[χ] PERPISAHAN

1K 295 30
                                    

"Nia, tidak bisakah kita ...." Ann membiarkan ucapannya tergantung, sembari memandang Nigel yang masih tidak beranjak dari tempat peristirahan terakhir Ficus.

Nia menggelengkan kepalanya. "Biarkan dia sendiri. Kita tidak bisa melakukan apa-apa."

Kedua gadis itu hanya bisa mengawasi Nigel dari kejauhan. Mereka bisa melihat punggung Nigel yang terus bergetar. Tidak henti-hentinya dia menggenggam jubah pamannya. Seolah benda itu adalah harta paling berharga yang dimilikinya.

"A-aku tidak menyangka, aku masih hidup," ucap Ann penuh keheranan. Suaranya bergetar, berusaha menahan air matanya kembali keluar.

Bagaimana tidak, gadis itu sudah merasakan hal paling ditakuti umat manusia--kematian. Ann bisa mengingat dengan jelas rasa sakit yang begitu dasyhat merayap di seluruh tubuh, lalu kesadaraannya menghilang begitu saja. Dalam jentikan jari, dia sudah tidak bernapas lagi. Akan tetapi, Ann belum ditakdirkan untuk mati di sana. Berkat kekuatan Nigel, gadis itu bisa selamat di detik-detik terakhir.

"Aku harus berterima kasih kepadamu, Ann," kata Nia sambil berjalan ke arah gadis itu.

"Kenapa?"

"Kalau kamu tidak melindungi Nigel saat itu. Kita semua pasti sudah mati."

Ann menundukan kepala. Rasanya semua terjadi begitu cepat hingga dia sulit mencerna apa yang dikatakan temannya itu. Beberapa kali gadis itu menelan ludahnya. Berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya. "Ya, kamu ada benarnya. Hanya saja ... aku tidak bangga akan hal itu. Sejenak tadi, aku bisa merasakannya. Rasa sakit yang sangat luar biasa di seluruh tubuhku. Aku bisa merasakan kematian sudah menarik jiwaku sampai di kerongkongan." Ann mulai terisak-isak. "Aku takut. Aku takut sekali."

Dengan lembut, Nia memeluk Ann. "Syukurlah kamu masih hidup. Tidak ... syukurlah kita semua selamat."

"Tidak. Tidak ada yang bisa kusyukuri sekarang. Setelah semua yang menimpa kita ... yang tersisa hanya kita bertiga. Sedangkan yang lain ... mereka ... mereka."

Nia langsung membisu. Dia juga merasa sangat terpukul akan kepergian teman-temannya yang begitu cepat. Kebersamaan mereka terasa begitu singkat. Tidak menyangka tidak akan mendengar suara mereka lagi.

Di sela-sela tangisannya, Ann mengenang satu per satu kawanannya yang telah gugur untuk melindungi satu sama lain. "Walau aku benci banget sama Zea, tapi aku suka dengan sifat loyalitasnya. Dia orang yang bisa dipercaya, semua janjinya selalu ditepati. Maaf Zea, Aku tidak bisa menyelamatkanmu."

"Tris juga. Dia memang cewek paling nyebelin yang pernah kukenal. Tapi dia orang yang baik dan kuat pendiriannya. Entah sudah berapa kali Tris menolongku ketika ada cowok yang mengganggu. Maaf Tris, aku selalu lupa berterima kasih kepadamu," aku Ann yang berusaha mengeluarkan isi hatinya.

"Xanor pun begitu. Dia memang pendiam, dan dulu aku takut dengan tampangnya yang menakutkan. Namun ... dia sangat, sangat, sangat baik hati. Xanor, aku--" Ann mulai merintih sangat keras.

"Cass gimana? Dia baik enggak?"

"Iya, dia baik. Cuman--Eh? Tunggu dulu, suara menyebalkan itu--"

PLAK!

Bunyi yang mirip tamparan terdengar tidak jauh dari tempat Ann dan Nia berdiri.

"Wadow! Sakit tauk! Kamu jahat banget, Zea. Kenapa kamu potong pengakuan Ann, keparat! Coba tunggu sampai dia meminta maaf untuk diriku. Atau sampai dia menceritakan sisi bagusku."

Di sisi bukit di mana Cass sebelumnya terlempar, menyembul dua kepala pria yang tidak asing. Mereka memanjat naik sambil menggerutu satu sama lain. Sesaat melihat sosok Zea dan Cass yang sehat bugar, saat itu pula Ann melangkah besar ke arah mereka berdua. Menatap keduanya dengan binar yang tajam.

Ominous Night✓जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें