part 12

2.2K 128 16
                                    

Sial! Ervan terlambat.

Lelaki itu setengah berlari memasuki loby gedung setelah memarkir motornya asal-asalan diparkiran luar. Ervan sudah tidak memperdulikan lagi para pegawai lain yang menatapnya heran dan penuh tanya.

Ervan berhenti sejenak, untuk mengatur napasnya yang sedikit tersenggal, saat telah sampai di depan pintu lift yang masih tertutup rapat, setelah menekan tombol menuju lantai atas.

"Ya Tuhan kenapa lama sekali," geramnya kesal saat pintu lift yang ditunggunya sejak tadi masih belum juga terbuka, dan justru stuck di lantai tiga.

Ervan tentu bukan sengaja ingin terlambat, dia bahkan berangkat setengah jam lebih awal dari waktu biasa. Namun waktunya terbuang sia-sia, akibat berbagai kesialan yang beberapa kali menghampiri Ervan. Mulai dari motornya yang mogok mendadak ditengah jalan, sampai ia yang harus berurusan dengan petugas polisi karena menerobos lampu merah agar lebih cepat sampai kantor, dan apesnya lagi dompet yang selalu dibawanya itu raib entah kemana, sehingga Ervan tidak dapat memperlihatkan kartu tanda pengenal, maupun surat-surat penting lainnya.

Setelah melalui negosiasi yang cukup alot, akhirnya ia dapat pergi dari tempat tersebut, sambil mengantongi surat tilang  tentu saja.

Akibat rentetan kejadian itu, Ervan harus mengalami keterlambatan lebih dari dua jam, dam it.

Ervan segera melesat masuk kedalam lift, berdiri gelisah sambil mengetuk-ngetukkan sepatunya kelantai, dengan bola mata tak henti menatap angka digital diatas pintu lift yang terus bergerak.

Ting..

Pemuda itu bergegas keluar dan langsung melangkah menuju meja kerjanya, di sana sudah ada Fanya yang sedang menopang dagu.

Ah kesialan berikutnya sudah menunggu, desis Ervan dalam hati sambil terus melangkah maju.

"Eh Ervan, kirain kamu nggak masuk," sapa Fanya ceria.

"Minggir, aku mau duduk," usir Ervan ketus, sambil meletakkan tas kerjanya diatas meja.

Fanya sedikit cemberut karena sapaannya tak di tanggapi, namun gadis itu tetap berdiri dan berpindah ke kursi lain di depan meja kerja Ervan.

"Ngapain kamu malah duduk di situ, pulang sana," usir Ervan kasar.

"Ish akukan kesini niatnya mau nemenin pacar aku kerja," jawab Fanya tak terima.

Ervan menghela napas pelan dan menatap gadis itu.

"Fan, kamu nggak mau coba cari kesibukan lain setelah beberapa tahun lulus kuliah, seperti membuka tempat usaha bersama teman-temanmu atau bekerja di perusahaan besar lainnya." Ucap Ervan hati-hati, nada bicara lelaki itu berubah lembut.

Fanya menunduk dan memainkan ujung kemejanya resah.

"Kamu nggak suka aku di sini ya Van," jawab gadis itu sedih.

"Bukan begitu Fanya, aku hanya nggak ingin kamu menyia-nyiakan waktumu karena aku. Apa Kamu tidak ingin  memanfaatkan ilmu yang kamu miliki untuk sesuatu yang lebih berguna, kamu tentunya ingin membuat kedua Orang tuamu banggakan."

"Kenapa aku merasa kamu seperti ingin mendorongku menjauh Van," lirih Fanya pelan.

"Fan, aku mengatakan ini bukan bermaksud untuk menjauhkanmu dariku, aku hanya tidak ingin kamu menyia-nyiakan kesempatanmu karena aku. Aku dengar Papamu mengangkatmu menjadi direktur utama di salah satu cabang miliknya, kenapa kau menolaknya hemm."

"Jadi ini alasanmu bicara manis padaku, bersikap seperti kekasih yang penuh perhatian," ucap Fanya sambil berdiri dari kursinya.

"Fan, aku hanya ingin hidupmu lebih berkembang, mengenal banyak orang dan berinteraksi dengan suasana baru, tidak hanya berada di sekitar aku saja."

mengejar cinta brondongWhere stories live. Discover now