BAB 1

13.3K 793 21
                                    

You cut me open and I
Keep bleeding

▶ Bleeding Love - Leona Lewis ◀

Ketika sepasang matanya terbuka ia sadar kalau hari ini akan jadi hari paling buruk baginya. Sambil mengacak rambutnya ia turun dari ranjang dan berjalan keluar dari kamar.

Di luar kamarnya, seperti biasa para staf yang membantunya telah menyiapkan sarapan megah ala kerajaan. Semuanya berkat koki yang ia datangkan dari London dan khusus memasak makanan bergizi juga sesuai dengan seleranya.

Dengan santai ia menikmati dua buah telur rebus dan satu tumpuk roti. Jujur, ia bukanlah tipe yang menyukai sarapan hingga kenyang, hidup susah dan melarat membuat setiap suapan makanan yang masuk terasa kenyang dan saat memandang jejeran makanan yang terpaksa harus dibuang ia hanya bisa menghela nafas. Diseruput teh paginya perlahan sambil mendengarkan asisten pribadinya berbicara panjang lebar tentang jadwalnya hari ini.

"Hari ini Pak Raka ada jadwal meeting dengan pihak investor asing, rapat koordinasi bulanan dengan para BoD, lalu confference call dengan CTO perusahaan cabang Singapura. Juga mengkonfirmasikan diri Anda untuk hadir atau tidak dalam acara pernikahan Sheilla. RSVP sudah dikirimkan baik melalui kurir maupun e-mail ke e-mail perusahaan Bapak. Acaranya hari Sabtu bertempat di ballroom The King's Hotel."

Tubuhnya terguncang saat ia mendengar siapa nama yang disebutkan oleh asistennya. "Sheilla katamu?" tanyanya dengan gusar dan nyaris berteriak.

Wajah asistennya bingung karena ia tampak tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Apa bosnya lupa dengan nama itu? Atau... memberitahu Raka tentang hal buruk tersebut di pagi hari adalah hal yang sangat tidak dianjurkan? Kalau jawabannya iya, berarti ia harus siap didepak akibat keteledorannya dalam memicu pergulatan emosi Raka.

Sedangkan asistennya mulai ketakutan, Raka memijit pelipisnya. Pusing seketika menghantam kepalanya. Diletakkannya cangkir teh tersebut di atas meja. Mantan kekasih--maaf, maksudnya, mantan tunangannya akan menikah hari ini bahkan berani menyewa ballroom hotel miliknya.

Dia bergerak tidak nyaman lalu memilih bangkit dan berjalan menuju ruang kerjanya--masih dengan jubah tidur yang melekat di tubuhnya. Asistennya memilih untuk diam dan menyuruh pelayan untuk membereskan sarapan Raka. Setidaknya ia beruntung karena Raka tidak mengeluarkan kata-kata kasar karena ia telah mengganggu pagi milik Raka dengan kabar semacam itu.

***

Raka berdiri memandang hamparan kota dari atas ketinggian 35 lantai. Kerajaan bisnis hotel, resort dan Mall membuatnya dinobatkan sebagai Pengusaha muda terkaya di Indonesia saat ini.

Itu karena aku ingin membuktikan padanya aku pria yang pantas dimiliki.

Dia melirik undangan mewah yang ada di atas meja kerjanya. Senyum miris kembali tersungging dari bibirnya dan dengan hati penuh keyakinan ia sudah memutuskan kalau ia akan membuktikan pada wanita masa lalunya itu bahwa wanita itu salah.

Ya... Wanita itu salah. Meninggalkan seorang Raka adalah sebuah kesalahan.

***

"Tapi saya sahabatnya mempelai pria lho, Mbak," ucap Lana sekali lagi untuk meyakinkan perempuan di hadapannya. Namun saat itu juga sang penerima tamu menggeleng tegas. Bahwa peraturan yang telah ditetapkan tak bisa dilanggar.

"Maaf, Mbak. Tetap peraturannya seperti itu untuk siapapun," sanggah sang penerima tamu dengan penekanan. "kami mencegah hal yang tidak diinginkan dengan menggunakan RSVP sebagai akses masuk."

Rasanya Lana ingin menangis saat itu juga. Sahabatnya di dalam telah menikah dan mengharapkannya datang tanpa tau kalau ia patah hati, tapi dengan bodohnya kini ia berdiri dengan dipandangi heran oleh orang-orang karena ia telah membakar undangan itu.

