xvi

614 132 9
                                    

Satu bulan sudah berlalu, dan aku tidak lagi perlu datang menemui Irene tengah malam hanya untuk melihat wanita itu. Ujian sudah usai sekarang, beban hidupku hampir terangkat semua. Aku tidak perlu lagi datang ke sekolah. Sekarang aku menganggur-menunggu hasil ujian.

Karena yah, aku menolak beasiswa ke Australia-ku.

Aku menolak Monash demi Irene.

Oh, jangan ditanya betapa marahnya wanita itu saat ia tahu aku menolak beasiswa di universitas yang sedari dahulu aku impikan. Literally, dia marah besar-dan akan semakin murka lagi jika ia tahu penyebab utama penolakan beasiswa tersebut. Yah, aku merahasiakan penyebabku itu darinya.

Karena tentu saja, alasan utama aku menolak Monash tidak lain tidak bukan adalah Irene.

Seminggu sebelum registrasi ulang beasiswa, tiba tiba saja aku memikirkan Irene lebih banyak dan lebih dalam dari biasanya. Out of the blue, aku terpikirkan betapa Irene benci hubungan jarak jauh. Berterimakasih lah pada Na Jaemin yang bersedia menjadi tangan kaki-ku yang menceritakan banyak hal tentang Irene, termasuk ia yang uring uringan karena ku tinggal ujian.

Ugh, dia tidak tahu saja aku datang menemuinya di setiap malamnya hanya untuk melihatnya tertidur.

Bocoran dari Jaemin itu benar benar berhasil membuatku terbang dalam mode menapak. Irene yang biasanya tampak tidak begitu peduli ternyata kangenan, menggemaskan. Percayalah bocoran ringan dari Na Jaemin itu berhasil membuatku memikirkan ulang mengenai beasiswa itu. Ditinggal satu bulan saja uring uringan, apalagi ditinggal empat tahun ke luar negeri?

Bisa bisa Irene memutuskanku di pertengahan masa kuliah lalu memilih pria yang lebih bisa menemaninya daripada aku.

Dan ditambah lagi dengan kekhawatiranku yang terlalu mendalam sekaligus (kurasa) insting alamiku untuk terus menemaninya di masa masa sulit seperti sekarang-berhasil membuatku membulatkan tekad untuk menolak beasiswa itu dan memilih berjuang lagi untuk merebut kursi di perguruan tinggi negeri di Korea.

Masa bodo dengan omongan tetangga dan saudara jauhku. Toh, kedua orang tuaku menghargai pilihan yang kubuat, jadi tidak masalah bukan?

Lagipula, aku tidak mau ke Australia. Tidak ada Irene di Australia.

Jadi yah, aku lebih memilih untuk tinggal di dalam negeri dan melanjutkan pendidikanku disini, di Korea.

Butuh tiga hari bagi Irene menerimaku kembali dan membiarkanku masuk ke dalam kamarnya. Karena sebelum itu, she literally dumped me. Beruntung aku kenal baik Nenek Na dan Jaemin, jadi aku bisa menumpang di kamar inapnya selagi membujuk Irene mati matian untuk menerima kembali kehadiranku.

Kalian tahu apa yang lucu? Irene sama sekali tidak tahu kalau aku dekat dengan Nenek Na sekaligus Jaemin-jauh lebih baik darinya.

"so, Taehyung, kenalkan ini Nenek Na-temanku di rumah sakit," Irene mengalihkan tangannya dari Nenek Na pada Jaemin. "kalau yang ini Jaemin, cucunya Nenek Na. Meskipun dia sangat berisik, tapi dia juga temanku disini."

Aneh rasanya harus berlakon seakan aku baru mengenal mereka-yang begitu berjasa dalam hidupku-hari ini. Tapi apa boleh buat. Semua demi menjaga rahasia kami.

Dengan tangan yang terulur canggung pada Nenek Na dan bergantian dengan Jaemin, aku tersenyum tipis. "aku Kim Taehyung."

Ugh, ini sangat canggung.

But thanks to Na Jaemin dan senyum cerahnya yang menangkap sinyal tidak terlihat yang sengaja kupancarkan untuk bertingah seolah tidak mengenalku. Dia peka terhadap kodeku.

Before You Go ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang