xvii

620 121 21
                                    

Berminggu minggu sudah terlewati, dan aku masih sangat yakin bahwa kematian Nenek Na bukanlah hal yang harus disepelekan. Pada awalnya aku berpikir aku hanya mengigau karena terlalu benyak menonton serial kriminal di Netflix atau Fox Crime. Hingga pada beberapa hari yang lalu, disaat aku pertama kalinya mengeyam materi pertamaku di bangku kuliah, dosen mata kuliah psikologi kriminalku menjabarkan sebuah rekayasa kasus lama yang terjadi di awal tahun 1990-an mengenai uji coba obat .

Aku sama sekali tidak ingin menjelaskan kembali materi yang berhasil membuatku tidak tidur semalaman itu. Namun aku sangat tahu bahwa kasus tersebut sama sekali tidak asing bagiku. Sebuah kasus tidak seharusnya berpola, tapi akan terulang di suatu waktu.

Dan itu terjadi pada kasus kematian Nenek Na, atau mungkin malah akan menjadi kasusnya Irene pula.

Kematian Nenek Na sangatlah janggal bagiku. Serangan jantung? Pft, beliau bahkan tidak punya riwayat penyakit jantung sebelumnya. Satu satunya organ yang rusak darinya hanyalah rahimnya karena tergerogoti kanker.

Oke, mungkin faktor umurnya juga dapat menjadi penyebab kematiannya yang terlalu tiba tiba.

Hingga perkataan Na Jaemin berhasil menyambung kembali syaraf otakku.









"hanya ada satu orang yang akan selamat, dan Nenek memberikanmu kesempatan itu untuk Kak Irene."

Aku mengerutkan dahiku. "apa maksudmu?"

"drug tester ini berbahaya, Kak Tae. Mereka semua berbohong. Kontrak itu berbohong."

"Jaem," aku menyisir rambutku ke belakang lalu kembali menatap pria dengan tatapan tidak mengerti. "kita tidak sedang bermain game seperti yang biasa kita lakukan di internet cafe."

Jaemin menajamkan matanya padaku. "kau kira aku bercanda?" nada bicaranya terdengar dingin, "apakah kematian Nenekku akan menjadi lolucon untukmu?"

"apa yang"



BUGH



Tubuhku terjungkal ke lantai. Tulang pipiku terasa nyeri, sangat nyeri. Aku bahkan tidak sanggup memegangi tulang pipiku. Aku mengerang tertahan padanya, "kau gila? Apa yang kau lakukan Na Jaemin?"

Na Jaemin, lelaki berbalut jaket Adidas itu tidak menjawabku. Ia mengibas ibaskan tangan kananya yang tadi ia gunakan untuk memukulku. "Nenek akan meninggal besok. Dia menyerahkan kesempatan hidupnya pada Kak Irene." suara lelaki itu terdengar bergetar.

"cukup dengarkan dan patuhi aku, Kim Taehyung. Apapun yang terjadi, jangan biarkan Kak Irene lepas dari pengawasanmu dan apapun yang terjadijangan biarkan dia keluar dari rumah sakit ini."









Aku sama sekali tidak mengerti perkataan Jaemin pada saat itu. Namun layaknya anjing yang patuh akan perintah majikannya, aku meng-iyakan apa perkataannya waktu itu. Hingga pada hari ini, aku menyadari semua kejanggalannya.

Kondisi Irene jauh lebih membaik. Oh, jangan lihat aku sebagai seseorang yang tidak tahu terima kasih dan benci melihat kekasihnya mulai menunjukan tanda tanda yang positif. Hanya saja, semenjak kematian Nenek Na dan meninggalkan Irene sendiri menjadi satu satunya pasien kanker di bangsal ini-semuanya terasa aneh.

Dokter dokter menjadwal ulang semua treatment yang akan dijalani Irene. Pihak farmasi mulai mengatur kembali obat yang akan wanita itu minum dan memberikan obat racikan baru kepadanya.

Before You Go ✔️Where stories live. Discover now