BAB 8 - Sunset Bersamamu

13.8K 824 47
                                    

I want to stand with you on a mountain
I want to bathe with you in the sea
I want to live like this forever
Until the sky falls down on me

▶ Truly Madly Deeply - Savage Garden◀

***

“Kau pikir kantor ini punya nenek moyangmu?” sembur Lana begitu ia tiba di lobby dan mendapati Raka telah duduk santai di sofa.

Raka terkekeh, Lana memarahinya tanpa benar-benar memerhatikan sekelilingnya.

Namun bagi Lana sendiri itu bukan masalah buatnya. Yang sekarang jadi masalahnya adalah lelaki di hadapannya.

“Sayangnya bukan,” jawab Raka. “Firma hukum ini bukan punya Oma. Tapi kalau kau lebih suka ini punya nenek moyangku, akan kuminta Oma untuk menjadi salah satu pemilik dari firma hukum ini.”

“Dasar gila,” desis Lana. Ia akhirnya memilih duduk berhadapan dengan Raka yang baru saja membuatnya 'diusir' oleh bosnya sendiri. Iya, lelaki gila di hadapannya ini membuat bosnya memberi libur untuknya agar ia bisa pergi bersama Raka. Setidaknya itulah yang ia tau.

“Ayo kita pergi.”

“Kau saja yang pergi. Aku akan kembali ke atas untuk kembali bekerja.”

“Jangan membuatku kesal, Alana.”

Lana memutar kedua bola matanya. Lihat sekarang, si eksekutif muda dihadapannya sedang menunjukkan sifat otoriternya. “Kau yang lebih dulu membuatku kesal.”

“Aku hanya ingin mengajak kau berlibur seharian ini. Apa aku salah jika aku mengajak tunanganku yang sedang banyak pikiran untuk berlibur sejenak?”

Lana menghela napasnya, lalu melirik ke sekelilingnya dan mendapati kini ia dan Raka benar-benar jadi tontonan murahan di kantornya. Ia akhirnya bangkit berdiri, dan dengan gerak refleks yang seakan telah ia lakukan sejak ia kecil, ia raih tangan Raka untuk membawa lelaki itu mengikutinya.

Mereka berdua berjalan menuju mobil Raka yang ternyata sudah stand by sejak tadi di depan kantornya. Raka lebih dulu membukakan pintu untuk Lana lalu setelahnya baru ia yang masuk. Setelah meminta supir untuk segera melajukan mobilnya, Raka segera meraih Lana ke dalam pelukannya dan menciumi puncak kepala Lana.

“Selain untuk membuatmu lebih rileks, aku juga rindu padamu. Seminggu pergi ke Belitung untuk urusan pekerjaanmu, tidakkah kau merasa butuh aku di sampingmu?”

Lana menyurukkan wajahnya di cerukan leher Raka. Wangi maskulin itu entah bagaimana caranya menjadi wangi favorit nomor dua setelah wangi parfum Dior-nya. “Jangan berkata gombal seperti itu. Seminggu tidak ada artinya. Toh kau terus merecokiku siang dan malam dengan telepon darimu.”

Getar tubuh Raka dirasa Lana dengan begitu intens. Tawa pelan lelaki itu mengawali kalimat selanjutnya, “Kau tau, aku begitu merindukanmu, Sayang.”

Untung saja Lana masih dalam dekapan Raka. Kalau tidak, ia akan sangat malu jika Raka melihat betapa merah wajahnya saat ini. Raka memang bukan lelaki pertama yang jadi pasangannya—atau setidaknya begitu.

Tapi anehnya, hanya dengan lelaki inilah ia merasakan kenyamanan yang sama ketika ia menatap matahari terbenam.

Sejak kapan Raka bisa menjadi sehangat dan senyaman matahari terbenam?

***

Raka tersenyum bangga saat melihat ekspresi berbinar di wajah Lana saat ia memberikan hamparan pantai dengan pasir putih yang mengelilinginya. Wanita itu kini sudah mengalihkan pandangannya ke arah Raka yang masih tetap berdiri beberapa langkah di belakangnya. Pria itu tersenyum menampilkan senyum mautnya saat mata mereka bertemu.

Beautiful Sunset (ON HOLD)Where stories live. Discover now