[ι] EMOSI

1.1K 344 15
                                    

Tris meronta-ronta. Dia bisa merasakan seseorang atau sesuatu telah membekap mulutnya erat-erat. Tangan asing itu juga sudah mendekap tubuhnya, menyebabkan gerakan Tris terkunci. Gadis itu tidak bisa bergerak leluasa. Benar-benar kekuatan yang besar.

Jangan-jangan monster dari rawa tadi berhasil menjebak mereka berdua ....

Zea yang berusaha menyelamatkan Tris malah ikut tertarik oleh sepasang tangan yang lain. Sekarang tangan itu lebih kurus dibanding yang pertama. Namun cengkramannya juga tidak kalah kuat, berhasil menarik lengan Zea dan menjatuhkan pemuda itu hingga tersungkur di atas tanah.

Zea mencoba untunk bangkit, memberi perlawanan. Namun, dia langsung membeku tak berdaya ketika melihat bayangan itu mulai mendekatkan wajahnya dan menempelkan jari telunjuk ke bibirnya.

"Ssshhh ...." Ternyata Cass-lah yang telah menarik Zea.

Dan orang yang telah menarik Tris, siapa lagi kalau bukan Xanor--Babonnya Kampus.

"Apa-apaan ini, Cass? Tidak bisakah lebih halus nariknya?" bisik Zea dengan nada jengkel.

"Diam dan berterima kasihlah bahwa kami telah menyelamatkan kalian." Cass mendudukkan tubuhnya lebih rendah lagi. Memberi tanda agar semuanya ikut melakukan hal yang sama.

Dalam kesunyian itu, samar-samar terdengar langkah besar mendekat ke tempat persembunyian mereka.

Dentaman demi dentaman. Desahan demi desahan.

Makhluk itu sudah semakin dekat, bayangan besarnya menjulang tinggi di pepohonan.

Mereka berempat berusaha mengintip dari sela-sela daun liar. Tetapi yang mereka lihat hanyalah sepasang kaki berbulu yang besar. Tris sempat memekik ketakutan, untung saja Xanor sudah menutup mulut gadis itu. Sia-sia usaha mereka bersembunyi di sana.

Netra Zea mencoba memindai sekeliling. Monster itu tingginya hampir sepuluh kaki. Surai hitam menyelimuti seluruh tubuhnya. Mata hitam besar yang kelam. Taring mencuat dari mulut, sekilas mirip dengan gading gajah. Dengan bentuk muka yang sangar dan mengerikan, ada rasa lapar yang tergambar di wajahnya.

Ketika mereka berhasil mendengar suara seretan yang teredam oleh langkah kaki monster itu, sontak bulu kuduk berdiri. Ada manusia bersimbah darah. Lelaki malang itu berada di genggaman tangan monster berbulu itu.

Suara mereka tercekat. Seluruh tubuh diserang hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang-tulang. Waktu bergerak begitu lambat, selambat monster itu berjalan hingga lenyap di ujung kegelapan.

"Bangsat! Gorila macam apa itu!" teriak Cass memecah keheningan. Pemuda itu sudah tidak tahan untuk mengeluarkan unek-uneknya setelah kembali melihat sesuatu yang ajaib tepat di hadapannya. "Dia pasti sudah bermutasi dengan gajah. Coba lihat taringnya ... tingginya!"

"Berisik, gamers freak. Teriakanmu bisa memanggil dia kembali, tauk!" bentak Tris setelah Xanor melepaskan dekapannya. "Dan Xanor, kasar banget sih sama cewek. Liat nih, memar lenganku. Ini juga, bekas keringat tanganmu di mulutku. Iuhhhh ... najis!" Tris menarik beberapa helai daun dan mengusap dengan jijik ke wajahnya.

Xanor ingin meminta maaf. Tetapi dia hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia takut dengan aura murka Tris yang berkobar ke arahnya.

Zea yang sudah berdiri setelah Cass melepas tumpuan tubuhnya, memperhatikan jalan yang dituju monster berbulu tadi. "Apakah orang itu ... masih hidup?" katanya pelan.

"Sepertinya dia sudah mati. Coba lihat tangan dan kakinya tadi. Posisinya seperti tidak pada tempatnya!" jawab Cass histeris.

"Semoga itu bukan Nigel ... aku khawatir dengannya."

Ominous Night✓Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