Tuhan, apa memang ini rencana-Mu agar aku tak tambah sakit hati lagi?, lirihnya dalam hati.

Ya, mungkin ini adalah pertandanya untuk menyerah melihat senyum sahabatnya itu.

"Ia datang bersama saya," ucap seorang lelaki dengan suara bass-nya yang khas dan wangi musk dari Calvin Kleinn-nya.

Entah karena apa, semua orang kini menatap ke arahnya. Ia makin terkejut ketika lelaki itu menggapai pinggangnya dengan satu tangan sedangkan tangannya yang lain dengan lihai dan cepat menuliskan nama dan tanda tangannya.

Kenapa juga lelaki ini menolongnya?

Belum sempat ia bertanya ataupun berkata pada lelaki di sebelahnya. Napas tertahan milik lelaki itu mengalihkan perhatiannya. Fokusnya kini diarahkan pada arah yang juga ditatap sang lelaki. Di sana, napasnya tiba-tiba tercekat, sepasang manusia dengan pakaian pengantin yang membalut keduanya dengan sangat pas.

Andai aku yang ada di sana.

Sepasang pengantin itu tampaknya sadar dengan keberadaannya. Keduanya menghampiri dia yang masih mematung di tempatnya dengan senyuman.

Ia hanya bisa tersenyum getir, inilah yang harus ia terima.

Dengan gemetar dan berusaha menyembunyikannya, ia mengucapkan selamat pada sang pengantin.

"Hai, newlyweds! Selamat ya untuk pernikahan kalian. Semoga langgeng sampai akhir hayat," ucap Lana sambil tersenyum.

Semoga sakit hati ini tak akan bertahan lama.

Mereka--sepasang pengantin itu--menyambutnya dengan senyuman. Namun akhirnya mereka menanyakan tentang lelaki di sebelahnya.

"Makasih, Lana. By the way, dia siapa?"

Sebelum ia menjawab, sang lelaki telah menjawab lebih dahulu.

"Dia, tunanganku, calon pengantinku," jawabnya dengan tenang.

***

"Dia, tunanganku, calon pengantinku," ucapnya sambil memandang ke arah mempelai wanita dihadapannya tegas.
Setan darimana sampai ia bisa melakukan kebohongan paling keji yang pernah ia lakukan. Pandangannya beralih pada wanita di sampingnya yang masih membisu sejak kebohongan itu ia tuturkan.

Dasar bodoh! Jelas dia terkejut, wanita mana yg tidak terkejut ketika pria asing mengaku sebagai tunangannya, rutuknya dalam hati.

"Benarkah? Aku tidak tahu kamu mengenal dia?" Mempelai wanita, yang tak lain adalah Sheilla, memberikan respon di luar dugaan.

Wanita licik, makinya dalam hati. Kebeciannya sepertinya semakin bertambah pada sosok sang mantan tunangan yang kini menatapnya dengan penuh menyelidik.

"Tidak semua harus diceritakan padamu kan?" sahut wanita di sampingnya yang sudah mengangkat wajahnya dan menatap kedua mempelai penuh percaya diri.

Cantik...

Dia sama sekali tidak mengira partner kebohongannya ternyata secantik itu. Wajah putih mulus dan dengan mata indah dan hidung mancung yang sempurna. Dan jangan lewatkan bibir kecil yang seakan memanggilnya untuk menyicipi.

"Ya... kamu benar. Kalau memang seperti itu, kami tunggu undangannya segera." Mempelai pria--Farras--pun akhirnya angkat bicara dan tersenyum tulus pada wanita di sampingnya.

Setelah beramah tamah keduanya turun dari podium pelaminan dan memutuskan untuk segera keluar dari ballroom yang semakin sesak.

Hati Lana bergemuruh hebat. Pembicaraan tadi sangat absurd dan terkesan kaku. Apa Farras akan tau kalau ia berbohong? Belum sempat ia berpikir lebih jauh, lelaki di sampingnya telah berbisik pelan, namun mengintimidasinya.

"Ikut aku," katanya dan tanpa pikir panjang menggandeng tangan Lana masuk kedalam lift yang terbuka.

***

A/N: Hai! Terima kasih bagi yang sudah berkunjung di lapak saya ini :) Semoga cerita ini cukup menghibur ya. Ditunggu Vote dan Comment-nya.

Beautiful Sunset (ON HOLD)On viuen les histories. Descobreix ara