah saat melihat kesedihan dimata Fanya akibat kata-katanya itu, apa ucapannya sudah sangat keterlaluan, tapi Ervan melakukan semua itu agar Fanya tidak terlalu berharap penuh pada hubungan mereka, ia tidak mau Fanya terluka lebih dalam jika dirinya tidak bisa membalas perasaan gadis itu pada akhirnya.

Ervan kembali duduk. Percuma saja, ia tidak akan bisa tidur walau keinginan itu ada, akhirnya lelaki itu bangkit dari kasurnya dan melangkah keluar kamar.

"Loh, kamu nggak jadi tidur Van, katanya capek," tanya Arini heran.

"Ervan masih belum ngantuk Bu, Ibu masak apa?" Tanya Ervan sambil menghampiri Arini yang sedang sibuk berkutat di dapur.

"Cah kangkung sama ikan goreng, kamu udah lapar ya Van? Tunggu ya, sebentar lagi masakan Ibu matang," ucapnya lembut.

"Intan mana Bu, kok Ervan nggak lihat dia dari tadi?" Tanya Ervan.

"Adikmu lagi belajar kelompok di rumah teman, nanti kamu jam sembilanan jemput dia ya."

"Intan belajar di rumah siapa Bu?"

"Di rumah Anita, kamu tahukan tempatnya?"

"Tau Bu, kan Ervan udah pernah nganter Intan kesana," jawab Ervan sambil mencomot sepotong tempe goreng yang masih terasa hangat sebelum keluar dari dapur.

Dimeja makan Ervan duduk sendirian sambil mengetuk-ngetukkan jarinya pelan, perasaan resah itu kembali datang menghampiri.

Ervan lalu mengeluarkan ponsel miliknya dari balik saku, ia memutuskan untuk menghubungi Fanya. Pada dering kelima telponnya diangkat, suara gadis itu terdengar lesu dan serak.

"Fan kamu kenapa, sakit?" Tanya Ervan cemas.

"Aku hanya merasa sedikit lemas dan pusing," jawab Fanya tak bersemangat.

"Kamu udah telpon keluargamu untuk datang kesana?"

"Aku rasa nggak perlu, dengan minum obat pasti sakitku akan segera hilang."

"Kamu jangan menganggap remeh sakitmu, bagaimana kalau penyakitmu tambah parah sedang kamu hanya sendirian."

"Jangan terlalu berlebihan, aku tidak akan apa-apa," jawab Fanya keras kepala.

mengejar cinta brondongWhere stories live. Discover now