Melayang

95 54 20
                                    

Pa datang 10 menit kemudian. Memeluk dan memeriksa luka-lukaku dengan cemas, lalu berpamitan kepada Kak Tika.

"Desika di rumah sakit sekarang. Kamu juga harus ke rumah sakit."

Sepanjang perjalanan, tidak sekali pun Pa menjawab meski aku memberondongnya dengan pertanyaan.

Firasatku menjadi tidak enak. Kebisuan Pa membuatku berpikir ada hal buruk yang sedang terjadi. Gelombang rasa takut membuat perutku mulas, mengalahkan kedutan nyeri di kaki.

Benakku langsung memutar ulang pertengkaran dengan Desika. Penyesalan menyergap, mencengkeram membuat dadaku sesak. Aku kesal dan merasa bersalah. Aku marah karena merasa tak berdaya. Seharusnya aku mengalah, seandainya aku menahan mulutku, andaikan aku yang datang dahulu menemui Desika, seandainya....

Aku menjerit. Kepalaku penuh, seperti hampir meledak.  Jantungku berdetak kencang. Napasku memburu. Aku mencengkeram pinggang Pa erat-erat.

Jeritanku membuat Pa panik. Sepeda motor Pa melaju  semakin kencang.

Di UGD, perawat datang dan mulai memeriksa. Perban kakiku dibuka.

"Lukamu harus dijahit. Pa tinggal dulu mengurus administrasi."

Aku berjengit ketika kakiku disentuh kakak perawat. "Sakit? Tahan bentar. Disuntik dulu."

Suara isak tangis dan tirai yang disibak membuatku mengabaikan perkataannya. Ahma dan Ma terlihat di seberang. Di sebelah mereka ada perawat mendorong brankar dengan sosok penuh kabel di atasnya.

Sontak aku berdiri, membeku menatap tubuh itu. Kepalaku kosong. Tiba-tiba saja kulihat bayangan Desika, berceloteh menunjuk-nunjuk mesin di dekat brankar. Dengan wajah semringah Desika bercerita tentang anak kucingnya. Rambutnya kusut, celana jeansnya pendek sebelah, noda darah ada di kausnya. Ia berlari kesana-sini, bersenandung seolah-olah tidak melihatku.

"Desika...," desahku.

Gelombang emosi menghantam dada. Kakak perawat berusaha mendudukkanku. Aku berontak ingin meraih Desika, tapi kakiku terjerat. Aku ingin menangis, tapi ada yang menyumbat tenggorokanku. Aku ingin berteriak, tapi bibirku beku. Pandanganku mengabur, kakiku kebas, tubuhku ringan, aku melayang.

Desika... Desika... kamu enggak boleh pergi.


300 kata

SPARKLING DJ (Raws Festival 2019)Where stories live. Discover now