[μ] RITUAL

1.1K 344 48
                                    

Selama ini Nigel tidak menyadari, bahwa Ann sangat menjaga gelang pemberiannya yang dibeli secara sembarangan sebagai buah tangan untuk teman-temannya.

***

"Keren! Kamu udah biasa pergi ke Turki, ya. Naik pesawat aja aku belum pernah," seru Ann sembari menggeser layar handphone milik Nigel. Terlihat foto-foto pemandangan kota Istanbul yang elegan.

Sehabis jam terakhir kuliah, Nigel yang hari itu baru kembali aktif di kampus setelah izin ke acara pemakaman bibinya di Instanbul, dia segera dikerumunin dengan teman segrupnya. Bagaimana tidak, satu-satunya anak di angkatan mereka yang pernah ke luar negeri hanyalah Nigel seorang. Pemuda itu selalu menarik perhatian siapapun, walau dia sendiri tidak nyaman akan hal itu. Dari fisik, pengalaman, penyakitnya yang langka; dia adalah magnet yang menarik keinginan orang-orang di sekitarnya.

"Seberapa sering kamu berkunjung ke rumah keluargamu di sana?" tanya Tris sembari memperbaiki make up-nya melalui cermin dari compact powder. Gadis itu terlihat tidak seantusias yang lain, namun dia juga tidak mau diacuhkan temannya.

"Tidak terlalu sering, sih. Kurang lebih dua tahun sekali. Tapi sekarang, karena kesibukanku dan Ayah, kami menundanya sampai sepuluh tahun lebih."

"Men, kapan-kapan ajaklah sahabatmu ini ke sana. Cita-citaku itu pergi ke luar negeri, loh," ujar Zea sekaligus memberi kode keras pada Nigel.

Mendengar ucapan Zea, Cass yang masih sibuk memainkan game Royal Clan di ponsel pintarnya, tersenyum miring. "Anjir! Kecil amat cita-citanya. Coba jadi astronot, kek. Atau menyelamatkan dunia, kek. Masa gitu doang?"

"Diam kau, Cass. Orang yang bermimpi jadi Pro Player se-bumi sakti enggak usah banyak cincong, deh. Punya cita-cita itu yang nyata, ya kan, Men?" Zea menaikan alisnya beberapa kali. Pertanda Zea masih tidak menyerah dengan kemauannya.

"Kalau kamu mau ikut sama aku. Kurusin lagi tuh badan, biar muat masuk dalam koper," olok Nigel sambil tertawa.

Zea memicingkan mata sipitnya. "Kamu mau masukin aku dalam bagasi? Jahat amat ...."

Sementara Zea, Nigel, dan Cass masih terus membahas tentang cita-cita dan impian, di sisi lain Ann sibuk memilih gelang mana yang harus dia ambil di antara tiga gelang yang sudah dibelikan Nigel khusus untuk teman ceweknya.

Nigel tentu mengenal tanda terima kasih. Dia membagikan oleh-oleh yang bisa dia dapatkan selama dia punya waktu luang di sana. Dia tidak mungkin tidak memberi sesuatu pada teman sekelompoknya--terutama Ann--yang sudah berbaik hati membantu menyelesaikan tugasnya yang terbengkalai. Gadis satu itu benar-benar bisa diandalkan. Walau Nigel harus bersabar mendengar keluhan Ann yang harus mengerjakan tugas dua kali lipat dari biasanya.

"Warna dan batu maniknya sama. Tapi model gelangnya beda, cantik semua. Aduh ... aku bingung milihnya," gumam Ann tampak kesusahan.

Sementara itu Tris mengambil salah satu gelang yang ada secara acak. Dia tidak mau terlalu berpikir keras pada sesuatu yang baginya tidak menarik. Tris baru serius jika Nigel mau membelikannya sesuatu yang lebih 'barnded' daripada gelang imitasi itu.

"Sebenarnya aku enggak level sama suvenir murahan kayak gini. Tapi karena enggak enak sama Nigel, aku ambil satu," jelas Tris sambil berlalu, pergi ke luar kelas yang hanya menyisakan mereka berenam.

"Kalau enggak mau, buat aku aja, keles!" sindir Ann sesaat Tris sudah menjauh dari kelas.

Melihat tingkah Ann, Nia tertawa kecil. "Jadi Ann mau yang mana?" tanya Nia dengan lembut.

"Ummm ... yang sebelah kiri deh. Ada manik-manik bentuk matahari. Lucu." Ann meraih gelang yang dia maksud dan mencobanya langsung.

"Artinya aku dapat yang bentuk bulan sabit, ya." Sejenak Nia terkekeh-kekeh, membuat Ann memiringkan kepalanya. "Ah ... maaf. Aku sebenarnya sudah bisa menebak Ann akan memilih yang mana."

Ominous Night✓Where stories live. Discover now