Api Agni

96 47 20
                                    

"Makanya jangan heboh-heboh dulu. Besok sekolah. Ma antar-jemput. Sekarang minum obat terus tidur," omel Ma ketika aku mengeluh kakiku sakit.

Sambil berbaring kubuka buku catatan Bobbi. Tulisannya tegak bersambung tak bercela. Disusun sistematis dengan poin-poin yang tidak membuat bosan.

Buku catatan Bobbi membuatku tercenung. Kenapa juga harus kesal kepada Kinan?

Kinan memang pemalu. Lebih suka menyendiri. Wajar saja tadi mukanya merah ketika dibonceng Bobbi.

Pemikiran itu membuatku jengkel.  Jengkel kepada diriku sendiri karena sudah kesal kepada Kinan.

Besok, aku akan meminta maaf begitu bertemu Bobbi.

Maafkan aku Bobbi, sudah berprasangka dan menuduhmu.

Kalimat singkat dan sederhana. Hanya perlu 3 detik untuk mengucapkannya. Kuulangi berkali-kali sampai obat membuatku tertidur.

Yang terjadi esoknya membuatku frustrasi. Teman-teman terus merubung dan memperlakukanku seperti putri yang kakinya patah menjadi tujuh. Tidak memberi kesempatan bergerak ketika istirahat.

Sampai bel pulang berbunyi, aku belum sempat meminta maaf kepada Bobbi. Masih ada kesempatan sebelum Bobbi keluar sekolah.  Aku berjalan cepat-cepat, mengadangnya di gerbang. Sambil membalas lambaian tangan teman yang lewat, mataku awas mencari-cari.

Bobbi baru terlihat berbarengan dengan anak kelas 4 pulang. Bobbi mengayuh sepedanya beriringan dengan Candra.

"Bobbi, tunggu sebentar!"

Teriakanku membuat teman-teman Candra menoleh.

Bobbi terkejut, celingukan meminggirkan sepedanya menghampiriku.

"Ada yang ketinggalan kemarin?" tanyanya kikuk.

"Enggak, aku cuma mau... mau...." Kalimat selanjutnya tersangkut di tenggorokan. Aku menelan ludah, mencoba lagi. "Aku...."

Beberapa anak perempuan lewat, ribut membunyikan bel sambil berbisik-bisik dan tertawa. Aku jadi salah tingkah. Bobbi mulai terlihat gusar.

"Aku... aku...."

"Abang! Buruan! Panas nih!" Teriakan Candra terdengar disusul dering belnya yang mendesak.

"Aku duluan ya Agni!"

Belum sempat aku mencegahnya, Bobbi sudah melesat pergi.  Motor Ma datang sesaat kemudian.

"Wow! Ma enggak telat kan? Kenapa keningmu jadi berlipat-lipat?" Komentar Ma ketika melihatku cemberut.

"Nanti sore anterin ke rumah Bobbi ya Ma," pintaku. Aku belum mau menyerah. Permintaan maaf harus kusampaikan sebelum matahari tenggelam.

Ma memicing. "Baru sehari masuk sudah ada yang mau disembur api?"

Aku menggeram, naik ke atas motor sambil mencengkeram pinggang Ma erat-erat.

300 kata

SPARKLING DJ (Raws Festival 2019)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang