[δ] DESA TANPA NAMA

1.7K 396 88
                                    

Mainkan musiknya untuk suasana yang lebih mencekam.
Lucas King - Black World.

***

Udara dingin menusuk kulit bagaikan jarum-jarum kecil tak kasat mata, hingga bulu kuduk pun ikut meremang. Suasana yang mencekam telah mengepung Nigel dan Ann. Mereka tidak mengerti mengapa dunia seketika menjadi gelap gulita. Dalam waktu singkat, mereka berada di tempat yang sangat berbeda. Untung saja sinar kemerahan yang berasal dari pepohonan sekitar bisa memberi pencahayaan darurat untuk mereka berdua. Perlahan-lahan, mata mereka dapat beradaptasi dengan keadaan sekitar.

Wajah Ann telihat pucat. Rasa takut membuat tubuhnya tidak berhenti menggigil. "Kakiku masih lemas." Gadis berkepang dua itu berusaha menyeimbangkan tubuhnya.

"Ann, kamu baik-baik saja?" tanya Nigel sembari mendekati Ann.

Bukannya menjawab sebagaimana mestinya, Ann malah menyentakkan dirinya. "Kalau diliat juga ada apa-apa, kan!" tukas Ann seraya menepis tangan Nigel yang berusaha menyentuh bahunya.

Nigel mendengus kesal. Cewek satu ini benar-benar menyusahkan.

Emosi Ann selalu berubah-ubah, mirip emak-emak dalam fase menuju menopause. Pertama ketakutan, lemah. Detik kemudian marah, lalu menjadi kuat lagi. Nigel sempat menduga Ann membenci dirinya, sebab tingkah laku Ann sangat berbeda jika berhadapan dengan cowok lain di angkatannya--selain Zea, tentunya. Kalau dia memang sudah menjadi musuh buyutan Ann.

Terlepas dari sifat Ann yang meledak-ledak, dia sebenarnya termasuk gadis yang manis. Tubuhnya yang mungil sangat cocok dengan gaya rambut kepang duanya. Siapapun yang melihat sekilas gadis itu, pasti mengira dia masih berumur sekitar tujuh belasan. Padahal dia lebih tua setahun daripada Nigel. Namun, hal itu segera dipatahkan dengan wajahnya yang judes. Terutama bulu matanya yang lentik dan tebal. Mempertajam bentuk mata Ann hingga membuat wajahnya terkesan tidak ramah.

Sambil membersihkan tanah yang menempel di blouse selutut dan celana kain cokelatnya, Ann memandang hutan yang telah berubah menjadi rumah-rumah panggung memanjang, khas rumah adat suku Dayak. "Bagaimana bisa kita ada di sini? Karena gempa? Pergeseran lempengan bumi? Hebat banget bisa pindahkan kita ke tempat baru."

"Mungkin teleportasi," tebak Nigel asal.

"Nigel, bisakah kamu membuat alasan yang lebih ilmiah?" sergah Ann sambil memincingkan mata, membuat wajahnya semakin galak saja.

"Haruskah kita berpikir secara ilmiah? Bukan waktu yang tepat, Ann! Bisa saja kita terlempar ke dunia lain. Atau kita sedang bertamasya di neraka," balas Nigel tak mau kalah.

Ann yang sudah sebal membuang muka. Pada akhirnya mereka berdua terdiam.

Lupakan perkelahian tentang siapa yang paling benar. Satu hal yang harus Nigel periksa sekarang adalah waktu. Nigel memandang arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya.

Aneh. Jarum panjangnya tidak berjalan. "Ann coba lihat jam tanganmu?"

Ann menuruti permintaan Nigel dan gadis itu pun mengerutkan keningnya. "Perasaan aku baru-baru ganti baterai. Kok bisa mati." Ann segera menyalakan ponselnya. Dia semakin heran, waktu yang ditunjukkan tidak berjalan. Berhenti tepat jam 18:28 WITA.

"Semua yang berkaitan dengan jam tidak bisa bergerak. Aku coba nyalakan stopwatch, detiknya saja tidak bergeser," jelas Nigel sembari memperlihatkan layar ponselnya kepada Ann.

Ann bergidik ngeri. "Mungkinkah kita masuk ke wilayah segitiga bermuda? Atau pusat bumi?" cicit Ann, masih dengan teori ilmiahnya.

Tanpa memperdulikan Ann yang mulai panik, Nigel mencoba untuk menghubungi Zea. Sayangnya, tidak ada bunyi apapun yang terdengar. Tersambung saja tidak. "Telepon juga enggak berfungsi."

Ominous Night✓Where stories live. Discover now